Menuju konten utama

Gangguan Listrik di GTO Picu Lagi Kritik terhadap Sistem Nontunai

DPR menilai kewajiban transaksi nontunai di seluruh jalan tol melanggar undang-undang.

Gangguan Listrik di GTO Picu Lagi Kritik terhadap Sistem Nontunai
Antrian kendaraan saat transaksi di Gerbang Tol Cibubur, Jakarta TImur, Kamis (31/8/2017). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Gangguan listrik yang terjadi di ratusan wilayah meliputi Jakarta, Tangerang, dan Banten turut berdampak terhadap fungsi di pintu keluar Gardu Tol Otomatis (GTO) Pondok Ranji. Di lini masa Twitter, warga net pengguna jalan tol menumpahkan perasaannya lantaran harus mengalami macet panjang.

Salah satunya Yudha Irawan, yang lewat akun Twitter-nya menyampaikan informasi bahwa ada 6 GTO yang mati di Gerbang Tol Pondok Ranji, Tangerang Selatan.

“Imbas mati listrik di Gerbang tol [Pondok Ranji,] jadi semua transaksi etoll tidak [berfungsi] dialihkan [ke sistem] tiket manual tunai. [Dan] ada 6 gerbang yang tidak dibuka,” tulisnya di akun @popoexpress pada pukul 9.08 WIB.

Keluhan warga net diakui oleh PT Jasa Marga selaku pengelola dan pelaksana jalan tol. Melalui akun Twitter resminya @PTJASAMARGA, mereka meminta maaf. “Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, untuk saat ini GT Pd Ranji sedang dalam perbaikan.”

Bagi Nizar Zahro, anggota Komisi V DPR RI keluhan para pengguna jalan tol mestinya menjadi dasar pemerintah membatalkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16/PRT/M/2017 tentang Transaksi Non Tunai di Jalan Tol. Menurutnya aturan itu tidak saja merepotkan masyarakat, tapi juga melanggar undang-undang yang lebih tinggi di atasnya.

“Saya mohon kepada menteri agar peraturan nontunai di tol dikaji ulang. Karena itu menyalahi regulasi yakni UU Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang,” kata Nizar kepada Tirto, Selasa (2/1).

Di dalam peraturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16/PRT/M/2017 dinyatakan per 31 Oktober 2017 seluruh transaksi di jalan tol mesti dilakukan secara nontunai. Padahal Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Mata Uang menyatakan mata uang negara adalah rupiah yang terdiri atas rupiah kertas dan logam tanpa menyebut uang elektronik (e-money).

Selanjutnya pasal 23 ayat (1) undang-undang tersebut menyatakan: Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.

“Kalau pemerintah tutup akses masyarakat membayar tunai berarti pemerintah ajarkan masyarakat langgar undang-undang,” ujar politikus Partai Gerindra ini. “Padahal undang-undang lebih tinggi dari peraturan menteri dan disahkan presiden bersama DPR.”

Kewajiban melakukan transaksi nontunai di seluruh GTO menurut Nizar rawan persoalan. Hal ini karena GTO turut mengurangi jumlah petugas yang berarti penanganan terhadap insiden di lapangan menjadi lebih lambat. Selain itu, teknologi sentuh (tapping) yang diterapkan di GTO juga tidak efektif dan ketinggalan zaman.

“Di luar negeri sudah tanpa sentuh, ini [tapping] bikin macet. Belum [lagi] kalau kartunya jatuh dan tak ada saldo,” kata Nizar.

Nizar mengatakan perkembangan teknologi memang keniscayaan yang sukar dielakkan. Namun, ia mengingatkan penerapan teknologi mestinya juga dilakukan dengan persiapan regulasi, sumber daya manusia, dan infrastruktur yang memadai.

“Kami tidak anti teknologi. Tapi undang-undangnya diubah dulu. Jangan mau terapkan teknologi tapi SDM dan infrastruktur tidak siap. Masyarakat yang dirugikan,” ujarnya.

Ketua Bidang Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sularsih menilai penerapan membayar tunai saat GTO mengalami kerusakan merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah atas aturan yang mereka buat. “Kalau pemerintah katakan ini gardu nontunai, kemudian [saat rusak] dikatakan ini tunai itu berarti tidak konsisten,” katanya.

Sularsih mengatakan masyarakat pengguna tol mestinya diberikan pilihan untuk menentukan apakah mereka akan bertransaksi secara tunai atau nontunai. Ia menilai kebijakan memaksakan pembayaran nontunai di seluruh gardu tol merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Di dalam Pasal 15 undang-undang tersebut dinyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang memaksa konsumen.

“E-toll harusnya pilihan. Bukan paksaan,” kata Sularsih.

Sularsih mendesak pemerintah segera menerapkan standar minimal layanan bagi para pengguna tol. Misalnya saja dengan menerapkan batas minimum laju kendaraan di angka 60-80 km per jam. Sehingga ketika batas minimum itu tidak tercapai karena misalnya terjadi gangguan listrik di GTO, maka pemerintah wajib memberikan kompensasi kepada konsumen.

“Harusnya Jasa Marga (pengelola tol) memberi kompensasi. Ini jalan berbayar tapi manfaatnya sangat minim,” ujarnya.

Selain itu Sularsih juga meminta Jasa Marga melakukan langkah antisipasi ketika terjadi gangguan GTO. Caranya misalnya dengan menginformasikan kepada masyarakat bahwa sedang ada gangguan di GTO. Sehingga konsumen, khususnya yang tidak membawa uang tunai, tidak semakin dirugikan. Selain itu Jasa Marga juga mestinya memiliki pasokan listrik cadangan.

“Kalau tidak diinformasikan maka pembayaran tunai merupakan pemaksaan,” katanya.

Ratusan wilayah di Jakarta, Tangerang, dan Banten mengalami pemadaman listrik sejak Selasa (2/1) pagi. Pemadaman ini berdampak terhadap pelayanan GTO dan Commuter Line. Pada pukul 9.30, situs Peta Listrik Jaya (Pelita) milik PLN menunjukkan ada 708 wilayah yang mengalami pemadaman dengan total gangguan sebanyak 711 gangguan. Waktu gangguan listrik di setiap wilayah terbagi menjadi dua, yakni pukul 07.18 dan pukul 9.25, dengan estimasi perbaikan sekitar 3 jam.

Pelaksana Harian Manajer Komunikasi, Hukum, dan Administrasi PT PLN Distribusi Jakarta Raya Dini Sulistyawati mengatakan pemadaman listrik terjadi karena adanya gangguan Interbus Trafo (IBT) 1 dan 2 pada subsistem Gandul-Muara Karang sebagai pemasok listrik wilayah Jakarta.

“Mengakibatkan hilangnya tegangan listrik,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.

Ia mengatakan PLN mengupayakan perbaikan dengan cara mengalihkan jaringan pasokan listrik ke subsistem lain. Ia mengklaim upaya itu berhasil mengatasi pemadaman listrik di Jakarta dengan prioritas utama fasilitas umum. “Seperti perkantoran, transportasi umum, dan lain-lain,” katanya.

Dini meminta maaf atas gangguan yang dialami pelanggan di sebagian wilayah Jakarta Pusat, sebagian Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara yang terkena dampak penghentian aliran listrik. “Kami senantiasa terus berupaya meningkatkan keandalan pasokan listrik Ibu Kota,” katanya.

Baca juga artikel terkait TRANSAKSI NONTUNAI atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Jay Akbar
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maulida Sri Handayani