Menuju konten utama

Gempa Lombok: Ancaman Sesar Flores dan Penanganan Jangka Pendek

Musibah gempa yang melanda NTB dan sekitarnya harus jadi pelajaran soal maksimalisasi mitigasi bencana di masa mendatang.

Gempa Lombok: Ancaman Sesar Flores dan Penanganan Jangka Pendek
Warga mengangkat sepeda motornya dari reruntuhan rumah pascagempa di Desa Wadon, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Senin (6/8/2018). ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

tirto.id - Sulaiman asyik bermain Dota, sementara ibu, kakak, dan neneknya juga sibuk di dapur mempersiapkan makan malam untuk seluruh anggota keluarga pada Minggu (5/8/2018) malam. Ketenangan di rumah keluarga kecil ini berakhir pukul 18.46 WIB, tiba-tiba semua benda di sekeliling mereka bergetar.

Getaran dahsyat yang dirasakan keluarga Sulaiman yang tinggal di Kota Mataram, adalah gempa bumi berkekuatan tujuh Skala Richter (SR) yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut pusat gempa terjadi di garis lintang 8,37 LS dan 116,48 BT. Peringatan dini tsunami sempat diumumkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tapi setelah itu dicabut pada 20.25 WIB.

"Tiba-tiba langsung keras sekali gempanya. Semua warga, termasuk keluarga saya, langsung berhamburan ke luar," kata Sulaiman kepada Tirto, Senin (6/7/18) pagi.

Rumah Sulaiman berlantai tiga, lokasinya dekat dengan kantor Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, Mataram, Lombok. Gempa menyebabkan dinding rumahnya retak memanjang, meski bangunannya sendiri tak sampai roboh.

Setelah gempa pertama itu warga setempat tetap bertahan di tempat-tempat yang dirasa aman: lapangan, halaman kantor gubernur, dan pinggir jalan, semua jauh dari gedung. Warga khawatir terjadi gempa susulan. "Bahkan sampai ada yang lari ke daerah perbukitan, karena ada kabar yang mengatakan air laut sudah menyentuh perkebunan warga, yang itu sudah dekat dengan perumahan," kata Sulaiman.

Ia tak langsung percaya, apalagi sudah mendengar kabar bahwa status siaga tsunami resmi dicabut. Sekitar pukul satu hingga tiga dinihari Sulaiman, dengan sepeda motor, ia berkeliling melihat-lihat keadaan, termasuk ke Jalan Arya Banjar Getas, Ampenan Kota Mataram. Hasilnya tak seperti rumor yang beredar.

"Yang air lautnya sampai jalan raya, mah, di daerah Lombok Utara," tambahnya.

Hingga pagi tadi gempa menyebabkan 82 orang meninggal dunia, 65 orang berasal dari Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat ada 9 orang, Lombok Tengah mencapai 2 orang, Kota Mataram ada 4 orang, dan Lombok Timur jumlahnya 2 orang. Ribuan bangunan juga rusak. Korban terus bertambah. Hingga siang hari Senin (6/8) angkanya bertambah jadi 91 orang.

Flores Back Arc Thrust

Ini adalah kali kedua NTB diguncang gempa sejak satu minggu terakhir. Kali terakhir gempa mengguncang Lombok-Sumbawa dan Bali pada Minggu 29 Juli dengan kekuatan 6,4 SR. Keduanya punya kesamaan penyebab: sama-sama disebabkan aktivitas Sesar Naik Flores atau Flores Back-Arc Thrust. Imbas sesar ini saat aktif, tak hanya dirasakan di wilayah NTB, tapi juga Nusa Tenggara Timur (NTT). BMKG mencatat dari monitoring gempa bumi selama empat tahun (2012-2015) di Regional Seismic Center (RSC) Kupang, tercatat ada 2.636 kali kejadian gempa bumi di wilayah NTT akibat aktivitas sesar Flores dan sesar lokal lainnya.

Sesar atau patahan memang melekat dengan aktivitas gempa. Kehadiran sesar di kawasan tertentu memperbesar potensi terjadinya gempa. Sesar adalah retakan pada lempeng kerak bumi yang bergeser. Kerak bergeser karena terapung di atas mantel Bum yang terdiri dari batuan liat dan cair, terdiri dari campuran magnesium dan besi. Lapisan ini bergerak perlahan sehingga terpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lain. Indonesia adalah negara yang banyak memiliki sesar.

Di Jawa Barat ada Sesar Lembang, yang melintas sepanjang 29 kilometer dari ujung barat di Kecamatan Ngamprah (Bandung Barat) hingga sisi timur di Kecamatan Cilengkrang (Kabupaten Bandung). Ada pula sesar darat yang baru diidentifikasi pada tahun lalu, namanya Sesar Kendeng, melintas kota-kota di sepanjang pantai utara Jawa seperti Surabaya, Semarang, hingga Cirebon.

Sesar Kendeng sendiri adalah kelanjutan dari Sesar Naik Flores. Ella Yulaelawati menyebut Sesar Naik Flores adalah sesar aktif yang terkenal di Indonesia selain Sesar Sumatera, Sesar Cimandiri di Jawa Barat, Sesar Palu-Koro di Sulawesi, Sesar Naik Wetar, dan Sesar Geser Sorong.

Orang-orang yang tinggal di atas sesar ini bisa jadi tak tahu kalau mereka tinggal dan berkembangbiak di atas tanah rawan. Oleh karenanya perlu upaya jangka panjang untuk memastikan jika hal serupa terjadi implikasinya bisa minimal, upaya membangun konstruksi bangunan tahan gempa adalah salah satunya, terutama di gedung-gedung fasilitas umum seperti Rumah Sakit hingga hunian warga. Namun, seperti yang terjadi saat bencana gempa, upaya mitigasi bencana gempa seringkali jadi pekerjaan rumah yang belum selesai, selain kesibukan penanggulangan jangka pendek para korban di area terdampak.

Pemerintah masih fokus mengupayakan langkah-langkah jangka pendek. Dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Jakarta, Senin (6/8/2018), Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menkopolhukam untuk mengkoordinir penanganan darurat.

Menkopolhukam Wiranto akan bekerja sama dengan Kepala BNPB, Panglima TNI, Kapolri, Menteri PUPR, Menteri Kesehatan, Kepala Basarnas, Menteri Sosial, dan lembaga-lembaga terkait. Fokus utama adalah distribusi logistik. "Untuk memenuhi kebutuhan korban, BNPB hari ini mengirimkan 21 ton logistik dan peralatan, menggunakan pesawat kargo khusus," kata Sutopo.

Rencananya pemerintah lewat Kementerian Sosial juga akan memberikan santunan bagi keluarga korban meninggal sebesar Rp15 juta dan Rp2,5 juta bagi yang terluka. Hingga Senin siang sebagian daerah yang terkena bencana masih berstatus masa tanggap darurat. Pemprov menetapkan masa tanggap darurat hingga 11 Agustus nanti.

"Melihat kerusakan yang ada, kami perkirakan masa tanggal darurat akan diperpanjang," tutup Sutopo.

Dari kejadian gempa yang menimpa Lombok, NTB dan wilayah sekitarnya, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah nyata penanganan jangka panjang pasca-gempa, selain penanganan jangka pendek kepada para korban yang kena musibah. Harapannya, di masa mendatang bila bencana datang, maka jatuhnya korban bisa dihindari.

Baca juga artikel terkait GEMPA NTB atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino