Menuju konten utama
Periksa Fakta

Gempa Turki Tidak Disebabkan oleh Serangan Sistemik

Ahli geofisika di US Geological Survey Jessica Turner mengungkap, gempa berkekuatan Magnitudo 7,8 di Turki sulit dihasilkan oleh manusia.

Gempa Turki Tidak Disebabkan oleh Serangan Sistemik
Header Periksa Fakta Gempa Turki Tidak Disebabkan oleh Serangan Sistemik. tirto.id/Mojo

tirto.id - Sehari setelah gempa berkekuatan Magnitudo 7,8 mengguncang Turki dan Suriah pada 6 Februari 2023, di media sosial Facebook berlalu lalang unggahan terkait hal tersebut. Narasi yang menyebut bencana Turki terjadi karena serangan sistemik untuk melawan orang-orang Kurdi misalnya, ditemukan diunggah akun Facebook bernama "Larry Mann" (tautan).

Akun itu menulis keterangan berbahasa Inggris yang apabila diterjemahkan menjadi “Menurut sumber langsung yang saya miliki di Istanbul, Turki, gempa ini merupakan serangan sistemik terhadap orang-orang Kurdi yang anti-Islam.”

Ia juga menyampaikan bahwa Presiden Turki Tayyip Recep Erdogan tidak ingin kehilangan kekuasaan pada tahun pemilu ini dan bahwa kota-kota yang dilanda gempa merupakan daerah orang-orang Kurdi.

“Saluran gas dan jalanan hancur- tidak ada yang bisa masuk; mereka tidak mengizinkan pengiriman kargo, DHS, atau ambulans,” tulis akun Larry Man.

Periksa Fakta Gempa Turki Serangan Sistemik

Periksa Fakta Gempa Turki Tidak Disebabkan oleh Serangan Sistemik. (Sumber: Facebook/Larry Mann)

Mengingat tahun politik yang rawan tersebar narasi-narasi menyesatkan, unggahan ini penting untuk diperiksa meski tak terlalu mendapat perhatian, yakni hanya mendapat 4 likes terhitung dari Selasa (7/2/2023) sampai Rabu (15/2/2023). Informasi semacam ini juga bisa saja menggiring orang-orang untuk tidak memberikan donasi kepada korban bencana.

Lantas, bagaimana faktanya?

Penelusuran Fakta

Tim Riset Tirto mulai-mula menelusuri informasi terkait Kurdi. Menukil dari Council on Foreign Relations (CFR), sebuah organisasi think tank berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Kurdi adalah salah satu masyarakat adat di Timur Tengah dan kelompok etnis terbesar keempat di kawasan itu. Kurdi juga adalah salah satu dari masyarakat terbesar di dunia tanpa negara berdaulat, dan menjadi minoritas di Iran, Irak, Suriah, dan Turki. Sejarah mereka disebut diwarnai dengan marginalisasi dan persekusi.

Mereka berbicara Bahasa Kurdi, Bahasa Indo-Eropa dan sebagian besar dari mereka merupakan Muslim Sunni. Saat ini diperkirakan 30 juta orang Kurdi tinggal terutama di daerah pegunungan di Iran, Suriah, dan Turki. Mereka menyebut sebagian besar wilayah yang mereka huni sebagai Kurdistan atau tanah Kurdi.

Di masing-masing empat negara tersebut--Iran, Irak, Suriah, dan Turki--suku Kurdi memiliki hubungan yang kurang baik dengan pihak berwenang, terkadang memberontak atau memutuskan kesepakatan dengan pemerintah.

Sebab, disebutkan di laman CFR, sejak jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah yang membubarkan suku Kurdi menjadi empat bangsa hampir seabad yang lalu, mereka mengejar pengakuan, hak politik, otonomi, dan kemerdekaan. Selama periode ini orang Kurdi mendapat penganiayaan, penolakan identitas, dan ribuan dari mereka telah dibunuh.

Di Turki, kelompok separatis Kurdi telah melancarkan pemberontakan sejak 1984 melawan otoritas Turki, termasuk Erdogan, terutama berusaha untuk mendirikan negara Kurdi yang merdeka.

Kurdi juga lekat dengan perlawanannya terhadap Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) didukung Jerman dan Amerika Serikat (AS). ISIS atau Islamic State atau juga Daesh adalah organisasi Islam fundamentalis yang ingin mendirikan negara kekhalifahan Islam di kawasan Suriah dan Irak.

Terlepas dari riwayat historis Kurdi yang kerap melakukan pemberontakan, tidak ada sumber kredibel yang menyatakan penyebab gempa di Turki dan Suriah berkaitan dengan kelompok Kurdi, maupun yang menyatakan hal itu adalah serangan sistemik buatan manusia.

Sebaliknya, lewat organisasi pemeriksa fakta AS USA Today, Rachel Abercrombie sebagai peneliti proses terjadinya gempa di Boston University menyatakan tidak ada yang memiliki kemampuan untuk secara sengaja menciptakan gempa besar seperti yang telah terjadi di Turki dan Suriah.

“Berbagai aktivitas manusia – seperti membangun reservoir air yang besar dan fracking [teknologi hidrolika patahan untuk penambangan] serta injeksi air limbah yang terkait dengan ekstraksi hidrokarbon dan proyek energi panas bumi – dapat menyebabkan gempa bumi, tapi tidak pernah sebesar ini,” katanya, seperti dikutip USA Today.

Ahli geofisika di US Geological Survey Jessica Turner pun setuju. Menurutnya, masih dari USA Today, gempa berkekuatan Magnitudo 7,8 di Turki yang terjadi pada sistem sesar yang terkenal ini akan sangat sulit dihasilkan oleh manusia. Sistem sesar yang dimaksud adalah Patahan Anatolia Timur.

Turki memang sudah akrab dengan aktivitas tektonik, mengingat kondisi geografi dan wilayahnya, yang bergantung pada gerakan relatif antar lempeng, yakni lempeng Anatolia, Arabia, Afrika, Eurasia, dan Aegea.

Namun, secara garis besar, gempa yang kerap melanda Turki berpusat pada tiga elemen utama: zona sesar Anatolia Utara, zona sesar Anatolia Timur, dan batas antar Lempeng Arab serta Lempeng Afrika.

Michael Steckler dari Observatorium Bumi Lamont-Doherty Columbia University, diwartakan NPR, menyebut penyebab gempa ini yakni pergeseran dua bagian bumi secara horizontal. Ini adalah jenis gempa yang sama dengan yang terjadi di sepanjang patahan San Andreas di California.

Lempeng Anatolia Timur bergerak menuju barat dan berinteraksi dengan Lempeng Arabia, membentuk daerah konvergensi dan divergensi yang memungkinkan terjadinya aktivitas geologi seperti gempa bumi, aktivitas vulkanik, dan pembentukan pergunungan.

Menurut laporan Reuters, bencana di Turki dan Suriah ini telah menelan lebih dari 41 ribu korban jiwa per 15 Februari 2023. Presiden Turki Erdogan yang akan menghadapi pemilu Mei mendatang telah mengakui adanya masalah dalam respons awal gempa tetapi menyatakan saat ini situasinya terkendali.

“Kami menghadapi salah satu bencana alam terbesar tidak hanya di negara kami tetapi juga dalam sejarah kemanusiaan,” katanya dalam pidato televisi di Ankara, mengutip Reuters.

Peristiwa ini menempati urutan keenam sebagai bencana paling mematikan di dunia abad ini, di mana jumlah kematiannya melampaui gempa Iran pada tahun 2003 yang menelan 31.000 jiwa. Penyebab utama banyaknya korban tewas adalah karena tertimbun bangunan yang runtuh.

Kesimpulan

Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, narasi tentang serangan sistemik untuk melawan orang-orang Kurdi sebagai penyebab gempa Turki dan Suriah bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).

Tidak ada sumber kredibel yang menyatakan penyebab gempa di Turki dan Suriah berkaitan dengan orang-orang Kurdi maupun yang menyatakan hal itu adalah serangan sistemik buatan manusia.

Ahli geofisika di US Geological Survey Jessica Turner mengungkap, gempa berkekuatan Magnitudo 7,8 di Turki yang terjadi pada sistem sesar yang terkenal ini akan sangat sulit dihasilkan oleh manusia.

Dilaporkan NPR, Michael Steckler dari Observatorium Bumi Lamont-Doherty Columbia University bilang gempa ini terjadi karena dua bagian bumi saling bergeser secara horizontal. Lempeng Anatolia Timur bergerak menuju barat dan berinteraksi dengan Lempeng Arabia, membentuk daerah konvergensi dan divergensi yang memungkinkan terjadinya aktivitas geologi seperti gempa bumi, aktivitas vulkanik, dan pembentukan pergunungan.

Baca juga artikel terkait PERIKSA FAKTA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty