Menuju konten utama
Penyandang Disabilitas

Gugatan Dwi Aryani Dikabulkan, Etihad Wajib Bayar Rp537 Juta

Etihad dinilai telah melalukan diskriminasi terhadap kaum disabilitas.

Gugatan Dwi Aryani Dikabulkan, Etihad Wajib Bayar Rp537 Juta
Pesawat Etihad. REUTERS/Jacky Naegelen

tirto.id - Aktivis sekaligus penyandang disabilitas Dwi Aryani akhirnya memenangkan gugatannya terhadap maskapai Etihad Airways. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin oleh Ferry Agustina Budi Utami menilai bahwa tergugat, yakni Etihad telah melawan hukum karena tidak memenuhi kewajibannya.

Selain Dwi telah membayar tiket dan punya hak untuk pergi, Etihad juga dinilai telah melalukan diskriminasi terhadap kaum disabilitas. "Tergugat I harusnya memberikan fasilitas aksesibilitas," tandas Ferry, Senin (4/12/2017).

Hakim mengabulkan gugatannya karena Etihad Airways dianggap telah melanggar Pasal 134 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Berdasarkan undang-undang tersebut, hak penumpang penerbangan berkebutuhan khusus harus diperhatikan.

Sedangkan untuk gugatan Dwi ke PT Jasa Angkasa Semesta, dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan tidak dikabulkan oleh hakim. Alasannya, kedua institusi itu tidak berperan langsung dalam penurunan Dwi di Bandara Soekarno-Hatta kala itu.

Atas dasar itu, Etihad diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp537 juta dengan rincian kerugian materiil Rp37 juta dan Rp500 juta untuk imateriil.

Dalam gugatannya, Dwi meminta ganti rugi materiil sebesar Rp178 juta dan imateriil sebesar Rp500 juta. Sayangnya tuntutan ganti rugi materiil tidak dikabulkan Ferry lantaran tiket dan segala biaya Dwi untuk penerbangan ditanggung oleh Disability Right Fund (DRF). Kerugian imateriil dikabulkan tersebab Dwi merupakan perwakilan tunggal dari Indonesia dalam acara internasional tersebut.

"Menimbang bahwa ganti rugi yang ditanggung DRF karena sudah diberikan kepada penggugat dan penggugat tidak jadi datang ke sana, maka penggugat punya hak untuk meminta pengembalian atau refund atas perjalanan tiket tersebut," kata Ferry.

Hakim juga mengabulkan gugatan Dwi agar Etihad meminta maaf melalui media massa. Namun, hakim hanya mengharuskan Etihad meminta maaf melalui satu media massa nasional saja.

Menanggapi putusan ini, Dwi mengaku senang, apalagi hari internasional disabilitas baru saja diselenggarakan. Menurutnya, dengan putusan ini, hak-hak para kaum disabilitas bisa lebih diperhatikan lagi oleh semua pihak.

"Ini sebuah keputusan yang sangat berarti bagi kami semua karena ini menjadi tolok ukur bahwa hak-hak disabilitas di Indonesia harus diperjuangkan. Dan ini merupakan hadiah atau kado terindah bagi hari disabilitas internasional," katanya seusai sidang putusan tersebut.

Batal Berangkat ke Acara Disabilitas Internasional

Kasus ini berawal dari kejadian 1,5 tahun lalu, saat Dwi diturunkan dari pesawat maskapai Etihad Airways sebelum penerbangan. Etihad beralasan, Dwi yang merupakan seorang penyandang disabilitas bisa mengganggu jalannya penerbangan karena tidak ditemani pendamping.

Dwi awalnya berniat terbang ke Jenewa, Swiss melalui Abu Dhabi untuk menghadiri Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat check-in, Dwi meminta petugas untuk membantunya karena ia harus menggunakan kursi roda untuk masuk ke dalam pesawat.

Tidak lama kemudian sekitar 20 menit petugas Airport Operation Officer bernama Abrar, menghampirinya dan memintanya untuk turun karena tidak ada pendamping. Mereka beralasan, apabila ada masalah yang terjadi di dalam pesawat, maka Dwi akan kesulitan karena tidak didampingi oleh siapa pun.

Dwi lantas membuat petisi ke Ignatius Jonan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan Indonesia ke 37. Setelah itu, Dwi dan Etihad merencanakan pertemuan, tetapi pihak Etihad membatalkannya secara sepihak. Dwi lalu membuat gugatan ke ranah hukum.

Baca juga artikel terkait DISABILITAS atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto