Menuju konten utama

Gunung Merapi Meletus Hari ini: Apa Pemicu dan Ancaman Bahayanya?

Peristiwa Gunung Merapi meletus hari ini mengindikasikan suplai magma masih berlangsung. BMKG mencatat terjadi gempa dengan pusat tidak jauh dari Gunung Merapi.

Gunung Merapi Meletus Hari ini: Apa Pemicu dan Ancaman Bahayanya?
Letusan Gunung Merapi terlihat dari Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (9/11/2019). ANTARA FOTO/Agus Sarnyata/ajn/aww.

tirto.id - Gunung Merapi meletus hari ini, pada sekitar pukul 10.46 WIB, Minggu (17/11/2019). Letusan Merapi pada hari ini disertai kolom asap setinggi 1000 meter (1 km) dari puncak. Erupsi Merapi hari ini juga diikuti oleh luncuran awan panas dengan jarak 1 km lebih dari puncak, menuju ke arah hulu Kali Gendol.

Merujuk pada data milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), letusan Merapi pada hari ini tercatat di seismogram dengan amplitudo 70 mm dan durasi 155 detik. Ketika itu, arah angin terpantau menuju ke arah barat.

BPPTKG menerima laporan, setelah letusan terjadi, hujan abu muncul di area sekitar Gunung Merapi, dengan arah lebih dominan ke barat. Jangkauan hujan abu Merapi sejauh 15 km dari Puncak, yakni hingga di sekitar wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pada hari ini, hujan abu tipis dilaporkan terjadi di kawasan desa Banyubiru, Sumber dan Keningar. Ketiga desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Dukun.

Oleh karena itu, setelah letusan Merapi terjadi pada hari ini, peringatan VONA (Volcano Observatory Notice for Aviation) diterbitkan dengan kode warna Orange. Hal ini untuk mengantisipasi gangguan abu vulkanik terhadap penerbangan.

Sebelumnya, Merapi pernah meletus pada Senin (14/10/2019) dengan kolom asap setinggi 3000 meter dari puncak. Letusan itu terekam di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi 270 detik.

Selain itu, Merapi pernah meletus pada 9 November 2019. Letusan tersebut memicu kemunculan kolom asap berwarna kelabu tebal dengan ketinggian mencapai 1.500 meter dari puncak Merapi.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan setelah Merapi meletus pada 9 November lalu, aktivitas kegempaan di gunung api tersebut kembali meningkat selama dua hari lalu, 15-16 November 2019.

Menurut Hanik, seismograf mencatat gempa rata-rata vulkanotektonik dalam (VTA) terjadi 15 kali per hari dan gempa multiphase (MP) 75 kali per hari, pada 15-16 November kemarin.

Sementara pada pukul 00.00-11.00 WIB hari ini, Hanik mencatat terdapat tiga kali gempa VTA, empat kali gempa vulkanik dangkal (VTB) dan 16 kali gempa multiphase.

“Peningkatan kegempaan ini diduga mencerminkan akumulasi tekanan gas di bawah permukaan kubah yang berasal dari dapur magma di kedalaman lebih dari 3 kilometer,” kata Hanik dalam siaran persnya, yang dirilis pada Minggu sore (17/11/2019).

Hanik menambahkan letusan Merapi seperti pada hari ini kemungkinan masih dapat kembali terjadi. Sebab, ada indikasi suplai magma di Gunung Merapi masih berlangsung.

“Ancaman bahaya letusan ini berupa awan panas yang bersumber dari bongkaran material kubah lava dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan kurang dari [radius] 3 km (dari puncak),” kata dia.

Potensi ancaman tersebut diperhitungkan berdasarkan volume kubah lava Gunung Merapi yang saat ini sudah sebesar 416.000 meter kubik, sesuai dengan data pantauan drone pada 30 Oktober 2019.

Sampai hari ini, status Gunung Merapi masih berada di Level II (Waspada). Sesuai dengan rekomendasi BPPTKG, kawasan bahaya yang dilarang menjadi tempat aktivitas penduduk tetap di radius 3 km dari puncak Merapi.

Masyarakat di sekitar Gunung Merapi diminta mewaspadai abu vulkanik dari kejadian awan panas maupun letusan eksplosif. Masyarakat juga diimbau untuk mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di sekitar puncak Merapi.

Letusan Merapi Terjadi Sehari Setelah Gempa Sleman

Sebelum Gunung Merapi meletus hari ini, atau Minggu pagi, BMKG mencatat terjadi gempa dengan kekuatan Magnitudo 2,7 pada pukul 02.54 WIB, Sabtu dini hari kemarin (16/11/2019).

Sesuai dengan data yang dirilis Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa M2,7 tersebut berpusat di sekitar Gunung Merapi.

Lokasi episenter gempa M2,7 tersebut pada koordinat 7,63 LS dan 110,47 BT. Pusat gempa itu, tepatnya ada di darat, pada jarak sekitar 10 km arah selatan dari puncak Merapi, atau di wilayah Kabupaten Sleman. Kedalaman pusat gempa bumi ini hanya 6 km.

“Jadi, episenter gempa ini sangat dekat dengan puncak Merapi,” Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (17/11/2019).

Daryono mencatat, letusan Merapi pada 14 Oktober 2019 juga didahului serangkaian gempa tektonik yang berpusat di sekitar Merapi.

Gempa tektonik, Daryono menambahkan, memang dapat berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas vulkanisme pada gunung api yang sedang aktif, yakni ketika kondisi magma sedang cair dan kaya akan produksi gas.

“Dalam kondisi seperti ini erupsi gunung api mudah dipicu oleh gempa tektonik,” kata Daryono.

Jika merujuk pada data tahun 2001 dan 2006, Daryono menemukan catatan bahwa erupsi Merapi pada tahun itu didahului oleh aktivitas gempa tektonik. Dia juga mencatat, erupsi Gunung Unzen (Jepang) dan letusan Gunung Pinatubo pada 1990 dipicu pula oleh gempa tektonik.

“Gempa tektonik dapat meningkatkan stress-strain yang dapat memicu perubahan tekanan gas di kantong magma sehingga terjadi akumulasi gas, yang kemudian memicu terjadinya erupsi,” kata dia.

Meskipun demikian, Daryono menyatakan dugaan bahwa letusan Gunung Merapi pada hari ini dan beberapa tahun sebelumnya berkaitan dengan aktivitas gempa tektonik, masih perlu diperkuat dengan bukti dari kajian empiris.

Baca juga artikel terkait GUNUNG MERAPI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH