Menuju konten utama

Gerhana 2016, dari Paranoia Menjadi Euforia

Di era Orde Baru, gerhana matahari total terasa sangat menakutkan. Kini, gerhana disambut dengan gegap gempita. Menonton gerhana dijadikan ajang wisata. Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. Sudah 33 tahun sejak peristiwa gerhana matahari total yang menghebohkan sebagian besar Pulau Jawa itu Sekarang gerhana matahari total dianggap sebagai tontonan yang mengasyikkan tempat wisata pun menawarkan pelayanan spesial

Gerhana 2016, dari Paranoia Menjadi Euforia
Ilustrasi Gerhana Matahari. FOTO/SHUTTERSTOCK

tirto.id - Meski samar-samar, Iqbal Aji Daryono masih ingat kejadian mencekam pada bulan Juni 1983. Saat itu, Pemerintahan Soeharto menyebarkan kabar akan ada gerhana matahari total, dan fenomena alam itu akan menyebabkan kebutaan kalau dilihat oleh mata telanjang. Sebagai bocah yang waktu itu berumur 3 tahun, tentu Iqbal merasa takut.

"Saya waktu itu digandeng Mak, berjalan bersama-sama di depan rumah. Topi di kepala dipastikan rapat, kepala dalam posisi tertunduk. Jadi pandangan mata terhalang dari melihat langit," tutur Iqbal.

Selepas menitipkan Iqbal ke rumah sang kakak, Emak Iqbal kembali ke rumah untuk menyelamatkan ayam peliharannya. Emak takut ayam-ayam itu akan jadi buta karena terpapar sinar matahari langsung. Sebagai keluarga petani dari Bantul, Yogyakarta, keberadaan ayam-ayam itu sangat penting untuk dana darurat. Kalau ada kebutuhan mendadak, ayam itu bisa dijual.

Suasana panik tak hanya melanda satu keluarga saja, melainkan satu kampung. Iqbal ingat kalau di kampung sekitar, ada suara lesung yang dipukuli tanpa henti. Mengingatkan agar orang tak keluar rumah. Orang Jawa percaya kalau gerhana disebabkan oleh Batara Kala, sosok raksasa dalam mitologi Hindu, yang memakan matahari. Suara pukulan lesung dipercaya akan mengusir Batara Kala.

Di Yogyakarta, para keluarga yang punya rumah berdinding anyaman bambu, sibuk menambal semua lubang. Tak cukup hanya itu, dinding masih ditutup dengan kelambu dan ditutupi oleh kain jarik. Anak-anak disuruh tidur dan tak boleh keluar rumah, atau disuruh sembunyi di kolong ranjang.

Kehebohan menghadapi gerhana matahari total itu juga dialami oleh Ira Rahayu Satriyanto, seorang ibu rumah tangga yang menghabiskan masa kecilnya di Tulungagung, Jawa Timur.

"Waktu itu ibu minta aku ke kamar mandi, terus dipakaikan topi, ditutup handuk, dan pakai payung. Kata ibu, saya tak boleh melihat srengenge (matahari) karena tak punya kacamata riben," kata Ira.

Riben yang dimaksud adalah Ray Ban, kacamata hitam yang waktu itu sedang populer.

Gerhana matahari total ini disiarkan secara langsung oleh Televisi Republik Indonesia (TVRI), satu-satunya saluran televisi waktu itu. Pemerintah membentuk Tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total. Mereka berkeliling ke daerah-daerah yang mengalami GMT, kemudian mengkampanyekan bahwa gerhana bisa menyebabkan kebutaan.

"Jangan sekali-kali menatap gerhana. Kebutaan oleh gerhana matahari tak bisa disembuhkan," ujar dr. Bambang Guntur, ahli penyakit mata dalam tim Evaluasi Panitia Gerhana Matahari Total.

Dengan gencarnya kampanye dan minimnya informasi yang dapat dipercaya, tak heran kalau banyak orang yang begitu ketakutan menghadapi gerhana matahari total.

"Baru-baru ini saya diingatkan Emak. Dulu, setelah kami berada di dalam rumah, kami tetap disuruh sembunyi di bawah meja biar tak terpapar gerhana matahari," kata Iqbal sembari tergelak.

Sudah 33 tahun sejak peristiwa gerhana matahari total yang menghebohkan sebagian besar Pulau Jawa itu. Banyak hal yang berubah. Era Orde Baru sudah tumbang. Informasi yang terpercaya kini begitu mudah didapat. Baik dari televisi, situs berita, atau bahkan langsung dari lembaga astronomi. Hal ini juga mengubah pandangan orang tentang gerhana matahari total.

Sekarang gerhana matahari total dianggap sebagai tontonan yang mengasyikkan. Sesuai siklus 33 tahun, fenomena ini diperkirakan akan mampir di Indonesia pada 9 Maret 2016. Alih-alih menghadapinya dengan ketakutan seperti pada masa lampau, banyak daerah sudah menyiapkan nonton bareng, bahkan menyiapkan bazar.

Misalnya di Palembang, Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin memerintahkan jembatan Ampera ditutup sementara untuk menyambut gerhana.

"Lalu lintas kendaraan tidak diperkenankan melalui jembatan Ampera mulai pukul 12 malam sampai jam 10 pagi," ujarnya.

"Gerhana akan dapat dilihat secara jelas bila berada di jembatan kebanggaan Sumatera itu."

Banyak hotel di pusat kota penuh, dipesan oleh para wisatawan yang ingin menyaksikan fenomena langka ini. Untuk itu, hotel-hotel itu juga menyiapkan atraksi spesial: menyajikan sarapan sembari melihat gerhana.

Di Surabaya, Lembaga Falakiyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama akan menggelar nonton bareng gerhana di Masjid Al Akbar. Lembaga ini sudah menyiapkan satu alat khusus yang akan menangkap gambar matahari dari teleskop, dan menayangkannya ke layar lebar yang sudah disediakan. Alat ini biasa digunakan PWNU Jawa Timur untuk melihat hilal, alias penentuan awal Ramadhan dan hari Idul Fitri.

"Kami cuma menambah beberapa alat seperti kamera dan layar lebar," ujar Sekretaris Lembaga Falakiyah, Afif Amrullah.

Di Jakarta juga akan ada acara nonton bareng gerhana di Planetarium dan Observatorium DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Selatan. Acara ini akan digelar di parkiran Planetarium, dan pengunjung akan mendapatkan kacamata gerhana gratis agar bisa menyaksikan gerhana secara aman.

Menariknya, beberapa biro wisata juga membuat paket wisata menonton gerhana. Biro wisata Bangka Tour misalkan. Mereka menawarkan paket seharga Rp 1,5 juta per orang untuk perjalanan selama 3 hari 2 malam. Selain melihat pantai-pantai yang indah, peserta juga akan diajak pergi ke Pantai Tanjung Tinggi untuk menyaksikan gerhana.

Namun, melihat langsung ke arah gerhana juga tidak dianjurkan. Disarankan untuk melihat menggunakan filter atau kacamata gerhana. Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin, gerhana matahari justru akan aman ketika matahari tertutup total. Thomas juga mengingatkan bahwa gerhana itu tidak perlu ditakutkan.

"Kita harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa gerhana matahari itu aman asal tidak terlalu asyik melihatnya. Jadi jangan ada lagi pembohongan massal seperti tahun 1983," kata Thomas.

Melihat banyaknya antusiasme orang menonton gerhana, kita seperti disadarkan bahwa zaman memang sudah berubah. Keterbukaan informasi turut mendorong perubahan ini. Gerhana yang dulunya dianggap begitu menyeramkan, kini dirayakan dengan gegap gempita karena ternyata tidak berbahaya asal dilihat cara yang benar. Selamat menyaksikan gerhana matahari total, Indonesia.

Baca juga artikel terkait GERHANA MATAHARI atau tulisan lainnya

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Nuran Wibisono