Menuju konten utama

Gelang-Kalung dari Batu dan Magnet, Sungguhkah Berkhasiat?

Ragam aksesoris kesehatan seperti gelang, kalung, atau cincin dari magnet dan bebatuan laris di pasaran dengan klaim bombastis.

Gelang-Kalung dari Batu dan Magnet, Sungguhkah Berkhasiat?
Ilustrasi gelang kesehatan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pernah mendengar tentang aksesori yang berfungsi sekaligus sebagai pencegah atau penyembuhan penyakit? Jamaknya, ia dikemas dalam bentuk gelang, cincin, kalung, atau sepatu. Bahannya secara umum terbuat dari bebatuan alami atau magnet.

Salah satu praktik medis alternatif besar-besaran yang diklaim dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit adalah terapi magnetik. Terapi ini menggunakan magnet statis yang disisipkan ke berbagai bentuk, tak hanya aksesori seperti gelang, cincin, atau kalung kesehatan, tapi juga pakaian, sepatu, bahkan tempat tidur.

Laporan Langone Medical Center di New York University menyebutkan setidaknya terapi magnet sudah ada sejak 2.000 tahun lalu. Para tabib di Eropa dan Asia menyakini logam tersebut dapat menarik penyakit keluar dari dalam tubuh. Magnet statis sering diklaim punya kemampuan mengubah medan bioenergetik atau biofield, medan energi yang konon mengelilingi tubuh.

Klaim lain terhadap sisipan magnet dalam aksesoris kesehatan itu dipercaya meningkatkan aliran darah, sehingga lebih cepat menyembuhkan jaringan rusak. Klaim-klaim ini mungkin terdengar masuk akal, darah memang mengandung zat besi, sedangkan sifat magnet adalah menarik besi. Jadi, ide bahwa magnet kesehatan menarik besi yang ada di dalam aliran darah sehingga memperlancar aliran darah terdengar masuk akal.

Namun, faktanya, besi di dalam darah saling berikatan dengan hemoglobin dan tidak bersifat feromagnetik (menarik magnet). Jika darah bersifat feromagnetik, tubuh akan meledak ketika menjalani tes kesehatan magnetik seperti pemindaian MRI. Pada alat MRI, ada magnet dengan kekuatan magnetik ribuan kali lebih kuat ketimbang magnet dalam "aksesori kesehatan" tersebut.

Sementara itu, magnet pada aksesori kesehatan memiliki medan magnet yang sangat lemah, sehingga kekuatan magnetiknya akan sulit menembus kulit. Magnet terapi umumnya hanya berukuran 400 hingga 800 gauss (satuan unit kekuatan magnet). Coba saja buat percobaan sederhana dengan mengamati interaksi magnet dengan penjepit kertas contohnya, ketika dipisahkan kaus kaki.

Klip kertas jelas tak akan menempel kuat pada magnet, bahkan mungkin medan magnetik yang ada tak cukup kuat untuk dapat menarik klip tersebut. Bayangkan beberapa kaus kaki yang ditumpuk adalah kulit, karena kulit manusia punya ketebalan tiga milimeter lebih tebal dari kaus kaki.

Selain magnet, metode terapi alternatif lain yang digandrungi adalah aksesori yang terbuat dari kristal atau bebatuan alam. Para pendukung metode ini percaya bahwa bahan-bahan tersebut dapat bertindak sebagai medium penyembuhan, membuat energi positif masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkan energi negatif (penyebab penyakit).

Meski digolongkan sebagai pseudosains oleh para peneliti dan ahli medis, terapi kristal atau batuan alami sangat populer digunakan di spa, klinik kesehatan, atau panti pijat karena dipercaya dapat membantu relaksasi di titik-titik tertentu pada tubuh. Batu amethyst atau kecubung, misalnya, diyakini bermanfaat bagi usus, lalu aventurine hijau menyehatkan jantung, atau topaz kuning untuk menjernihkan pikiran/mental.

Infografik Terapi tipu tipu kesehatan semu

Dibuai Efek Plasebo

Beberapa penelitian membuktikan terapi magnet maupun kristal dan bebatuan alami tak berpengaruh apa pun bagi tubuh. Pada 2006, Leonard Finegold, profesor fisika dari Drexel University, menulis di British Medical Journal soal kemanjuran terapi magnet dengan ragam literatur ilmiah. Menurut Finegold, tak ada bukti bahwa magnet berdampak positif bagi kesehatan. Kalaupun ada, manfaatnya kecil.

"Klaim-klaim yang luar biasa memerlukan bukti yang luar biasa pula," tandas Finegold.

Riset yang dilakukan oleh Christopher French dan kolega-koleganya di Goldsmiths College, University of London juga menunjukkan bahwa tak ada bukti manfaat dari bebatuan dan kristal, kecuali efek plasebo. Ketika "terapi-terapi" ini membikin Anda merasa baikan secara sementara, tak ada bukti bahwa ia bisa sungguh-sungguh mengobati penyakit atau menangani masalah-masalah kesehatan, kata French seperti ditulis Live Science.

French pada 2001 melakukan percobaan dengan 80 responden yang diminta bermeditasi selama lima menit sambil memegang kristal kuarsa asli atau tiruan. Mereka juga tak diberi informasi mengenai keaslian kristal. Namun, para peneliti tak menemukan perbedaan efek yang dilaporkan pemegang kristal palsu dan asli. Mereka sama-sama merasakan sensasi hangat di tangan saat memegang kristal dan mengalami peningkatan stamina.

Selain penelitian French, penelitian oleh Max H. Pittler, dkk setahun kemudian juga mengklaim hasil serupa. Kesimpulannya, tak ada bukti pendukung bahwa penggunaan magnet statis dapat menghilangkan rasa sakit, sehingga ia tak direkomendasikan sebagai pengobatan efektif. Begitu pun dengan terapi kristal dan bebatuan alam.

Meski telah banyak literatur yang membantah keampuhan magnet dan bebatuan tersebut, masih banyak yang mempercayai khasiat kesehatan bebatuan tersebut karena klaim penjualnya. Bahkan, ada penjual yang berani menjamin alat terapinya dapat menyembuhkan kanker. Akibatnya, masyarakat jadi lebih tertarik berobat alternatif ketimbang pergi ke dokter dan berolahraga untuk menjaga stamina.

“Penjualnya menawarkan harapan dan mereka berani klaim bisa menyembuhkan. Sementara kami para dokter telah disumpah tidak menjual harapan,” kata dr. Jiemi Ardian, seorang dokter ahli kejiwaan sekaligus hipnoterapis, saat berbincang bersama saya mengenai fenomena ini.

Bagi Anda yang telah mengetahui fakta ini, jangan sia-siakan uang dan waktu demi membeli manfaat kesehatan yang semu belaka.

Baca juga artikel terkait PENGOBATAN ALTERNATIF atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani