Menuju konten utama

Gigi Hadid di Antara Privasi, Hak Cipta, dan Eksistensi Diri

Gigi Hadid dituntut oleh Xclusive, sebuah agen foto independen di New York lantaran dianggap melanggar hak cipta setelah mengunggah fotonya sendiri di Instagram. 

Gigi Hadid di Antara Privasi, Hak Cipta, dan Eksistensi Diri
Gigi Hadid menyatakan bahwa dia "mencintai" tubuhnya setelah didiagnosis Hashimoto. REUTERS

tirto.id - Jelena Noura Hadid atau yang lebih dikenal dengan Gigi Hadid tak tahu bahwa mengunggah fotonya sendiri di Instagram bisa menyeretnya dalam pelanggaran hukum.

Seperti dilansir dari People, model keturunan Amerika – Yordania ini mengunggah sebuah foto jepretan paparazzi pada 11 Oktober lalu yang kemudian diketahui menjadi milik Xclusive, sebuah agen foto independen di New York.

Mengetahui tindakan Hadid tersebut, Xclusive lantas menuntutnya lantaran dianggap melanggar hak cipta.

Sebagai salah satu selebritas yang tengah menjadi pusat perhatian, Hadid cukup aktif menunjukkan eksistensinya di media sosial dengan membagikan foto-foto kegiatannya.

Tak jarang pula dia mengunggah kebersamaannya dengan teman atau anggota keluarganya. Sayang, kebutuhan atas eksistensi diri ini kemudian terbentur hak cipta saat fotonya sendiri tak benar-benar jadi miliknya.

Bukan Hadid saja yang pernah bermasalah dengan fotonya sendiri. Selebritas seperti Khloe Kardashian pun pernah menghadapi masalah serupa.

Pada September 2016 silam, Xposure Photos menuntut Kardashian lantaran mengunggah foto yang telah mereka jual pada Daily Mail.

Dan Taylor selaku juru bicara BackGrid, perusahaan gabungan Xposure, AKM-GSI, dan FameFlynet USA, mengatakan mengunggah foto tanpa mencantumkan sumber adalah tindakan yang tak bisa ditoleransi.

Karena itu pula pihaknya menuntut ganti rugi sebanyak 150.000 dolar AS atas pelanggaran hak cipta dan 25.000 dolar AS untuk penghapusan informasi hak cipta, seperti diwartakan Variety.

“Distribusi tanpa izin secara virtual menghancurkan nilai lisensi sebuah gambar,” kata Taylor.

Yang kemudian menjadi perdebatan adalah paparazzi tak jarang mengambil foto selebritas hingga mengganggu privasi mereka.

Neel Chatterjee, seorang aktivis hak kekayaan intelektual dari Silicon Valley, California menilai tuntutan agen foto pada selebritas hanya bentuk lain untuk mendapatkan lebih banyak uang.

Chatterjee menganggap tuntutan itu tak adil lantaran paparazzi pun kerap tak meminta izin orang yang menjadi objek foto mereka.

Hadid sendiri sepakat dengan Chatterjee. Lewat postingannya di Instagram yang kemudian dihapusnya, dia sempat mengungkapkan perasaan terganggunya lantaran “hanya berusaha menjalani pekerjaannya”.

Sebagai figur publik, perempuan 23 tahun ini merasa sudah seharusnya dia bersikap ramah menghadapi para juru foto.

Hadid menyadari bahwa paparazzi hidup dari berburu foto, namun dia tak habis pikir jika kebaikannya menjadi semacam invasi terhadap privasinya.

Di Amerika Serikat, profesi paparazzi dilindungi dalam Amandemen Pertama tentang kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Selama foto-foto yang diambil di ruang publik digunakan untuk kepentingan editorial, selebritas tak punya hak untuk mendapat perlindungan.

Kendati demikian, ada hak publikasi yang perlu diperhatikan pihak-pihak terkait. Selebritas bisa menggunakan hak ini untuk mengontrol penggunaan nama, identitas, dan citra mereka jika digunakan untuk mendapatkan keuntungan tanpa izin.

Stefanie Keenan adalah salah satu fotografer yang tak keberatan fotonya digunakan pihak lain sepanjang pihak tersebut mencantumkan namanya. Namun, tak semua sepakat dengan perempuan ini.

Jeffrey Greenbaum menyarankan selebritas sebaiknya berhati-hati menyingkapi hal ini. Kendati sudah mencantumkan nama fotografer dalam media sosialnya, ini bukan berarti selebritas itu sudah mendapatkan persetujuan.

“Kalau Anda bermaksud menghasilkan uang dari postingan media sosial Anda, tidak adil jika Anda mengambil foto saya dan tidak membayar lisensi penggunaannya,” kata pengacara bidang periklanan ini seperti dilansir dari Hollywood Reporter.

Baca juga artikel terkait GIGI HADID atau tulisan lainnya dari Artika Sari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Artika Sari
Editor: Yandri Daniel Damaledo