Menuju konten utama

Gugatan terhadap 6 Media di Makassar Bentuk Kriminalisasi

Dewan Pers ingin penggugat menyelesaikan sengketa pemberitaan dengan UU Pers. Apalagi penggugat belum menggunakan hak jawab.

Gugatan terhadap 6 Media di Makassar Bentuk Kriminalisasi
Sejumlah wartawan mengumpulkan kartu Pers ketika berunjuk rasa sebagai aksi solidaritas atas tindak kekerasan terhadap jurnalis akibat pemberitaan, di Lhokseumawe, Aceh. Rabu (15/1/2020). ANTARA FOTO/Rahmad/hp.

tirto.id - Enam media di Makassar, Sulawesi Selatan, yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar Today, Kabar Makassar, dan RRI Online digugat secara perdata oleh M. Akbar Amir, seseorang yang mengaku sebagai keturunan Raja Tallo.

Penggugat menuntut ganti rugi Rp100 triliun dan penghentian aktivitas jurnalistik kepada media-media tersebut karena sejumlah proyek investasinya batal akibat pemberitaan. Pengacara Lembaga Bantuan Hukum Pers, Mustafa Layong merespons hal tersebut.

"Gugatan hukum terhadap media itu tidak tepat dan mencederai demokrasi. Kami berharap negara, pemerintah, bahkan masyarakat yang hidup di lingkungan demokrasi, tidak merespons pemberitaan dengan gugatan atau kriminalisasi," ucap Mustafa via diskusi daring, Rabu,(22/6/2022). Negara demokrasi tercermin dengan adanya kebebasan pers.

Gugatan perdata yang ditujukan kepada pers adalah bentuk ancaman terhadap demokrasi. Ia berharap gugatan-gugatan seperti itu tidak berulang di masa depan. Gugatan Akbar terdaftar dengan nomor 1/Pdt.G/2022/PN Mks. Dalam gugatan itu ia menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.

"Pada gugatan tersebut tidak dijelaskan perbuatan melawan hukum," sambung Mustafa.

Dia berpendapat ada kepentingan umum dari pemberitaan yang dibuat oleh enam media itu lantaran berita mereka menjadi bahasan masyarakat. Apalagi yang jadi objek berita ialah perihal klaim.

Selanjutnya, Ninik Rahayu, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, berujar pers nasional berhak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi. Selain itu, jurnalis harus dilindungi dan menaati kode etik.

"Mestinya hak jawab, hak koreksi, digunakan betul. Kenyataannya, penggugat belum menggunakan itu. Tidak pernah meminta hak jawab yang seharusnya," kata Ninik.

Perusahaan pers pun punya mekanisme penyelesaian pengaduan masyarakat. Jika majelis mengabulkan gugatan Amir, maka akan jadi preseden buruk.

"Kenapa? Karena ini sengketa pers, sengketa pemberitaan, yang seharusnya diselesaikan dengan Undang-Undang Pers," pungkas Ninik.

Baca juga artikel terkait KEBEBASAN PERS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky