Menuju konten utama

Giorgio Chiellini, Bek Tradisional Terakhir Italia

Salah satu faktor kunci kemenangan Italia di Euro 2020 adalah Giorgio Chiellini. Ia tak segan beradu fisik dengan lawan; merayakan tekel seperti gol.

Giorgio Chiellini, Bek Tradisional Terakhir Italia
Kapten Italia Giorgio Chiellini, mengenakan mahkota dan memegang trofi, dan rekan satu timnya tiba di sebuah hotel setelah kembali dari London, di Roma, Senin, 12 Juli 2021. AP Photo/Riccardo De Luca

tirto.id - Dia mencetak hat-trick pada pertandingan Italia melawan Azerbaijan pada kualifikasi Euro 2016 yang berakhir dengan skor 2-1 (ya, termasuk gol bunuh diri). Dia salah satu korban gigitan Luis Suárez (ya, ada beberapa korban, dan dia menjadi yang terakhir sejauh ini).

Euro 2020 menambah panjang deretan hal-hal yang bakal diingat publik soal bek Italia satu ini. Kita melihat bagaimana guyonannya terhadap kapten Spanyol Jordi Alba sebelum babak tos-tosan pada babak semifinal dianalisis banyak pihak sebagai upaya mengukuhkan dominasi sekaligus menjatuhkan mental lawan. Ada pula pelanggaran teknis terhadap Bukayo Saka saat final melawan Inggris yang luas dijadikan bahan meme di internet.

Dia Giorgio Chiellini.

Beberapa warganet terkejut mendapati lini belakang Italia masih diperkuat Chiellini. Sebagian lagi mengira Chiellini dan duetnya di pos bek tengah, Leonardo Bonucci, merupakan orang yang sama. Turnamen internasional seperti Euro atau Piala Dunia memang memberikan kesempatan untuk para penonton kasual terpapar informasi dan aksi pemain yang tidak mereka ikuti perkembangannya.

Namun, bagi penikmat Serie A, sama sekali tidak ada yang mengejutkan dari keberadaan Chiellini. Semua seakan mafhum jika pemain berusia 36 tahun dengan segala polahnya itu masih layak menjadi pilar pertahanan sekaligus kapten Italia. Satu posisi bek tengah boleh saja diperebutkan Bonucci, Matthijs de Ligt, dan Merih Demiral. Tapi satu tempat lainnya, kalau bisa, sih, ditempati Chiellini seorang.

Memang ada segelintir penggemar yang protes kepada pelatih Roberto Mancini yang tidak memberi lebih banyak kesempatan kepada bek yang lebih muda, sementara di kalangan suporter Juventus, klub yang diperkuat Chiellini sejak 2004, kerap muncul gagasan untuk memberikan sang kapten lebih banyak waktu istirahat agar ia bisa fit pada laga krusial di liga dan fase knockout di Liga Champions.

Merayakan Tekel Selayaknya Gol

Satu posisi di jantung pertahanan Juventus bisa diisi bek cadangan kelima atau anak ingusan dari Juventus U23, sebab kehadiran Chiellini di sebelahnya sanggup menghadirkan rasa aman, meski pos penjaga gawang tak lagi rutin ditempati Superman dunia nyata, Gianluigi Buffon.

Bek bernomor punggung 3 ini nyaris selalu tampak tenang, untuk beberapa saat kemudian telah berada dalam posisi siap menekel (kadang dengan keras) pemain lawan. Chiellini kerap disebut-sebut sebagai salah satu pemain yang mengusung dark arts--seni gelap sepak bola. Tangannya seolah otomatis akan mengayun ke muka striker saat umpan lambung datang. Tarik-menarik kaus jadi pemandangan biasa. Tekel-tekelnya pernah mencederai striker Belanda Robin van Persie bahkan rekan satu tim, Fabio Cannavaro.

Karena sama-sama kidal dan tak ragu beradu fisik dengan lawan, wajar muncul perbandingan antara Chiellini dengan para pendahulunya di klub dan timnas seperti Paolo Montero dan Marco Materazzi. Bedanya, 'kebrutalan' Chiellini hampir pasti dilanjutkan dengan seringai atau ajakan tos terhadap pemain yang baru saja tergerabak menerima tekelnya.

Mudah untuk memprediksi bahwa gaya bermain seperti itu bakal bikin lawan naik pitam. Contohnya, ya, gigitan Suarez itu. Lalu Paolo Maldini, idolanya, juga pernah mencengkeram dengan penuh amarah kaus pemain berjuluk King Kong itu pada satu pertandingan Milan kontra Juventus. Contoh lain tentu saja duel melawan Zlatan Ibrahimović yang selalu menjadi tontonan menarik.

Orang ini menikmati betul duel fisik dengan striker lawan—hal yang tak terhindarkan dalam perjalanan menuju tangga juara. Dalam suatu kesempatan, Chiellini menyatakan bahwa, "Gol yang saya cetak di perempat final Liga Champions melawan Barcelona memberikan lebih sedikit kegembiraan ketimbang menghentikan Harry Kane mencetak gol di menit ke-89."

Trio BBC yang beranggotakan Bonucci, Andrea 'The Wall' Barzagli, dan Chiellini membuktikan yang dikatakan manajer legendaris Alex Ferguson suatu waktu: "Attack wins you games, defence wins you titles." Mereka mempertontonkan pertahanan dengan otoritas penuh dan menorehkan sederet gelar di level klub. Mereka merayakan tekel-tekel penting tak ubahnya selebrasi gol.

Tanpa Barzagli yang telah pensiun, Bonucci-Chiellini kini meneruskan tradisi panjang duet bek tengah Italia yang dapat diandalkan, mewarisi Gaetano Scirea-Claudio Gentile atau Franco Baresi-Alessandro Costacurta.

Chiellini tidak memiliki gaya bermain elegan selayaknya Maldini atau Alessandro Nesta. Selain saat menyapu bola dari kaki lawan, dia selalu tampak canggung saat menguasai dan membawa bola. Pemain yang memulai debutnya sejak 2000 di klub sayap kiri Livorno ini lebih menyerupai 'bek kuno' dari Italia masa lampau yang terobsesi dengan bertahan, marking ketat, dan intimidasi fisik maupun mental terhadap striker lawan. Dialah Gentile atau Cannavaro untuk generasi sekarang, sekaligus yang terakhir dari bek jenis ini.

Hari ini, saat skema para pelatih kian rapat dengan kemampuan pemain yang membuat lapangan tampak makin sempit, marking ketat seolah tak begitu diperlukan. Kenyamanan saat membawa dan mendistribusikan bola telah menjadi prioritas untuk para bek tengah. Maka bek seperti Chiellini mungkin belum bakal betul-betul punah, tapi sejujurnya sulit untuk melihat mereka menjadi andalan klub besar.

Salah satu figur yang membuat Chiellini kerap luput diperhitungkan sebagai bek tengah terbaik di generasi ini adalah kiprah pengusung dark arts lain bernama Sergio Ramos. Pemain yang kini memperkuat PSG bisa dikatakan melampaui pencapaian Chiellini bersama tim dengan empat gelar Liga Champions bersama Real Madrid, dan generasi emas Spanyol yang menyapu bersih nyaris semua trofi.

Keduanya merupakan tipikal pemain pertama yang patut dibenci sebagai lawan, tapi jadi pemain pertama pula yang dipuja kala membela tim yang kau gemari. Barangkali Inggris butuh Ramos dan Chiellini versi mereka sendiri.

Membawa Sepak Bola Pulang ke Roma

"Dia tahu apa yang dia lakukan. Chiellini adalah bek top dan pria yang sangat cerdas," José Mourinho mengomentari pelanggaran Chiellini terhadap Saka.

Selain tokoh-tokoh sepak bola Italia, Mourinho merupakan satu dari sedikit orang yang pantas untuk dimintai pendapat soal bertahan. Pelatih baru AS Roma juga mengatakan, "Mereka [Chiellini dan Bonucci] harus pergi ke universitas olahraga dan memberikan kuliah tentang bagaimana menjadi bek tengah."

Kapabilitas Chiellini dalam membantu serangan plus mengisi pos bek kiri memudahkan Mancini untuk memplotnya lebih ke depan dalam skema 'gaya baru' ini. Dalam sejumlah pertandingan di mana lawan bertahan sangat dalam, termasuk beberapa momen pada laga final, Chiellini maju cukup jauh melewati garis tengah. Ini memungkinkan bek-bek kiri Italia, Leonardo Spinazzola atau Emerson Palmieri, leluasa mendominasi bagian kanan pertahanan lawan.

Dengan total 17 pertandingan, Chiellini menyamai rekor Buffon sebagai pemain dengan penampilan terbanyak keempat sepanjang masa Euro. Setelah satu kali tumbang di tangan Jerman dan dua kali digagalkan Spanyol (termasuk cedera yang menimpanya pada final Euro 2012 di mana Italia digasak La Roja 0-4) pada empat gelaran Euro sebelumnya, Chiellini betul-betul merayakan detik demi detik penampilan terakhirnya di kompetisi tertinggi Eropa ini.

Infografik Giorgio Chiellini

Infografik Giorgio Chiellini. tirto.id/Quita

Sebagian orang merayakan 'keselamatan' dunia dari arogansi media dan suporter Inggris, sedangkan ratusan ribu orang menandatangani petisi menuntut laga final diulang lantaran menurut penilaian mereka, Chiellini seharusnya di-kartu merah-kan untuk pelanggaran terhadap Saka. Apa pun itu, Chiellini sukses memberikan trofi jawara Eropa kedua untuk Italia dan membawanya pulang ke Roma.

Tahun depan Chiellini menginjak usia 37. Dalam umur tersebut pemain Eropa yang populer kerap disarankan bermain di MLS atau Liga Qatar saja, atau seperti lebih banyak pesepak bola lain: pensiun. Bonucci telah berupaya meyakinkan kompatriotnya ini untuk tidak buru-buru gantung sepatu dan bertempur satu kali lagi di sampingnya di Piala Dunia 2022. Jika berhasil, kita masih bisa melihat permainan sang bek tradisional itu satu tahun ke depan, dan bisa jadi, lebih banyak lagi meme diproduksi dari aksi-aksinya.

Dia tersenyum saat suporter lawan mencemooh lagu kebangsaan Italia, dia meneror siapa pun lawan yang mendekati gawang timnya, dia merayakan tekel layaknya mencetak gol, dia menggebuk dadanya seperti King Kong, dia salah satu bek tengah terbaik yang pernah meramaikan permainan ini.

Dia Giorgio Chiellini.

Baca juga artikel terkait TIM NASIONAL ITALIA atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Olahraga
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino