Menuju konten utama

Greenpeace Khawatir Kebijakan B20 akan Dimanfaatkan Pebisnis Sawit

Greenpeace mengkawatirkan program B20 atau biodiesel yang diberlakukan pemerintah bisa membuat deforestasi di kawasan hutan Indonesia.

Greenpeace Khawatir Kebijakan B20 akan Dimanfaatkan Pebisnis Sawit
Foto udara kawasan perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.

tirto.id - Kepala Kampanye Forest Global untuk Indonesia, Greenpeace Kiki Taufik meminta pemerintah untuk memikirkan kembali kebijakan mandatori B20 atau biodiesel.

Ia mengkhawatirkan program ini dimanfaatkan oleh para pebisnis kelapa sawit yang akan menjadikan Indonesia sebagai pasar utama sehingga bisa menyebabkan deforestasi.

“Kebijakan mandatori itu mengkhawatirkan. Nanti larinya ke ekspansi, pembukaan lahan. Mereka [pebisnis kelapa sawit] jadi bikin pasar di Indonesia,” ucap Kiki saat dihubungi Reporter Tirto pada Senin (28/1/2019).

Konsekuensinya, kata Kiki, dapat berujung pada ekpansi pembukaan lahan untuk kelapa sawit yang lebih besar lagi. Belum lagi, sepanjang 2017 lalu, kelapa sawit masih mendominasi sebagai penyebab deforestasi sebanyak 80 ribu hektar hutan dari total 355 ribu hektar hutan.

Kiki menuturkan, saat ini pemerintah memang tengah berupaya melakukan pembatasan ekspansi lahan sawit. Salah satu kebijakannya adalah intensifikasi kapasitas produksi lahan sawit melalui penanaman ulang atau replanting.

Secara teori, kata Kiki, hal itu dapat mengatasi masalah produktivitas kebun sawit yang biasa disebabkan usia. Namun, kenyataannya Kiki mengatakan kebijakan itu tak sejalan dengan realisasinya.

Kendala yang sering ditemui berkaitan dengan mahalnya biaya replanting lantaran tanah sudah terlanjur tak subur. Lahan yang terjangkit genoderma itu, menurut Kiki, seringkali langsung ditinggalkan pengelolanya.

“Yang udah kena genoderma sehingga tidak subur lagi itu dibiarkan saja. Mereka tidak mau ambil itu dan lebih milih ekspansi ke lahan baru,” jelasnya.

Karena itu, Kiki menilai kebijakan yag lebih tepat untuk melawan bahan bakar fosil adalah Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energy seperti sinar matahari, angin, hingga air.

Menurutnya, anggaran pemerintah untuk EBT perlu dilakukan ketimbang mendorong bahan bakar hayati (biofuel).

“Kalau biofuel nanti konversi lahan lagi. Jadi ujung-ujungnya deforestasi,” ucap Kiki.

Sebelumnya, pada 25 Januari 2019 lalu, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah telah memahami dan mengatasi persoalan kehutanan.

Dalam pertemuan World Economic Forum itu, pemerintah mengklaim telah mengeluarkan kebijakan yang melarang pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit.

Tidak hanya itu, pada 18 Januari 2019, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan pernyataan yang mendorong pengembangan BBM ramah lingkungan. Dari semula 20 persen dari total campuran atau B20, ditargetkan pengembangan dapat mencapai 100 persen dari total campuran.

Baca juga artikel terkait BIODIESEL B20 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno