Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Grafik COVID Indonesia Juli 2021: Jauh dari Target & Tak Terkendali

Epidemiolog sebut grafik COVID di Indonesia menunjukkan masih belum terkendali. Sejumlah target tak tercapai dan kasus kematian melonjak.

Petugas mengangkat peti jenazah COVID-19 dibantu alat berat di pemakaman khusus COVID-19, Macanda, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Selasa (27/7/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc.

tirto.id - Para epidemiolog maupun ahli kesehatan masyarakat menyimpulkan grafik data pandemi COVID-19 di Indonesia menunjukkan masih tak terkendali. Sejumlah target pemerintah dalam pengendalian pandemi tidak tercapai dan angka kematian makin tinggi.

"Selama satu bulan setelah mulai dari pertengahan Juni sampai akhir Juli ini kasus atau pencapaian kita itu menunjukkan bahwa belum terkendali,” kata epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane kepada reporter Tirto, Kamis (29/7/2021).

Jika dilihat berdasarkan target yang dicanangkan pemerintah, kata Masdalina, hampir semuanya tidak tercapai. Pertama adalah target penurunan hingga di bawah 10.000 kasus COVID-19 dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021.

Namun yang terjadi penambahan kasus justru makin meningkat, pada 15 Juli terjadi lonjakan penambahan kasus 56.757. Pemerintah menyebut efek penurunan kasus baru akan terjadi usai PPKM darurat. Tetapi kenyataanya ketika PPKM darurat diubah menjadi level 1-4 dan diperpanjang, penurunan kasus mendekati 10.000 per hari belum pernah terjadi.

Bahkan setidaknya dalam 7 hari atau sepekan terakhir, rata-rata penambahan kasus baru mencapai 42.552. Rinciannya pada 23 Juli 49.071 kasus; pada 24 Juli 45.416; pada 25 Juli 38.679 kasus; pada 26 Juli 28.228; pada 27 Juli 45.203; pada 28 Juli 47.791; dan 29 Juli 43.479 kasus baru. Dan kini total kasus mencapai 3.331.206 orang.

Berikutnya adalah target testing yang masih sangat jauh dari yang dicanangkan yakni 500.000 testing per hari. Sejak 1 hingga 29 Juli 2021, testing tak pernah lebih dari separuh target yang terpenuhi. Testing paling tinggi terjadi 22 Juli yakni 228.702 orang yang dites.

Setelah itu, setidaknya dalam sepekan terakhir bila dirata-rata di bawah 200.000 sehari. Pada 23 Juli 202.385 orang yang diperiksa; pada 24 Juli 179.953; pada 25 Juli 124.139; pada 26 Juli 121.266; pada 27 Juli 180.202; pada 28 Juli 185.181; dan 29 Juli 173.464 orang diperiksa.

Begitu pula dengan target penurunan positivity rate sampai dengan 10 persen. Realisasinya sepanjang Juli 2021, positivity rate masih selalu di atas 20 persen bahkan pernah mencapai di atas 30 persen, yakni pada 20 Juli sebesar 33,4 persen.

Pun demikian dengan vaksinasi yang ditargetkan 1 juta tiap hari. Realisasinya dari 1 hingga 29 Juli 2021, hanya ada 8 hari yang memenuhi target itu. Di antaranya adalah 1 Juli yakni 1.063.908 vaksinasi baik penyuntikkan dosis pertama dan kedua; 5 Juli 1.105.807; 6 Juli 1.039.601; 9 Juli 1.140.956; 14 Juli 2.415.382; 17 Juli 1.316.942; 27 Juli 1.086.694; dan 29 Juli 1.121.090.

Menurut Masdalina, dari sekian target tersebut, salah satu yang diklaim berhasil oleh pemerintah adalah mampu menurunkan mobilitas warga yang tadinya 30 persen mobilitas warga menjadi menurun 50 persen.

“Itu klaim keberhasilan. Tapi itu tidak bisa dilihat oleh masyarakat. Sebab di lapangan jalan tol masih macet dan orang masih bisa pergi ke sana kemari. Jadi itu menurut kami itu hanya klaim sepihak. Tapi secara umum pengendalian pandemi belum terkendali,” kata Masdalina.

Menurut Masdalina, yang tidak bisa dipungkiri adalah angka kematian yang terus melonjak sejak pemberlakuan PPKM darurat dan perpanjangan PPKM level 1-4. Kematian merupakan sinyal terakhir yang menunjukkan apakah pengendalian pandemi berhasil atau tidak.

Kini total kematian mencapai 90.552 orang. Sepanjang 1-29 Juli 2021, angka kematian terus melonjak, bahkan sejak 16 Juli penambahan kematian karena COVID-19 selalu di atas 1.000 orang. Bahkan pada 27 Juli penambahan kematian mencapai 2.069 dan jadi yang tertinggi sepanjang pandemi.

Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dedi Supratman juga menyimpulkan bahwa grafik pada Juli 2021 menunjukkan pandemi belum terkendali. Ia bilang peningkatan kasus meninggal akan berbahaya jika terus dibiarkan. Meski pemerintah mengklaim tingkat keterisian rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) makin menurun, tetapi fakta angka kematian terus meningkat menandakan ada masalah serius.

“BOR turun, tapi faktanya masih susah orang mencari rumah sakit,” kata Dedi, Rabu (28/7/2021).

Tingginya kasus meninggal ini menurutnya menandakan banyaknya kasus yang tak tertangani. Dan banyaknya laporan bahwa pasien COVID-19 di antaranya meninggal saat isolasi mandiri, kata Dedi, merupakan imbas dari lemahnya pengawasan terhadap para pasien COVID-19.

Peningkatan kematian pasien COVID-19 di tengah lonjakan kasus juga berdampak pada tenaga kesehatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), angka kematian dokter karena COVID pada Juli 2021 mengalami lonjakan tertinggi selama pandemi. Belum genap sebulan lonjakannya mencapai lebih dari tiga kali lipat dibanding bulan sebelumnya.

Total dari Maret 2020 hingga 27 Juli 2021 sudah ada 598 dokter yang wafat. Dan pada Juli 2021 setidaknya dari tanggal 1 hingga 27 ada 168 dokter yang wafat. Angka itu melonjak lebih dari tiga kali lipat dibandingkan Juli yang terdapat 50 dokter yang meninggal karena COVID-19.

Selain itu, angka kematian dokter pada Juli 2021 ini dipastikan menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi melebihi kematian dokter tertinggi pada Januari 2021 sebanyak 65 kematian.

“[Peningkatan dokter yang wafat] penyebabnya karena lonjakan kasus COVID-19 tinggi yang kita alami mulai Juni dan puncaknya Juli 2021 ini,” kata Ketua Pelaksana Harian Mitigasi IDI Mahesa Paranadipa kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Rabu (28/7/2021).

Pemerintah melalui Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengakui bahwa angka kematian karena COVID-19 pada Juli 2021 menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi. Setidaknya dari 1-29 Juli tercatat sebanyak 32.061 kematian.

“Angka ini sangat tinggi mengingat pada sebelumnya kematian tertinggi tercatat pada bulan Juni lalu yakni 7.913 kematian,” kata Wiku saat memberikan keterangan pers, Kamis (29/7/2021).

Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah untuk menekan angka kematian ini di antaranya, kata Wiku, adalah dengan meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan untuk mencegah kematian sejak akhir Juni 2021. Contohnya, penambahan isolasi terpusat dan rumah sakit lapangan sebanyak 868 tempat tidur di Banten, 17.594 tempat tidur di DKI Jakarta, 4.310 tempat tidur di Jawa Barat.

Kemudian, 6.089 tempat tidur di Jawa Tengah dan 2.031 di DI Yogyakarta. Lalu, 7.339 tempat tidur di Jawa Timur dan 1.001 tempat tidur di Bali.

Pemerintah juga memberikan bantuan ke berbagai rumah sakit berupa bantuan tenda serbaguna, toilet portable, selimut. Serta penambahan pasokan oksigen lebih dari 1.000 ton oksigen dari hibah dalam dan luar negeri, pengelolaan truk armada untuk saluran oksigen, dan 3.825 oksigen konsentrator.

Baca juga artikel terkait PENYEBARAN COVID-19 INDONESIA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz