Menuju konten utama

GP Ansor Tolak Felix Siauw: Dakwah Mesti Dihadapi dengan Dakwah

"Kita tak bisa merasa paling benar atau paling berhak atas segala sesuatu di Indonesia. Kebenaran di Indonesia itu menurut hukum, bukan menurut ormas,” ujar peneliti politik UIN Jakarta.

GP Ansor Tolak Felix Siauw: Dakwah Mesti Dihadapi dengan Dakwah
Felix Siauw. instagram/felixsiauw

tirto.id - Gerakan Pemuda (GP) Ansor kembali menunjukkan sikap antipati terhadap Felix Siauw. Rabu 27 Juni 2019 siang, puluhan orang berseragam Ansor mendatangi gerbang kantor Anies Baswedan bekerja. Mereka memprotes kehadiran Felix sebagai penceramah tujuh menit bakda zuhur di Masjid Fatahillah, Balai Kota DKI Jakarta.

Abdul Aziz, Ketua GP Ansor DKI Jakarta menuding Felix sebagai tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang tak perlu diberi ruang oleh Pemprov DKI Jakarta. Felix, kata Aziz, punya keinginan mengubah Indonesia dari negara Pancasila menjadi negara khilafah islamiyah.

“Yang perlu dipahami oleh sama-sama, bukan soal kami menolak pengajiannya, tapi kehadiran tokoh HTI di balai kota itu yang mencederai dari keutuhan pancasila dan NKRI,” kata Aziz di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (27/06) siang.

Namun dalil GP Ansor menentang Felix malah menuai kritik. Adi Prayitno, peneliti politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan bila Ansor tidak sepakat dengan hal-hal yang didakwahkan Felix mestinya ini dihadapi dengan dakwah juga.

“Kalau ada kekhawatiran pengaruh dia akan membesar, ya harus ada narasi tandingan. Pake cara dakwah juga,” kata Adi kepada Tirto, Kamis (27/6/2019).

Adi mengatakan kewenangan menentukan seseorang bersalah atau tidak merupakan domain aparat penegak hukum yang diputuskan lewat pengadilan. Ia mengingatkan, meski Felix kerap dituduh menyebarkan ide khilafah namun hingga saat ini tidak ada satupun keputusan hukum yang menyatakan Felix tidak boleh berdakwah.

"Kita tak bisa merasa paling benar atau paling berhak atas segala sesuatu di Indonesia. Kebenaran di Indonesia itu menurut hukum, bukan menurut ormas,” ujarnya.

"Apa GP Ansor sudah memastikan terlebih dahulu ke pihak kepolisian atau Kemendagri bahwa Felix Siauw memang dilarang berdakwah? Kan dia enggak dilarang. Dia masih punya hak."

Adi berharap perbedaan pandang GP Ansor terhadap Felix diselesaikan melalui prosedur hukum yang telah diatur dalam perundangan-undangan. Ini penting guna menjaga iklim berdemokrasi di Indonesia tetap sehat dan kondusif.

"Jangan menghalangi kebebasan berekspresi dan berpendapat dia. Kalau memang mengkhawatirkan, ya laporkan," kata Adi.

Yang Dilarang Ujaran Kebencian dan Intoleransi

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati selama seseorang tidak mengujarkan kebencian dan intoleransi dalam ceramah maka ia berhak menyatakan pendapat. Sebaliknya jika memang orang-orang tersebut memang terlihat sering menyiarkan ujaran kebencian, maka barulah negara punya tanggung jawab agar individu-individu tersebut tidak ditempatkan di arus utama atau mainstream.

"Kenapa toleransi penting? Karena intoleransi pada umumnya akan beririsan dengan diskriminasi padahal pemerintah punya kewajiban agar tidak ada orang yang didiskriminasi di wilayah dia," kata Asfinawati kepada Tirto.

Asfinawati menilai dalil GP Ansor menolak Felix berceramah di Masjid Fatahillah karena dianggap tokoh HTI sebagai kekeliruan. Sebab menurutnya meski HTI telah diputuskan menjadi organisasi terlarang hal itu tak menggugurkan hak Felix sebagai warga negara. "Jadi gini, kita tidak boleh melarang orang hanya karena berdasarkan organisasi dia, karena satu organisasi belum tentu sama, misalnya kita bilang seluruh HTI tidak punya hak untuk berbicara," kata Asfinawati.

Apalagi menurut Asfinawati pembubaran HTI masih diwarnai perdebatan hukum. Ia mengingatkan apa yang dialami HTI serupa dengan Masyumi saat dilarang oleh Orde Lama. "Pertama, seseorang harus berhati-hati, tidak bisa dilarang berbicara karena diasosiasikan dengan organisasi yang dilarang. Kenapa? karena dalam kasus baik di negara kita maupun di negara lain pelarangan itu tidak legitimate secara hukum," jelasnya.

Aksi GP Ansor menolak orang-orang yang berbeda paham dengan mereka baik dari sisi politik serupa ide khilafah maupun khilafiyah agama. Pada 4 Maret 2017 GP Ansor dan Pemuda Banser Sidoarjo membubarkan acara tabligh akbar yang diadakan Takmir Masjid Shalahuddin di wilayah Gedangan Sidoarjo, Sabtu (4/3). Alasannya karena acara itu diisi Khalid Basalamah, orang yang mereka anggap kerap mendiskreditkan tata cara ibadah nahdliyin.

GP Ansor Kota Malang bersama aparat kepolisian juga pernah membubarkan acara talk Show bertajuk 'Cinta Mulia' dengan pembicara Felix Siauw di sebuah hotel di Kota Malang pada 30 April 2017. Alasan penolakan demi menjaga keutuhan Pancasila sebagai dasar negara dan menjaga persatuan masyarakat.

GP Ansor Bangil dan sejumlah organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU) lain menolak kedatangan Felix Siauw di Masjid Manarul Gempeng, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, pada Sabtu 4 November 2017. Pada Mei 2018 GP Ansor kembali menolak Khalid Basalamah berceramah di Masjid Hasyim Asyari, Jakarta. Alasannya demi menghormati tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asyari, yang pengikutnya menurut Ansor sering dibid’ahkan.

Negara Perlu Netral dan Buka Ruang Dialog

Peneliti dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan pemerintah perlu melakukan pendekatan preventif agar persoalan semacam ini tidak meruncing menjadi konflik horizontal. Negara misalnya bisa memfasilitasi ruang-ruang dialog antaramereka yang berbeda pendapat. "Menurut saya dalam posisi demikian negara harus bersifat preventif yaitu membuka ruang-ruang dialog yang terkunci oleh masing-masing kelompok,” kata Erwin.

Erwin mengingatkan negara dan aparaturnya tidak perlu terlalu mengintervensi perbedaan pandangan antarkelompok, khususnya terhadap hal-hal yang terkait dengan keagamaan. Negara, mesti menjadi fasilitator dialog yang netral agar tidak disalahkan saat kedua kelompok terlibat bentrok. "Namun saya lihat akhir-akhir ini negara terlampau jauh ikut campur dalam membatasi kebebasan ekspresi warga negara," ujarnya. "Nah saat terjadi benturan itu, negara akhirnya ditarik untuk berpihak ke salah satu kelompok."

Baca juga artikel terkait KHILAFAH atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Fadiyah Alaidrus & Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Jay Akbar