Menuju konten utama

GoPlay, Tatkala Gojek 'Menantang' Netflix

Gojek kini punya proyek baru: GoPlay, Netflix ala Gojek. Bagaimana prospeknya?

GoPlay, Tatkala Gojek 'Menantang' Netflix
Aplikasi streaming film GO-PLAY versi beta. tirto.id/Hafitz

tirto.id - "Tidak terasa, sudah sembilan tahun," ucap Nadiem Makarim, Pendiri Gojek, dalam konferensi pers perkenalan logo baru perusahaan, Solv. Nadiem berkisah, di awal kehadiran, Gojek hanya memiliki kantor berukuran 5x7 meter. Kala itu, ia pun tidak memiliki teknologi berarti guna menopang hidup Gojek.

"Sistemnya manual. Pesan ojek pake telepon, [dan pekerja Gojek] menelepon satu per satu [pengemudi ojek] hingga ada yang mau menerima order.”

Sembilan tahun berlalu, Gojek jadi raksasa. Bukan hanya sekedar memesan ojek via aplikasi, tapi juga mengirim barang, pesan-antar makanan, hingga dompet digital bernama GoPay. Lalu, dalam usaha menjadi super-app, istilah yang dipopulerkan WeChat yang berarti "aplikasi untuk segalanya", kini Gojek punya mainan baru: GoPlay. Netflix ala Gojek.

GoPlay masih berstatus beta, alias masih dalam tahap percobaan. Hanya kalangan internal dan pengguna tertentu yang memperoleh akses. Tampilan aplikasi GoPlay mirip dengan pemain sejenis. Pengguna dapat mencari film, menonton langsung, hingga mengunduh untuk ditayangkan secara offline.

Karena masih berstatus beta, ketika dicoba, aplikasi GoPlay terkadang sukar digunakan. Misalnya, meskipun telah mengunduh film, ketika koneksi internet mengalami gangguan, film tidak dapat diputar. User interface (UI) pemutar film pun tak lengkap. Tidak ada menu, misalnya, untuk menambahkan subtitle atau pengaturan lainnya.

Belum jelas berapa harga layanan ini bila nanti resmi diluncurkan. Namun, GoPay nampaknya akan menjadi alat transaksi utama.

Hingga tulisan ini dimuat, ada delapan segmen kategori film di aplikasi GoPlay. Kategori "GoPlay Eksklusif" memberikan film-film yang hanya tayang di GoPlay. Kategori "Baru di GoPlay" menampilkan film-film yang baru masuk GoPlay. "Teen Spirit" menyajikan film bagi remaja.

Lebih lanjut, kategori "Cocok Buat Waktu Keluarga" berisikan pilihan film bagi keluarga. "Film Hits Indonesia" berisi film-film yang populer. "Yang Serem di Go-Pay" menyajikan film-film horor. "Buat Lagi Galau" memuat film-film tentang percintaan. Terakhir, kategori "Pilihan Kritikus" berisi film-film yang memperoleh ulasan bagus.

Jika ditelusuri, film-film yang tersedia pada GoPlay masih didominasi film lokal, dengan dua film asal Korea Selatan menyempil, yakni Whats’s Wrong with Secretary Kim dan Life on Mars.

Sebagai daya tawar, GoPlay pun menyajikan film bertitel "GoPlay Original" dan "GoPlay Exclusive," yakni film yang dibuat sendiri atau dilisensi khusus untuk hanya dapat ditayangkan di aplikasinya, bukan yang lain.

Beberapa film yang masuk kategori ini ialah Filosofi Kopi The Series garapan Visinema. Lalu, ada pula Wiro Sableng, garapan Angga Dwimas Sasongko, sang Chief Operating Officer Visinema. Selain dua nama film itu, ada pula Aruna & Lidahnya serta Kulari ke Pantai.

Yang unik, Visinema merupakan rumah produksi yang didukung GDP Venture, modal ventura milik Djarum yang juga menggelontorkan uang ke Gojek.

Sementara itu, Aruna & Lidahnya serta Kulari ke Pantai ialah film yang disokong Ideosource, modal ventura lokal yang didirikan oleh Sugiono Wiyono dan Andi Boediman, yang didukung Indra Widjaja dari Sinarmas Group. Tapi, perlu diingat, kedua film ini pun didanai Gojek melalui GoStudio.

Melalui kekuatan GDP dan GoStudio, GoJek nampaknya hendak mengembangkan konten-konten asli mereka. Strategi ini jelas tak salah. Dalam laporan berjudul "Asia-on-Demand: The Growth of VoD Investment in Local Entertainment Industries," AlphaBeta, firma riset digital, menyebut bahwa di negara-negara Asia, seperti Indonesia dan India, konten lokal menjadi konten yang banyak dikonsumsi, mengalahkan konten impor, seperti dari Hollywood.

Di Indonesia, misalnya, 44 persen pengakses layanan video streaming mengkonsumsi konten lokal. Di India, angkanya bahkan mencapai 53 persen.

Karena permintaan pasar atas konten lokal besar, investasi pemain streaming untuk menciptakan konten lokal, tinggi. Pada 2022, investasi aplikasi streaming untuk mencipta konten lokal, menurut AlphaBeta, diprediksi akan mencapai angka USD10,1 miliar.

Dari angka USD10,1 miliar itu, USD5,4 miliar akan dikeluarkan untuk menciptakan konten asli mereka, atau dalam istilah Netflix, "original". Sisanya, uang senilai USD4,6 miliar akan dibelanjakan untuk melisensi konten-konten lokal yang dimiliki produsen-produsen lokal.

GoPlay jelas tak sendirian. iFlix sejak 2016 telah bekerja sama dengan Screenplay Films. Kerja sama iFlix-Screenplay telah menghasilkan 12 film Indonesia yang tayang di platform tersebut, termasuk Magic Hours dan Headshot.

Viu memilih jalan yang berbeda dalam menghasilkan konten lokal. Daripada bekerja sama langsung dengan rumah produksi lokal, Viu bekerja sama dengan institusi pendidikan, salah satunya dengan Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Dalam kerja sama tersebut, Viu mencipta ekosistem perfilman lokal dengan mengadakan Viu Pitching Forum dan Viu Shorts. Melalui sistem ini, Viu telah menghasilkan Halustik dan Knock Out Girl sebagai konten lokal Indonesia yang mereka jual di 16 negara.

Tentu, konten lokal beserta konten original saja tak cukup. GoPlay mesti pula menyajikan konten impor berkualitas, khususnya dari Hollywood. Sialnya, ini sangat menantang.

Hiburan yang Dikuasai Disney

Sejak Netflix bersinar melalui berbagai konten orisinil seperti Stranger Things hingga Daredevil, dunia layanan film streaming bergejolak. Pada 2018 lalu, misalnya, publik Amerika Serikat disebut-sebut lebih suka menikmati film di rumah via Netflix alih-alih pergi ke bioskop. Pendapatan yang dapat diraup para pemain streaming diperkirakan mencapai USD24,7 miliar pada tahun ini, dan diprediksi meningkat 3,2 persen saban tahun.

Netflix, disebutkan The New York Times, merupakan perusahaan yang kini bernilai USD156 miliar. Kisah sukses Netflix itu, selain diikuti Gojek, juga Disney.

Dalam jagat video streaming, Disney hanya punya Hulu, layanan video streaming garapan bersama antara Disney, Fox, Comcast, dan AT&T. Sialnya, layanan mereka tak punya kekuatan berarti melawan Netflix. Saat ini, pelanggan Hulu hanya berkisar di angka 25 juta.

Untuk mengejar ketertinggalan, Disney kemudian menciptakan Disney+. Kekuatannya jelas tidak main-main. Sebagai raja hiburan, khususnya di dunia sinema, bisa dibilang Disney paripurna dan tanpa tanding.

Di satu tangan, Disney 'menggenggam' jagat hiburan, ada Walt Disney Studio yang menjadi pemilik sah Pixar, Marvel Entertainment, hingga Lucas Film. Melalui sejumlah studio tersebut, Disney bisa menghadirkan Toy Story, Up, Coco, Cars, The Incredibles, Finding Nemo, semua seri Marvel Cinematic Universe hingga semua seri Star Wars.

Di tangan lainnya, Disney 'mencengkeram' industri media. The Walt Disney Company 'menggenggam' Disney Media Network, yang menjadi pemilik sah 21st Century Fox, ESPN, National Geographic Channel, History Channel, dan sebagian VICE.

Yang menarik, banyak konten bertitel "Netflix Original" sebetulnya milik Disney. Tengoklah Daredevil, Iron Fist, Jessica Jones, Luke Cage, hingga The Punisher. Terdapat kemungkinan bahwa konten-konten tersebut akan ditarik Disney untuk hanya diputar via Disney+.

Mengikuti pemain lain, Disney pun nampaknya tak akan meninggalkan konten lokal. Ini, misalnya, tercermin dari penunjukkan Herry Salim, Veronica Espinosa-Cabalinan, dan Subha-Orn Rathanamongkolmas, sebagai country manager untuk Indonesia, Filipina, dan Thailand. Sebagaimana diwartakan Rappler, penunjukan orang lokal itu dilakukan untuk "memperkuat fokus pada negara-negara dengan pertumbuhan pasar yang tinggi di Asia Tenggara."

Untuk menyukseskan 'mainan baru' mereka, GoPlay, Gojek tampaknya akan mendapatkan tantangan yang cukup serius dari Disney.

Baca juga artikel terkait PLATFORM VIDEO STREAMING atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara