Menuju konten utama

GAPPRI Pesimistis Target CHT 2023 Bisa Tercapai

GAPPRI pesimistis target cukai hasil tembakau pada 2023 akan terpenuhi.

GAPPRI Pesimistis Target CHT 2023 Bisa Tercapai
Ilustrasi - Seorang pedagang menunjukkan pita cukai rokok di Pasar Pahing, Kediri, Jawa Timur. FOTO ANTARA/Arief Priyono/ss/pd/pri.

tirto.id - Pemerintah menargetkan proyeksi penerimaan dari cukai mencapai Rp254,45 triliun atau naik 9,5 persen dari outlook tahun 2022 yang diperkirakan sebenarnya Rp224,2 triliun. Target tersebut tertera dalam buku II Nota Keuangan Rencana Anggaran Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2023.

Dari angka Rp245,45 triliun tersebut, target Cukai Hasil Tembakau (CHT) sekitar Rp232,6 triliun atau naik 10,8 persen dari 2022 sebesar Rp209,9 triliun sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022.

Menanggapi besaran kenaikan target cukai tersebut, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, pesimistis target CHT akan terpenuhi.

“Jangankan yang untuk tahun 2023, untuk target tahun 2022 ini saja, kita akan sangat sulit mencapainya," katanya Henry Najoan di Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Henry menyebut situasi ekonomi saat ini dalam kondisi yang tidak stabil, daya beli yang semakin lemah terutama setelah pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Inflasi pada 2022 diperkirakan akan mencapai 6,3 persen hingga 6,7 persen yang menyebabkan daya beli menurun.

"Salah satu fenomena yang terjadi, gap harga antara rokok ilegal dan rokok legal yang terlalu lebar lalu perokok akan migrasi membeli rokok murah yang ilegal dan tergerusnya pangsa pasar rokok legal,” bebernya.

Henry pun mengingatkan, selain gap harga yang terlalu lebar, industri sebenarnya juga kelimpungan dengan tingginya pungutan langsung negara terhadap produk tembakau. Selama ini, IHT legal selain dipungut melalui CHT, juga dibebani Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar 10 persen dari nilai cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 9,9 persen dari harga jual eceran hasil tembakau.

Jika dijumlahkan, pungutan ketiga komponen pungutan langsung tersebut, akan sekitar 76,3 persen - 83,6 persen dari setiap batang rokok yang dijual.

"Tetapi dalam praktiknya, pungutan lebih dari itu. Pasalnya, masih ada pungutan pajak tidak langsung dan berbagai kewajiban seperti tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR). Dan semakin tinggi golongan, semakin tinggi pula pungutan yang harus diserahkan ke negara,” paparnya.

Henry lantas membeberkan hitung-hitungan sehingga melebihi angka dari peraturan yang berlaku. Untuk rokok golongan I, Sigaret Kretek Mesin isi 12 batang, dari harga yang dibanderol sebesar Rp22.875, harga dari produsen Rp19.800, dengan tarif cukai per batangnya sebesar Rp985, ditambah pajak daerah sebesar Rp98,5 dan PPN, total yang harus disetorkan oleh pabrikan mencapai 76,3 persen dari penjualan setiap rokok golongan ini.

Sementara, di rokok golongan II, isi 20 batang dengan harga bandrol Rp20.425, dari produsen Rp18.000. Dengan tarif cukai per batangnya Rp600, cukai yang harus dibayar mencapai 66,7 persen.

"Dengan tambahan pajak daerah dan PPN, angka kisaran pungutannya mencapai 83,6 persen, dari penjualan setiap rokok golongan ini," terangnya.

Henry menegaskan dengan beban seberat itu, pabrikan merasa sudah berada di titik penghabisan.

“Sayangnya, angka-angka tersebut, tak banyak dipahami oleh sebagian pihak yang terus mendesak kepada pemerintah menaikkan tarif cukai," ujarnya.

GAPPRI memperkirakan, kalau 2023, pemerintah menaikkan tarif cukai rata-rata 11,8 persen maka akibatnya akan semakin berat dan angka pungutan dari setiap batang rokok akan makin tinggi dan pabrikan akan semakin lemah arus kasnya.

"Dengan kondisi itu, tak terelakkan, jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan menurunnya penyerapan tembakau dan cengkeh dari petani," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait TARIF CUKAI ROKOK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin