Menuju konten utama

Garuda, Lion & 5 Maskapai Lain Divonis Bersalah soal Harga Tiket

Tujuh maskapai yang divonis bersalah oleh KPPU terkait harga tiket, antara lain: Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, NAM Air, Batik Air, Lion Air, dan PT Wings Abadi.

Garuda, Lion & 5 Maskapai Lain Divonis Bersalah soal Harga Tiket
Pesawat Garuda Indonesia dilayani di landasan Bandara Narita Tokyo. FOTO/AP

tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memvonis tujuh maskapai penerbangan nasional bersalah soal penetapan harga tiket penumpang pesawat kelas ekonomi sepanjang 2018-2019.

Putusan tersebut tertera dalam surat KPPU dalam Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 yang mengatur soal kesepakatan mengatur harga dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait persaingan bisnis tidak sehat yang mengarah pada monopoli.

Tujuh maskapai yang jadi terlapor atas kasus tersebut, antara lain PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT NAM Air, PT Batik Air, PT Lion Air, dan PT Wings Abadi.

"Menyatakan bahwa terlapor 1 hingga terlapor 7 terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang(UU) Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan UsahaTidak Sehat," dalam keterangan resmi, Rabu (23/6/2020).

Dalam surat keterangan tersebut, struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat. Sehingga seluruh terlapor dalam perkara ini menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar.

Selain itu ditemukan juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga diantara rentang batasantersebut.

“Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar,” demikian putusan tersebut.

Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia.

Concerted action atau parallelism tersebut dilakukan melalui pengurangan subclass dengan harga murah oleh 7 maskapai itu melalui kesepakatan tidak tertulis antar-para pelaku usaha dan telah menyebabkan kenaikan harga serta mahalnya harga tiket yang dibayarkan konsumen.

Namun demikian, Majelis Komisi menilai bahwa concerted action sebagai bentuk meeting of minds di antara para Terlapor tersebut, tidak memenuhi unsur perjanjian di Pasal 11.

Berdasarkan Peraturan Komisi Nomor 04 Tahun 2010, unsur perjanjian di pasal tersebut membutuhkan berbagai hal seperti adanya konspirasi di antara beberapa pelakuusaha keterlibatan para senior eksekutif perusahaan yang menghadiri pertemuan dan membuat keputusan penggunaan asosiasi untuk menutupi kegiatan penetapan harga dengan cara alokasi konsumen.

Hal ini mengakibatkan, unsur Pasal 11 menjadi tidak terpenuhi.

Lebih lanjut, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kementerian Perhubungan untuk melakukan evaluasi terkait kebijakan tarif batas atas dan batas bawah, sehingga formulasi yang digunakan dapat melindungi konsumen dan pelaku usaha dalam industri, serta efisiensi nasional di mana batas bawah adalah di atas sedikit dari marginal cost pelaku usaha dan batas atas adalah batas keuntungan yang wajar dan dalam batas keterjangkauan kemampuan membayar konsumen.

“Saran dan pertimbangan turut direkomendasikan Majelis Komisi kepada pemerintah untuk segera merumuskan kebijakan-kebijakan langkah-langkah dalam membantu maskapai mengatasi Covid-19 berupa regulasi dan paket-paket ekonomi di antaranya mempermudah masuknya pelaku usaha baru dalam industri penerbangan,” demikian keterangan tersebut.

Respons Kemenhub

Kementerian Perhubungan terbuka dengan usulan evaluasi kebijakan tiket pesawat terbang tersebut. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengungkap hal tersebut usai keluarnya putusan dari Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

“Terkait putusan KPPU untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Kemenhub, kami sangat terbuka terhadap semua masukan dan saran dari berbagai pihak termasuk KPPU sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha dalam industri serta efisiensi nasional,” kata Adita.

Adita menjelaskan, sejak awal Kemenhub menyambut positif langkah KPPU tersebut untuk menerapkan praktik persaingan yang sehat di dunia penerbangan.

Hal itu sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Adita berkata, Kemenhub diamanahkan untuk menentukan tarif batas atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) sebagai pertimbangan pemenuhan aspek keselamatan, perlindungan konsumen, dan menghindari persaingan tidak sehat antar-badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri untuk kelas ekonomi.

“Sepanjang 2019 telah melakukan evaluasi terhadap kebijakan terkait TBA yang sebelumnya adalah PM 14/2016 menjadi PM 20/2019 dan KM 106/2019, di mana penerapan TBA tersebut dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap konsumen dan juga keberlangsungan industri penerbangan," jelas dia.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN KPPU atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Hukum
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz