Menuju konten utama

Gimik Kartu Prakerja dan Nasib Ojol di Masa Pandemi COVID-19

Kartu Prakerja diharapkan pemerintah jadi salah satu solusi buat mereka yang di-PHK dan bekerja di sektor informal. Tapi, program ini punya bolong di sana-sini.

Gimik Kartu Prakerja dan Nasib Ojol di Masa Pandemi COVID-19
Ilustrasi Kartu Prakerja. tirto.id/Lugas

tirto.id - Pada 29 Maret, dua hari sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan jaring pengaman sosial, Kemenko Perekonomian menyurati sejumlah kementerian terkait untuk meminta data pekerja ter-PHK, pekerja yang dirumahkan, dan UMK.

Tujuannya untuk dimasukkan dalam program Kartu Prakerja, salah satu stimulus yang didorong pemerintahan Jokowi untuk menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Yang menarik, surat itu tak cuma dilayangkan ke kementerian terkait, seperti: Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, dan BPJS Ketenagakerjaan. Ada dua decacorn yang turut diundang menyumbangkan data pekerja terdampak COVID-19, yakni Gojek dan Grab.

Selain mengkhawatirkan pekerja yang di-PHK, pemerintah memang tampak punya kekhawatiran khusus pada “mitra” kedua perusahaan teknologi itu, yang terimbas penurunan daya beli karena COVID-19.

Dalam poin ketiga instruksi surat itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin, bahkan meminta khusus kedua perusahaan itu mengirimkan “data driver ojol (ojek online) dan mitra lain (go-clean dan go-massage)”.

Menurut Salahuddin yang mengirim surat itu, nama Gojek dan Grab dicantumkan karena memiliki “data by name by address” seperti yang dicari pemerintah. Kelengkapan data itu penting untuk transparansi penyaluran bantuan. Namun, ia menampik hal itu dilakukan karena mengistimewakan kedua perusahaan tersebut.

“Perusahaan lain yang menyampaikan data-data by name by address juga kami terima, baik yang dikumpulkan kementerian atau lembaga, pemda, maupun asosiasi,” kata Salahuddin kepada Tirto.

“Bukan hanya data dari Gojek yang dikumpulkan, seluruh data by name by address dari yang terdampak juga termasuk kompetitor Gojek,” tegas Salahuddin.

Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), menilai perusahaan besar macam Gojek dan Grab harusnya juga turut andil dalam mensubsidi kehilangan pendapatan mitranya. Menurutnya, mereka tak bisa menggantungkan nasib mitra hanya pada pemerintah.

“Perusahaan lain pastinya merasa ada diskriminasi,” kata Bhima.

Sementara itu, Direktur Kemitraan, Komunikasi dan Pengembangan Ekosistem Panji Winanteya Ruky—yang bertugas mengumpulkan data tersebut di Kemenko Perekonomian, mengatakan bahwa “pemerintah fokus membantu pekerja dan pelaku usaha kecil dan mikro. Bukan perusahaannya.”

Ia juga mengklarifikasi pendataan oleh kementerian dan lembaga negara seperti yang diminta surat itu bukan pendaftaran resmi Kartu Prakerja.

“Pendaftaran hanya melalui situs prakerja oleh masing-masing individu,” tambah Panji, yang pernah menjabat Senior Vice President of Public Policy & Government Relation di Gojek Group.

Kelemahan Kartu Prakerja dan Peluang Nepotisme

Dari total Rp405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk penanganan wabah COVID-19, Presiden Jokowi mengalokasikan jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun untuk masyarakat lapisan bawah. Sementara untuk program Kartu Prakerja sendiri mendapat anggaran Rp20 triliun, yang rancangan awalnya hanya mendapat Rp10 triliun.

Uang itu diharapkan bisa berguna buat 5,6 juta terutama pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak Covid-19.

“Jumlah kuota penerima per minggu 164.782 orang,” kata Ruky. Dan pendaftaran sudah dimulai sejak minggu ini.

Padahal, dalam surat yang dikirim Salahuddin ke kementerian terkait menyebut tenggat pengumpulan data itu sampai 31 Maret. Namun, Ruky sebagai manajemen pelaksana mengklarifikasi bahwa pendaftaran Kartu Prakerja tak dibatasi tenggat dan akan terus berlangsung.

Buat Bhima, surat itu menggambarkan ketidaksiapan pemerintah menjalankan program ini. “Artinya, implementasi Kartu Prakerja butuh waktu. Datanya saja belum ada,” ujarnya.

Selain itu, Bhima mengkritik konsep program Kartu Prakerja yang menurutnya kurang pas dan tepat sasaran dalam menghadapi tekanan ekonomi karena COVID-19. “Pekerja informal yang kehilangan pendapatan dan korban PHK butuh bantuan tunai, bukan dikasih pelatihan dulu,” tambahnya.

Program ini memang menyediakan pelatihan buat mereka yang lulus seleksi mendaftar di laman prakerja.go.id, dengan rincian insentif: bantuan pelatihan Rp1 juta, tunjangan bulanan Rp600.000 per bulan selama 4 bulan, dan insentif survei Rp150.000 per peserta. Totalnya, Rp3.550.000. Dan sejauh ini pelatihan yang dimaksud akan berlangsung online.

Menurut Bhima, konsep pelatihan online itu tidak tepat sasaran karena akses digital yang belum merata. “Di Jakarta sendiri enggak semua punya smartphone dan laptop. Bagaimana dengan pedagang asongan, usaha mikro, pemulung? Ini kan enggak pas ya konsepnya,” tambah Bhima. “Akhirnya, yang benar-benar membutuhkan stimulus justru tidak dapat.”

Salahuddin mengatakan, “Selama COVID[-19], kami mendahulukan pelatihan online karena menjaga prosedur dan protokol pemerintah untuk physical distancing. Ke depan lebih didorong pelatihan offline dan hybrid (online dan offline).”

Bhima juga mencium peluang nepotisme lain.

Program pelatihan kartu prakerja yang hanya diselenggarakan oleh delapan provider yang sudah ditentukan pemerintah. Delapan provider itu: Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru milik staf khusus presiden Adamas Belva Syah Devara, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Kemenaker, dan Pijar mahir.

Menurut Bhima, ada celah menguntungkan sebagian pihak yang menjadi vendor pelatihan kartu prakerja sebab tak ada lelang yang cukup transparan.

Kecurigaan Bhima tak ada salahnya. Pasalnya, pemerintah telah mengeluarkan Perppu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019, yang dalam pasal 27, membuat pemerintah kebal dari tuntutan hukum dalam penggunaan uang negara karena tidak boleh digugat ke pengadilan.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin membenarkan kerja sama platfom pelatihan digital tidak melalui lelang.

Ia menegaskan dalam Perpres Nomor 36 tahun 2020 menyebut untuk pertama kali bisa penunjukan langsung karena keterbatasan waktu dan tes program.

Salahuddin membantah penunjukan provider pelatihan online itu menguntungkan sebagian pihak.

“Kami akan buka seluas-luasnya. Silakan siapa yang mau jadi mitra itu sesuai mekanisme dan aturan yang ditetapkan,” kata Salahuddin kepada Tirto.

Infografik HL Indepth Kartu Prakerja

Infografik HL Indepth Kartu Prakerja. tirto.id/Lugas

Nasib Ojol Digantung Perusahaan

Salah satu kelompok yang terdamprat efek pandemi COVID-19 adalah para ojek online. Statusnya sebagai mitra membuat mereka tak dapat jaminan yang sama dengan karyawan di perusahaan pada umumnya. Sementara, kebijakan physical distancing yang digalang pemerintah mau tak mau memengaruhi pemasukan mereka sehari-hari.

Ketua Umum Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono berkata pandemi COVID-19 bikin orderan yang diterima ojol lebih dari 50 persen. "Sejak ada aturan kerja dan sekolah dari rumah, itu mulai berasa orderan anjlok sampai 50 persen. Khususnya pada jam sibuk dan malam,” kata Igun pada Tirto.

Berdasarkan keluhan yang diterima Wicaksono, penurunan terbesar yakni transportasi atau berbagi tumpangan (ride hailing). Sebagian besar anggota Garda ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Kenaikan orderan jasa pesan-antar makanan juga tidak naik signifikan, kata Wicaksana. “Enggak bisa betul-betul diandalkan dari situ,” katanya.

Wicaksono makin khawatir setelah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diaktifkan.

“Salah satu (kelompok) yang paling kena dampak pasti yang ojol ini. Makanya sekarang kami coba menjalin komunikasi dengan pemerintah, DPR, dan perusahaan aplikator (Grab, Gojek, dan lainnya), untuk cari solusi sama-sama,” tambah Wicaksono.

Dari perusahaan aplikator macam Gojek dan Grab, para ojol dijanjikan dapat bantuan langsung tunai (BLT), kata Wicaksono. Namun, bentuk, jumlah, dan kapan bantuan itu akan didistribusikan ke para ojol memang belum jelas.

“Keresahan kami sudah ditanggapi dan katanya nanti diberikan BLT lewat pemerintah, tapi belum tahu kapan,” kata Wicaksono.

Gojek sendiri telah meluncurkan sejumlah inisiatif untuk menahan dampak negatif pandemi COVID-19.

Lewat siaran pers yang kami terima awal April kemarin, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo bilang, “Kami butuh waktu untuk memastikan seluruh program dapat terimplementasi secara menyeluruh di tengah keterbatasan persediaan.”

Sejauh ini kebijakan yang diambil adalah menambah opsi tip bagi mitra gojek hingga nominal Rp100 ribu dan bantuan buat mitra yang terinfeksi COVID-19. Para petinggi Gojek juga menyumbangkan 25 persen dari gaji setahun mereka yang telah terkumpul sekira Rp100 miliar. Uang ini nantinya disumbangkan lewat program BLT pemerintah.

Lainnya, decacorn buatan Nadiem Makarim ini meluncurkan program distribusi paket sembako bagi mitra pengemudi berusia 60 tahun lebih di kota-kota utama. Perusahaan juga berkolaborasi dengan Alfamart, memberikan voucher bagi mitra pengemui dan service provider membeli kebutuhan pokok.

Ada juga voucher sembako dari Yayasan Anak Bangsa Bisa. Lalu, paket makanan hemat dan sehat dari merchant GoFood untuk mitra pengemudi.

Sedangkan Grab, decacorn asal Singapura, memilih memberikan pendanaan secara langsung kepada merchant GrabFood terpilih. Mereka juga akan bermitra dengan pihak ketiga untuk membantu program pemasaran para mitra. Hal itu dilakukan karena hanya layanan pesan-antar makanan yang masih bisa tumbuh di tengah pandemi corona.

“Prioritas utama kami memastikan keselamatan dan keberlangsungan hidup setiap individu yang tergabung dalam platform kami,” kata Group CEO sekaligus Co-Founder Grab Anthony Tan dalam siaran pers.

Adi Sumanta, seorang pengemudi ojol di kawasan Jakarta, tertawa saat mendengar kebijakan yang dikeluarkan dua decacorn di atas untuk menghadapi dampak ekonomi dari pandemi ini.

“Ya voucher lumayan juga, sih. Bisa dipakai untuk belanja buat orang rumah,” katanya kepada saya. “Tapi, ya itu bakal bertahan sampai kapan? Yang sering dapat juga biasanya yang roda empat, roda dua enggak terlalu.”

Menurutnya, yang dibutuhkan para ojol adalah bantuan segera, “Sebelum dapur kagak bisa ngebul lagi.”

Adi sudah mendengar kabar tentang BLT--kerja sama antara perusahaan aplikator dan pemerintah. Tapi, tak tahu kapan bantuan itu akan sampai.

Ia masih kesal dengan pengalaman mengakses keringanan kredit yang dijanjikan pemerintah. Setelah mendengar Jokowi mengumumkan ada keringanan kredit bagi masyarakat yang perekonomiannya terdampak pandemi COVID-19 dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan 24 Maret lalu, Adi dan beberapa rekannya sesama pengemudi ojol berniat mengurus cicilan mereka.

Ia mengaku telah menyiapkan surat pengajuan dan ditembuskan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui e-mail. Namun, mereka tak kunjung mendapat kepastian, bahkan setelah mereka menghubungi OJK melalui ponsel masing-masing.

“Mereka (perusahaan leasing) suruh kami kirim surat ke OJK tapi setelah kami kirim surat ke OJK malah dipingpong lagi oleh OJK, kalau hal itu adalah wewenang leasing,” kata Adi.

Sampai sekarang, Adi belum berhasil mengakses keringanan kredit itu. Bahkan, meski ada instruksi Presiden dan Ketua OJK agar perusahaan menghentikan aktivitas penagihan sementara waktu, sejumlah rekannya masih didatangi debt collector.

Adi juga sempat mendengar kabar bantuan lewat program Kartu Prakerja. Namun, belum mencoba mendaftar. “Ada sih teman yang katanya udah daftar, tapi belum ada yang dipanggil,” ungkap Adi.

Ia juga berniat mendaftar dan berharap jadi salah satu yang menerima bantun program itu, meski mengkritisi nominalnya yang menurutnya kurang layak.

“Enam ratus ribu sebulan? Total 3,5 jutaan, berarti sekitar 20 ribu sehari. Dua puluh rebu dapet makan sekali sehari kali yak,” kata Adi sambil tertawa getir.

“Ya tapi lagi begini, semua (program bantuan) bakal dicoba, sih. Pasti dicoba, mau gimana lagi?” tambahnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Mild report
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Mawa Kresna