Menuju konten utama

Guru Besar UI Minta Indonesia Tak Gentar Lawan Freeport

Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana meminta pemerintah tak gentar dengan ancaman gugatan arbitrase internasional PT Freeport Indonesia. 

Guru Besar UI Minta Indonesia Tak Gentar Lawan Freeport
Area tambang terbuka PT Freeport di Timika, Papua. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana meminta pemerintah tidak gentar menghadapi ancaman PT Freeport Indonesia yang berencana menggugat Indonesia ke Arbitrase Internasional.

Menurut Hikmahanto, Indonesia sudah pernah menghadapi ancaman gugatan sejenis dan menang. Dia optimistis, apabila Freeport benar melayangkan gugatan itu, pemerintah Indonesia tak akan kalah.

Hikmahanto mencontohkan PT Newmont, sekarang PT Amman Mineral Nusa Tenggara, pernah mengajukan gugatan arbitrase internasional ke commercial arbitration untuk Indonesia, tapi lalu menyerah dan mencabutnya. Gugatan itu muncul setelah pemerintah mewajibkan perusahaan ini melakukan divestasi.

Indonesia juga pernah menerima gugatan arbitrase internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) terkait kasus Bank Century dan Churchill Mining, tapi juga menang.

Dia juga berpendapat pemerintah sebenarnya sudah berbaik hati kepada Freeport saat menawarkan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya (KK). Karena itu, ia menilai Freeport bertindak tidak adil ketika menampik tawaran itu dan malah mengancam menggugat setelah izin relaksasi ekspornya tak kunjung turun.

"Pemerintah memberikan solusi yaitu memberikan alternatif ke pemegang Kontrak Karya (KK). Bila mereka tetap berpegang pada KK itu boleh, asal tidak melanggar Pasal 170 UU Minerba. Tapi kalau mereka mau tetap ekspor tentu boleh tapi harus bersedia berubah menjadi IUPK," ujar Hikmahanto di Jakarta, pada Rabu (22/2/2017) seperti dikutip Antara.

Menurut dia tawaran pemerintah Indonesia sebenarnya sudah memberikan solusi alternatif agar perusahaan tambang tak melanggar UU Minerba melalui penerbitan PP Minerba pada Januari lalu.

Dengan begitu, perusahaan tambang bisa tetap berstatus sebagai pemegang Kontrak Karya apabila membangun smelter di Indonesia yang tenggatnya pada Januari lalu. Bagi yang belum, bisa memperolah izin ekspor konsentrat asal mengubah perizinannya menjadi IUPK.

"Nah kalau melihat itu kan sebenarnya pemerintah sudah berbaik hati untuk beri solusi bagi pemegang KK. Pemerintah tidak diskriminatif. Ada yang tetap pegang KK, tapi mereka bangun smelter seperti PT Vale Indonesia. Tapi, ada juga yang mengubah diri menjadi IUPK seperti PT Amman Mineral,” ujar dia.

Tawaran itu, bukan tanpa resiko. Buktinya, PP Minerba sempat digugat di Mahkamah Agung. Menurut Hikmahanto, "Sebenarnya pemerintah di posisi yang tidak diuntungkan.”

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menegaskan sikap pemerintah Indonesia selama ini terkait izin ekspor Freeport semata-mata upaya untuk mematuhi amanat UU Minerba.

"Saya menganggap ini adalah proses negosiasi transisi, agar semangat untuk mengelola seluruh pertambangan menjadi lebih baik, lebih transparan dan memberikan manfaat kepada masyarakat secara terbuka," kata Sri hari ini.

Awal pekan ini, CEO Freeport McMoRan Inc Richard C. Adkerson mengatakan mandegnya ekspor freeport sejak terbitnya PP Minerba terbaru menyebabkan Freeport Indonesia berhenti beroperasi sejak (10/2/2017). Akibatnya, perusahaan ini berencana memecat sebagian dari 32.000 karyawannya di tambang grasberg, Mimika Papua.

Dia mengklaim sumbangan Freeport ke pemasukan Indonesia selama ini sudah besar. Selama beroperasi di Indonesia, perusahaan asal Amerika Serikat ini telah berinvestasi 12 miliar dolar AS dan sedang merealisasikan 15 miliar dolar AS. Indonesia juga telah menerima 60 persen manfaat finansial dari operasi Freeport. Pajak, royalti dan dividen yang dibayarkan sejak 1991 telah melebihi 16,5 miliar dolar AS. Sedangkan Freeport menerima 108 miliar dolar AS dalam bentuk dividen.

"Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen di masa mendatang yang akan dibayarkan kepada Pemerintah hingga 2041 diperkirakan melebihi 40 miliar dolar AS." Dia menambahkan, "Kami berkomitmen tetap di Indonesia. Ini sumber daya penting bagi Freeport, juga objek penting pemerintah dan Papua."

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom