Menuju konten utama
25 November 2005

George Best: Playboy, Pecandu Alkohol & Legenda Manchester United

Salah satu legenda Manchester United yang terjerat kehidupan glamor hingga membuatnya tak fokus pada sepakbola dan disingkirkan klub. 

George Best: Playboy, Pecandu Alkohol & Legenda Manchester United
Ilustrasi Mozaik George Best. tirto.id/Sabit

tirto.id - Pada 7 Februari 1970, Stadion County Ground yang terletak di Northampton sesak penonton. Cuaca mendung dan angin yang menusuk pori-pori kulit tak menghalangi niat pecandu bola untuk datang berbondong-bondong ke stadion dengan satu tujuan: menyaksikan klub kesayangannya bertanding melawan jawara Eropa dua tahun sebelumnya, Manchester United.

Peluit tanda dimulainya pertandingan Babak V Piala FA dibunyikan. Para pemain saling berebut bola, menerapkan taktik dari pelatih, dan bekerja keras mencetak gol. Kondisi lapangan yang buruk akibat hujan deras di malam sebelumnya tidak meruntuhkan gairah masing-masing tim.

Meski demikian, kekuatan tim tidak bisa dibohongi. United yang berbekal deretan pemain kelas A terus membombardir pertahanan tuan rumah, Northampton Town, tak peduli rumput di lapangan tertimbun genangan lumpur.

Di balik serangan blitzkrieg United, pemain bernomor punggung 11 terlihat paling menonjol. Dengan tampilan mirip rockstar—rambut sebahu plus brewok lebat—ia berkali-kali mengancam gawang lawan. Kakinya lincah menggiring bola, tubuhnya gesit melewati tangkapan pasukan musuh.

Akhirnya, jadilah sang pemain nomor 11 bintang di hadapan 21.771 penonton. Ia mencetak enam gol yang membawa armada United menang telak dengan skor 8-2.

“Tadinya kami kira, kami bisa menghalangi pergerakannya di lapangan,” kenang Graham Felton, pemain tengah Northampton Town tentang pemain nomor 11. “Tapi, dia melewati semua tackle. Dia lebih cepat berpikir, bergerak, dan segalanya. Anda hanya perlu mengangkat tangan dan mengatakan, ‘Hey, dia berada di depan kita!’”

Si Kurus yang Menaklukkan Sepakbola Britania

Pemain bernomor 11 itu adalah George Best. Ia lahir di Belfast, Irlandia Utara, pada 22 Mei 1946. Kecintaannya pada sepakbola sudah mengalir dalam nadinya sejak belia, walaupun klub junior lokal di Glentoran menolak Best bergabung karena dinilai terlalu “kecil dan kurus.”

Pada suatu kesempatan, kemampuan Best disaksikan oleh Bob Bishop, pencari bakat untuk United. Bishop dibuat terkesima oleh aksi-aksi olah bola Best. Tanpa pikir panjang, Bishop menghubungi Matt Busby, pelatih United kala itu. Kepada Busby ia berkata: “Bos, saya ketemu orang jenius.”

Usulan Bishop diterima Busby. Best yang masih berumur 15 tahun lantas meneken kontrak dengan United. Bagi Best, keputusan tersebut menandakan dua hal besar dalam hidupnya. Pertama, ia bergabung dengan salah satu klub ternama. Kedua, ia mesti merantau ke negara lain di usia yang masih sangat muda.

Periode awal di Manchester dihadapi Best dengan tidak mudah. Ia terserang homesick akut yang membuat konsentrasinya pecah tak karuan. Butuh waktu kurang lebih dua tahun bagi Best untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Memasuki tahun 1963, Best mampu mengendalikan situasi. Ia mulai bisa fokus. Debutnya bersama tim utama pada September kemudian diteruskan dengan mencetak gol perdana di pertandingan selanjutnya. Menyaksikan Best telah nyaman merumput, Busby memberinya kesempatan lebih.

Kepercayaan Busby tak disia-siakan. Best semakin melaju cepat. Gol demi gol ia hasilkan bersama United. Ia menunjukkan pada publik bahwa United tak salah meminangnya. Kemampuannya adalah gabungan dari keseimbangan, kekuatan, finishing mematikan, serta keahlian melewati pemain lawan dengan seenaknya.

Perlahan, deretan gelar juga turut United dapatkan. Salah satunya juara liga pada tahun 1964/1965. Bersama Denis Law, Bobby Charlton, dan David Herd, Best menjadi tokoh kunci kebangkitan United pasca insiden jatuhnya pesawat Munich 1958 yang menewaskan delapan pemain dan tiga orang kru lainnya.

Momen terbaik Best tak berhenti sampai sini. Pada 1968, ia membantu United menggondol Piala Champions usai mengalahkan Benfica dengan skor telak, 4-1. Satu gol di antaranya disumbangkan oleh Best. Kemenangan atas Benfica menjadi yang kedua setelah sebelumnya, pada 1966, United juga mengalahkan Benfica dengan kedudukan 5-1. Dalam pertandingan itu Best mencetak dua gol.

Atas andilnya membawa United juara Eropa, Best dianugerahi gelar Pemain Terbaik Eropa (PFA) dan Pemain Terbaik Dunia (Ballon d’Or).

Kehidupan Selebritas dan Ketergantungan Alkohol

Popularitas Best di dalam lapangan ternyata berdampak pada kehidupannya di luar lapangan. Seketika ia bukan hanya pemain bola, tapi juga selebritas. Ketampanan dan karisma Best membuatnya dengan mudah menjajaki kehidupan penuh glamor.

Tercatat, Best pernah membintangi iklan komersial, bermain film, hingga membuat album musik. Atas dasar tersebut, media Inggris kemudian melabeli Best sebagai "anggota kelima The Beatles.”

“Ia orang merdeka di dalam dan di luar lapangan, pesepakbola pertama yang masuk dunia glamor,” ungkap Jimmy Armfield, pemain klub Blackpool kepada CNN.

Infografik Mozaik George Best

Infografik Mozaik George Best si Flamboyan. tirto.id/Sabit

Namun, Best semakin terjerumus dalam dunia yang sebetulnya bukan tempatnya. Ia berubah menjadi pecandu alkohol, doyan gonta-ganti perempuan, serta menghabiskan banyak uang di arena perjudian. Ditambah, ia kerap ditahan gara-gara bikin ribut di bar-bar setempat karena terlampau mabuk hingga kerap mangkir dari latihan. Singkat kata, Best sudah tidak fokus lagi ke sepakbola.

Jon Townsen dari These Footbal Times pernah berpendapat musuh utama Best bukanlah para pemain bertahan yang bersiap merebut bola darinya dan menjatuhkannya, melainkan dirinya sendiri dalam belenggu gaya hidupnya berupa ketergantungan alkohol.

Setelah berkali-kali berkompromi dengan kelakuan Best, klub mengambil sikap tegas. Pada 6 Desember 1972, mereka memutuskan untuk menempatkan Best dalam daftar jual. “Setelah mempertimbangkan dengan cermat, jajaran dewan dan manajer di Manchester United Football Club telah memutuskan tidak ada pilihan selain menjual George Best,” terang manajer United, Frank O’Farrell usai rapat dewan direksi di Old Trafford—markas United.

Best tak lagi bisa ditolerir, demikian keputusan klub. Sebagai seorang pemain, Best telah mengingkari tugas utamanya dalam sebuah klub sepakbola. Berbagai denda maupun sanksi dari klub nyatanya tidak berhasil membawa Best kembali ke track semula.

“Kami harus mempertimbangkan masa depan klub serta semangat para pemain lainnya. Kami telah melakukan semua hal yang kami bisa lakukan dengan Best. Sayangnya harapan kami tidak terwujud dengan baik. Dia sudah terbukti tidak berperilaku profesional. Maka dari itu, pertimbangan lain harus diutamakan,” kata O’Farrell.

Mau tidak mau, Best mesti mengakhiri karirnya di United. Best mencatatkan 470 penampilan dan mencetak 179 gol selama 11 musim membela United. Usai tak bersama United, Best masih menyempatkan dirinya bermain di banyak klub hingga memutuskan pensiun di usia yang tak ideal, 27 tahun. Ia meninggal dunia akibat komplikasi penyakit pada 25 November 2005, tepat hari 15 tahun lalu.

Bagaimanapun juga, di balik lika-liku hidupnya yang penuh kontroversi, Best tetap legenda sepakbola United, Inggris, dan mungkin saja dunia.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 26 Desember 2017. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait MANCHESTER UNITED atau tulisan lainnya dari Faisal Irfani

tirto.id - Sepakbola
Penulis: Faisal Irfani
Editor: Windu Jusuf & Irfan Teguh