Menuju konten utama

Google Assistant: Si Penguping di Genggaman Tangan

Data 1.000 rekaman suara Google Assistant bocor. Selamat datang di era penuh mata-mata digital.

Google Assistant: Si Penguping di Genggaman Tangan
Google Assistant [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Di era teknologi kiwari, fitur asisten suara di berbagai perangkat digital bukan lagi merupakan hal yang asing. Dari sekian banyak teknologi asisten suara yang ada, asisten virtual dari Google, Google Assistant, adalah salah satu yang paling banyak dijumpai.

Google Assistant melekat pada ponsel, khususnya Android, juga perangkat-perangkat lain, seperti Google Home. Melalui Google Assistant, pengguna dapat meminta Google melakukan banyak hal, mulai dari mengingatkan sesuatu hingga bercakap-cakap ringan.

Pada 2017, menurut Statista, Google Assistant merupakan asisten virtual pemilik 25 persen pangsa pasar. Pertumbuhannya diprediksi positif, dengan kepemilikan 43 persen pangsa pasar pada 2020 mendatang. Google Assistant digadang-gadang akan berjaya.

Sayangnya, reputasi positif Google Assistant ternoda. Sebagaimana diwartakan Ars Technica, merujuk pemberitaan media lokal Belgia bernama VRT NWS, 1.000 rekaman percakapan pengguna Google Assistant bocor ke publik. "Kami (VRT NWS,) dapat mendengar lebih dari seribu rekaman (Google Assistant)," terang VRT NWS. "Dalam rekaman yang kami dapat, kami bisa mendengar secara gamblang percakapan pengguna yang sensitif."

Rekaman Google Assistant dan penggunanya yang bocor memang memuat percakapan paling privat manusia, seperti percakapan di kamar tidur, percakapan antara orang tua dan anak, hingga percakapan profesional. Sebagai catatan, rekaman yang dikuasai VRT NWS itu diperoleh dari subkontraktor yang dipakai Google.

Google, dalam pembelaannya, menyatakan bahwa bocornya 1.000 percakapan Google Assistant terjadi karena satu dari beberapa ahli bahasa yang mereka pekerjakan melanggar aturan.

Menurut Google, mempekerjakan ahli bahasa merupakan upaya mereka untuk memahami nuansa dan dialek bahasa di dunia agar mereka dapat memberikan pengalaman asisten virtual yang lebih baik. Pun, mereka menegaskan bahwa ahli bahasa hanya memperoleh akses pada 0,2 persen dari potongan-potongan rekaman Google Assistant. Mayoritas rekaman, aman di tangan Google.

Terpelesetnya Google Assistant ini seolah mengekor kawan-kawan asisten virtual lainnya yang lebih dahulu terjebak pada masalah yang sama. Pada 2015, asisten virtual dari Apple, Siri, disorot lantaran pada bagian ketentuan pengguna Apple menyatakan bahwa "dengan menggunakan Siri, kamu setuju memberikan Apple dan perusahaan turunannya untuk mentransmisikan, mengumpulkan, memelihara, memproses, dan menggunakan informasi [rekaman suara]."

Selanjutnya, sebulan lalu, giliran Alexa, asisten virtual ala Amazon, yang digugat ke pengadilan oleh perempuan asal Massachusetts. Ini karena Amazon dengan tanpa persetujuan merekam percakapan putrinya yang masih berusia 10 tahun.

Dalam Children Online Privacy and Protection Act (COPPA), aturan tentang dunia digital bagi anak-anak di AS, merekam percakapan anak-anak adalah tindakan ilegal. Dalam aturan itu tercatat bahwa perlu "dual-party consent" atau persetujuan dua pihak, apabila suatu pihak ingin memiliki sebuah rekaman percakapan.

Amazon, dalam pembelaannya, menyatakan bahwa perusahaannya "berkomitmen penuh untuk menjaga kepercayaan pelanggan dan memiliki protokol ketat menjaga privasi milik pengguna yang mereka kuasai."

Penguping Ulung

Dalam "Always On: Privacy Implications of Microphone-Enabled Devices" yang ditulis Stacey Grey, munculnya asisten virtual seperti Google Assistant hingga Siri terjadi seiring dengan perkembangan perangkat-perangkat yang selalu terkoneksi dan didukung atas kelahiran teknologi bernama speech recognition, yakni teknologi yang dapat mengenal suara manusia.

Atas kelahiran dua hal itu, asisten virtual muncul sebagai cara interaksi baru antara manusia dengan mesin yang disebut dengan voice-user interface (VUI). Melalui VUI, manusia tidak perlu lagi perangkat tambahan semisal kibor, tetikus atau stylus untuk berinteraksi dengan mesin. Yang perlu dilakukan oleh konsumen hanyalah 'berbincang' langsung dengan mesin dengan cara yang paling natural.

Secara umum, asisten virtual akan aktif dengan kode khusus. Google Assistant dengan "Ok, Google", Siri dengan "Hey, Siri", dan Alexa dengan "Hi, Alexa." Pengaktifan asisten virtual dengan kode khusus ini disebut dengan pengaktifan manual.

Sayangnya, meskipun diaktifkan secara manual, asisten virtual sebenarnya terus memantau suara-suara si empunya. Situasi ini, oleh Grey, kemudian disebut sebagai "The Era of Ubiquitous Listening."

Pada kasus bocornya rekaman Google Assistant di atas, misalnya, 153 rekaman dari 1.000 rekaman yang bocor diketahui tak diawali dengan kode "Ok, Google", yang merupakan saklar untuk mengaktifkan asisten virtual ini.

Hal ini jelas merupakan ancaman bagi privasi para pengguna teknologi. Apalagi, Google Assistant dan Siri merupakan asisten virtual yang melekat langsung pada ponsel, organ terpenting manusia di zaman ini.

Infografik Asisten Virtual

Infografik Asisten Virtual. tirto.id/Nadia

Terlepas dari masalah privasi tersebut, teknologi ini sesungguhnya masih jauh dari kata sempurna. Sebagaimana dilansir Washington Post, Google Assistant, masih sulit memahami beragam aksen Inggris dan bahasa selain Inggris.

Dalam uji coba menggunakan 70 perintah suara yang dilakukan manusia pada Google Home menggunakan bahasa Inggris, secara keseluruhan tingkat akurasi respons Google Assistant mencapai 83 persen. Namun, nilainya bisa lebih rendah, tergantung dari aksen yang digunakan.

Tingkat akurasi Google Assistant mengenali perintah suara dari mereka yang menggunakan aksen bahasa Inggris wilayah Pantai Timur Amerika Serikat, misalnya, lebih rendah 2,5 persen dibandingkan dengan tingkat akurasi Google Assistant mengenali perintah suara mereka yang menggunakan aksen bahasa Inggris wilayah Barat AS.

Sementara itu, dengan penutur utama lebih dari 800 juta jiwa, bahasa Mandarin rupanya memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan bahasa Inggris. Tingkat akurasi perintah yang dilakukan menggunakan bahasa Mandarin memiliki tingkat akurasi lebih rendah 2,6 persen.

Tentu saja, bahasa-bahasa lain yang memiliki jumlah penutur yang lebih sedikit tentu tingkat akurasinya bisa lebih rendah lagi.

Baca juga artikel terkait GOOGLE ASSISTANT atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara