Menuju konten utama

Garuda Indonesia Digugat karena Tak Beri Camilan Saat Delay

Maskapai Garuda Indonesia digugat oleh Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), Dr. David Tobing, karena tidak memberikan kompensasi berupa makanan ringan atas keterlambatan penerbangan selama 70 menit pada 27 Maret 2018.

Garuda Indonesia Digugat karena Tak Beri Camilan Saat Delay
Sejumlah pesawat Garuda Indonesia Boeing 777-300 terparkir di Hanggar perawatan Garuda Maintenance Facility (GMF) Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (23/7). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal.

tirto.id - Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), Dr. David Tobing mengajukan gugatan terkait perbuatan melawan hukum terhadap PT Garuda Indonesia Tbk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/4/2018).

Gugatan yang terdaftar dengan nomor 198/Pdt.G/2018/PN.JKT.PST tersebut diajukan setelah David merasa dirugikan karena tidak diberikan kompensasi berupa makanan ringan atas keterlambatan keberangkatan penerbangan (flight delayed) selama 70 menit.

Dalam rilis yang diterima Tirto, hal tersebut bermula pada hari Selasa 27 Maret 2018 lalu, saat ia akan berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara Batu Besar Hang Nadim, Batam menggunakan maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA152.

Pesawat yang dijadwalkan lepas landas pukul 09.10 WIB, mengalami beberapa kali keterlambatan hingga kemudian melakukan block off atau meninggalkan tempat parkir (apron) pada pukul 10.20 WIB dan baru lepas landas pada pukul 10.45 WIB.

Menurut David, mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Indonesia (Permenhub) No. 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia, seharusnya dirinya mendapatkan kompensasi berupa makanan ringan karena pesawat yang ditumpanginya mengalami keterlambatan penerbangan selama lebih dari 60 menit.

David selaku salah satu penumpang menyayangkan sikap pihak Garuda sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia yang mengabaikan kewajibannya pada hak-hak penumpang.

“Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terbesar di Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi maskapai penerbangan lainnya untuk taat pada hukum dengan melaksanakan kewajibannya, memenuhi hak-hak penumpang selaku konsumen ketika terjadi keterlambatan penerbangan,” ujar David.

David menambahkan, bahwa Garuda juga telah lalai memberikan informasi yang benar dan jelas tentang alasan keterlambatan penerbangan dan kepastian keberangkatan.

Seharusnya, menurut David, hal tersebut diberitahukan kepada penumpang selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit sebelum jadwal keberangkatan, sehingga karenanya Garuda telah melakukan perbuatan melawan hukum.

"Perlu diingat bahwa definisi keterlambatan adalah perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan yaitu pada saat pesawat block off meninggalkan tempat parkir pesawat (apron) atau block on dan parkir di apron bandara tujuan sehingga Konsumen berhak atas informasi yang jelas dan jujur tentang jadwal keberangkatan dan jadual ketibaan di tempat tujuan" tambahnya.

"Jadi kalau ada keterlambatan keberangkatan maupun keterlambatan ketibaan di tempat tujuan, penumpang harus diberikan kompensasi baik waktu sebelum berangkat ataupun setelah tiba di tempat,” pungkas David.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Bisnis
Reporter: Yandri Daniel Damaledo
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo