Menuju konten utama

Gelapnya Komedi-Tragedi dari Nordik

Sineas Nordik sering  memproduksi film bergenre dark/black comedy yang paling suram diantara karya sineas negara lain. Bagi mereka, tragedi tak terbuat dari 100% kesedihan. Ia juga mengandung kelucuan tersendiri. Mengapa? Kata sejumlah pengamat film: faktor geografis yang dingin dan gelap turut berpengaruh.

Gelapnya Komedi-Tragedi dari Nordik
Adegan dalam film Rams (2015). Percaya atau tidak, film yang ditulis dan disutradarai oleh Grímur Hákonarson itu bergenre komedi gelap atau dark comedy. [Foto/.youtube.com]

tirto.id - Gummi (Sigurður Sigurjónsson) dan Kiddi (Theodór Júlíusson) adalah dua orang bersaudara yang tinggal di pinggiran Islandia. Keduanya telah menjalani profesi sebagai peternak domba selama 40 tahun. Selama empat dekade itu, keduanya tak tak pernah saling bicara. Ruang di antara mereka hanya diisi oleh kegamangan-kegamangan dan gestur tak jelas saat kebetulan mesti berpapasan. Urus urusan masing-masing, domba masing-masing, selesai.

Hingga suatu ketika, wilayah tempat Gummi dan Kiddi tinggal dan menggembalakan piaraannya terserang wabah penyakit misterius. Beberapa domba mati secara tiba-tiba. Setelah diselidiki oleh pihak terkait, wabah berbahaya itu harus segera ditangani dengan cara memusnahkan domba-domba milik Gummi dan Kiddi. Jika tidak, wabah akan menyebar makin luas ke luar peternakan, mengancam nyawa penduduk sekitar.

Sebuah keputusan yang tentu saja ditentang, mengingat keduanya menggantungkan hidup dari domba peliharaannya itu. Domba-domba terbaik se-Islandia yang sering memenangkan penghargaan, dan hampir tiap tahun penganugerahan titel prestisius itu hanya lah ritual pergantian dari Gummi ke Kiddi, Kiddi ke Gummi, begitu seterusnya.

Namun khusus menghadapi rencana pemerintah setempat, Gummi dan Kiddi sepakat untuk berdamai. Mereka berkomunikasi verbal untuk pertama kalinya setelah absen selama empat dekade. Selanjutnya, narasi film Rams (2015) itu dipenuhi dengan adegan-adegan yang melibatkan darah, air mata, dan semua diatur dalam lanskap abu-abu yang muram. Suram, mirip kemasan The Dark Knight-nya Christopher Nolan atau Eternal Sunshine of Spotless Mind-nya Michael Gondry.

Apakah genre film itu digolongkan sebagai action-thriller? Bukan. Percaya atau tidak, film yang ditulis dan disutradarai oleh Grímur Hákonarson itu bergenre komedi. Lebih tepatnya dark/black comedy alias komedi gelap.

Penonton barangkali akan merujuk ingatannya pada film-film Quentin Tarantino, contohnya Inglorious Basterds. Namun Rams berada dalam level yang berbeda. Orang masih akan tertawa-tawa saat Lt. Aldo Raine (Brad Pitt) “menggambar” lambang Nazi di dahi Col. Hans Landa (Christoph Waltz) dengan menggunakan pisau favoritnya. Sebab meski adegan itu melibatkan darah, namun kemasannya sejak awal sudah memasukkan unsur komedi yang kuat. Tapi untuk Rams, dimana letak lucunya?

Yang ada justru adegan-adegan absurd dan terus-menerus memancing moralitas penonton, “Apakah aku boleh menertawakannya? Atau aku diam saja?”. Bagi penonton normal yang sukses dicuci otaknya dengan produk sineas Hollywood, tertawa saat menonton film sineas negara-negara Nordik memang terasa tak pantas. Namun nyatanya, Rams sukses memuncaki box office di Eropa Utara, tanda ia disukai oleh publik Islandia dan negara-negara tetangga, pun meraup keuntungan besar serta mendapat pujian dari para kritikus.

Rams barangkali film karya sineas Nordik pertama yang sukses meraih pujian kritikus film dengan memenangkan penghargaan Un Certain Regard di Festival Film Cannes. Sang sutradara, kemudian memberi penjelasan kepada BBC bahwa filmnya itu adalah komedi tragedi yang “sedih dan lucu di waktu yang sama.”

Kita menyebutnya 'gálgahúmor' atau humor tiang gantungan. Khas Nordik.”

Musim Dingin yang Panjang dan Gelap

Pemerhati film Michael Ramm pernah memaparkan pendapatnya tentang karya para sineas Skandinavia di laman resmi International Comedy Film Festival. Hipotesanya serupa dengan pemerhati film lain: barangkali komedi gelap itu tercetus akibat secara geografis negara-negara seperti Islandia, Swedia, Denmark, Finlandia, Norwegia hingga Kepulauan Faroe mengalami musim dingin yang panjang dan gelap sepanjang tahun.

Bagi mereka, tragedi dan komedi bukan sesuatu yang terpisah. Keduanya bisa saling mengisi, berjalan beriringan, dan maupun bergantingan mengaduk-aduk emosi orang. Kadang suatu tragedi tak melulu memancing rasa sedih, tetapi jika mau jujur, ada bagian yang lucu juga. Begitu pun komedi yang memancing tawa bisa menimbulkan tragedi yang tak terperi—lalu ujung-ujungnya kembali lucu.

Ramm mencontohkan Adam's Apple (2005), sebuah film komedi gelap karya sineas Denmark. Tiket bioskopnya terjual 180.000 di Jerman saja, dan menjadi salah satu film Denmark yang paling banyak menyedot perhatian publik.

Ceritanya berkisah tentang seorang pendeta yang bertemu dengan seseorang bernama Adam. Adam berniat memperbaiki masa lalunya yang kelam. Ia adalah seorang pendukung Neo-Nazi yang brutal dan memiliki sisi suram yang mirip psikopat. Tentu saja ia juga rasis, dan dahulu hobi menyerang orang kulit berwarna dengan kejamnya. Kekejaman itu, dalam pandangan sang sineas, adalah salah satu poin utama unsur komedi dalam karyanya. Ia menjadikan rasisme dan kekerasan sebagai bahan banyolan.

North (2009) adalah film sineas Norwegia yang bertemakan kesendirian—tema paling populer di kalangan sineas negara Skandinavia bagian ujung paling barat itu. Bercerita tentang mantan atlet ski Jomar yang depresi dan bekerja sebagai pengawas ski. Sehari-hari hanya tiduran, meratapi nasibnya yang berubah drastis.

Saat ia tahu jika memiliki seorang anak perempuan, ia keluar dari zona suramnya. Namun, di luar ia hanya mendapat kegagalan-kegagalan yang makin membuatnya depresi. Sebagai tokoh protagonis, justru ia dibanting-banting sedemikian rupa oleh sang sineas. Tak lupa, banyak adegan aneh yang membingungkan Ramm (dan penonton non-Skandinavia lainnya) untuk ditertawakan atau ditangisi. Meski demikian, jalinan penderitaan itulah yang menjadi bumbu utama kisah komedi gelap sang tokoh utama.

Komedi tragedi lain dari Norwegia adalah A Somewhat Gentle Man (2010) yang dibintangi oleh aktor tenar Stellan Skarsgård. Sebagaimana tokoh di film North, di film ini Ulrik sebagai tokoh protagonis tak berbicara banyak, namun ia tak bisa berkata “tidak” kepada orang-orang.

Akhirnya, atas sikapnya yang terlalu altruis itu, ia terlibat dalam sebuah pembunuhan. Ketika dibebaskan dari penajara, ia menemukan tempat tinggal bersama adik dari mantan bosnya yang kejam. Ulrik adalah tipe anti-hero. Kadang lucu, kadang sedih, mengikuti ceritanya bak naik roller coaster. Lagi-lagi sang sineas menyilangkan tragedi dengan komedi. Tragedi adalah sesuatu yang lucu dan tak melulu memancing air mata drama.

Otentitas Komedi dan Kedewasaan Menghadapi Tragedi

Haruskah sineas komedi Skandinavia diberi pujian yang lebih layak sebab mampu dan berani mengekplorasi sisi gelap kehidupan masyarakatnya ketimbang Hollywood yang memproduksi film-film komedi membosankan dan penuh warna seperti Grown Up atau Daddy's Home?

Bayangkan saja. Wakil Islandia untuk Oscar tahun 2011 adalah Mama Gogo, film bikinan Fridrik Thor Fridriksson yang memfokuskan komedinya pada pertumbuhan penyakit Alzheimers pada seorang wanita tua. Serial televisi Norwegia Dag bercerita tentang seorang konselor pernikahan yang malah menyarankan pada orang-orang untuk hidup sendiri, sedangkan film Rare Export dari Finlandia di tahun 2010 lalu bercerita tentang Santa Claus namun dalam kemasan komedi plus horor—dan diputar saat Natal!

Maria Pykko, sutradara serial televisi Finlandia, berkata pada BBC bahwa humor ala Skandinavia selalu bercampur dengan genre lain—meski yang ditonjolkan tetap unsur komedinya. Acaranya sendiri, The Black Widow, bercerita tentang seorang janda yang depresi dan dikemas dalam balutan drama komedi. Serial yang dimulai dengan cerita pembunuhan tiga orang suami oleh ketiga istrinya sendiri itu sudah diputar di hampir semua negara Skandinavia, bahkan sudah dialih-bahasakan untuk diputar di kawasan Amerika Utara.

Mengapa dikompromikan dengan drama?

“Jika kau hanya membuat komedi murni, tawa yang dihasilkan tak akan awet. Semakin kuat unsur dramanya, semakin lucu dibuatnya. Plot yang kuat akan mendukung humor itu memiliki tempatnya,” kata Maria.

Barangkali ini juga yang menjadi kunci keberhasilan film Rams, yakni membalut komedi di tengah-tengah ancaman kematian dan hubungan dua kakak-beradik yang destruktif. Sutradara Rams, Grímur Hákonarson, berkata bahwa ia hampir tak bisa untuk tak membuat Rams menjadi film komedi.

“Situasinya sendiri sudah lucu: dua peternak domba yang bertetangga, memiliki hubungan darah, tetapi tak pernah sekalipun berbicara satu sama lain selama 40 tahun,” katanya.

Kuncinya adalah kedewasaan dalam menghadapi realita hidup. Kenyataan memang terkadang pahit, namun mereka yang bijak adalah yang mampu menertawakan penderitaan itu. Alih-alih meratapi, belajar dari para sineas Nordik, tragedi serupa dengan kemunculan banyak hal dalam hidup yang bisa disikapi dengan banyak sudut pandang. Terlepas dari kepantasan dan moralitas yang cair di berbagai belahan masyarakat, ini murni soal perspektif individu.

“(Film) ini sangat lah sederhana namun terasa manusiawi. Pada saat yang sama, orang-orang akan segera mengenali tema cerita dan apa yang sedang terjadi. Kita harus membuat kesengsaraan kita sendiri menjadi sesuatu yang menyenangkan, atau kita tak akan bertahan hidup,” pungkas Grimur.

Baca juga artikel terkait SINEAS NORDIK atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Film
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti