Menuju konten utama

GBHN Dihidupkan Lagi, PKS Mendukung

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mendukung wacana dihidupkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) seperti zaman Orde Baru dulu. PKS menilai, GBHN masih relevan bahkan sangat penting untuk diberlakukan kembali saat ini.

GBHN Dihidupkan Lagi, PKS Mendukung
Seorang pria berjalan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mendukung wacana dihidupkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) seperti zaman Orde Baru dulu. PKS menilai, GBHN masih relevan bahkan sangat penting untuk diberlakukan kembali saat ini.

"Kita perlu berpikir untuk menghidupkan kembali GBHN. Dasarnya adalah agar hasil-hasil proses pembangunan merupakan perwujudan dari kehendak dan dinikmati oleh masyarakat," papar Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, di Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Jazuli Juwaini memaparkan urgensi dihidupkannya kembali GBHN karena ia menilai, pembangunan ekonomi di Indonesia setelah era Orde Baru belum merata dan hanya sebagian pihak yang menikmatinya.

"Pertama, angka pertumbuhan ekonomi relatif tinggi di atas 5 persen, tapi angka kemiskinan tidak berkurang signifikan," ungkap Jazuli Juwaini.

Kedua, lanjutnya, kesenjangan ekonomi antara golongan yang kaya dengan yang masih kekurangan bertambah tinggi dari tahun ke tahun. "Kondisi rasio itu menandakan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin sengsara," bebernya.

Sebelumnya, mantan Presiden PKS yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) juga merespon positif usulan yang meminta agar GBHN.

Menurut politisi asal Klaten, Jawa Tengah, ini, GBHN sangat diperlukan sebagai sebuah haluan negara karena diyakini bisa membawa arah pembangunan nasional menjadi lebih terencana dan lebih baik.

Hidayat Nur Wahid juga berpendapat, pembangunan nasional semestinya selaras dengan visi dan misi presiden. Yang menjadi persoalan, jabatan presiden maksimal hanya dua periode atau 10 tahun, sedangkan rencana pembangunan nasional harus terus dijalankan.

Oleh karena itu, imbuhnya, GBHN mutlak diperlukan. “Ketika presiden sudah tidak menjabat lagi, maka rencana pembangunan nasional akan dilanjutkan oleh presiden terpilih berikutnya,” tutup Hidayat Nur Wahid.

Baca juga artikel terkait DPR atau tulisan lainnya

Reporter: Iswara N Raditya