Menuju konten utama

Gairah Seks Wanita Tak Sesederhana Ujaran Hotman Paris Hutapea

Bukan cuma faktor usia dan fisik yang berpotensi menyebabkan gairah seks menurun.

Gairah Seks Wanita Tak Sesederhana Ujaran Hotman Paris Hutapea
Hotman Paris mengunggah video di akun Instagramnya yang berbicara tentang gairah perempuan di ranjang. Instagram/@hotmanparisofficial

tirto.id - Hotman Paris Hutapea baru saja mengunggah video yang mengundang pro-kontra di Instagram pada Selasa (26/12) kemarin. Dalam video berdurasi 47 detik tersebut, pengacara ini tampak duduk di antara para laki-laki yang sedang bertamu di sebuah warung, sembari berbicara di depan kamera.

“Subuh-subuh, sebagian para laki ini sudah di Kopi Joni karena ranjang istri yang sudah menua, sudah tidak bergairah. Pada saat laki-laki pada umumnya umur 50 makin kaya, makin banyak duit, istrinya makin menua, bahkan banyak yang sudah jadi gendut sehingga sudah tidak bergairah di ranjang. Kenyataan sekarang ini, 8 dari 10 laki-laki berduit punya si sayang di luar. Apakah itu salah? Apakah memang mempunyai istri lebih dari satu adalah solusi terbaik? Atau seperti sekarang ini, punya pacar di mana-mana. Berdoalah kepada istri, agar dua dari laki-laki tersebut adalah suamimu yang masih bertahan di ranjangmu. Selamat untuk para istri.”

Saat laporan ini ditulis, video tersebut sudah dilihat 230.917 kali dan dikomentari sebanyak 987 kali. Sebagian warganet mengafirmasi pendapat Hotman. Akun @blackstorm39 misalnya, mengetikkan komentar: “Makanya cwek jangan melar. Kalo melar kagak bergairah.”

Atau ada juga @danielo_dd yang bilang, “Bener banget bang @hotmanparisofficial” dan @prizawieharto yang mengucapkan “…makanya jadi wanita harus smart dan pinter jaga penampilan”.

Di lain sisi, sebagian warganet lain menyuarakan kritikan berlandaskan macam-macam sisi. Ada @windapur_ yang berkomentar, “Udah tua masih mikirin nafsu? Ibadah dong yg difikirin tuhh”, @herly6287 berkata, “Kasian nasib kita sebagai perempuan digituin ya..hbs manis sampah dibuang”, dan @meli_mall yang berujar, “Duh jd public figur kok gini amat, bang, yg dibahas ga lepas dari selangk***an….

Ujaran Hotman melihat masalah ketidakharmonisan kehidupan seksual suami-istri secara simplistis. Fokus pada fisik untuk perempuan dan materi sebagai tolok ukur kesuksesan laki-laki seolah menjadi pembenaran pernyataan Hotman, selain statistik “8 dari 10 laki-laki” yang tidak ia sebutkan dari mana sumbernya.

Terlepas dari makna-makna yang tersirat dari pesan Hotman dan diamini atau ditentang warganet, permasalahan rendahnya gairah seks perempuan tidak terpaku pada faktor fisik dan usia semata. Memang benar, perubahan hormonal yang terjadi kala menopause, melahirkan, atau menyusui bisa berkontribusi terhadap penurunan gairah seks perempuan.

Akan tetapi, lenyapnya gairah juga dapat terjadi karena dikombinasikan dengan faktor mental. Faktor ini terkait stres, depresi, rasa cemas, dan keletihan perempuan. Soal-soal itu bisa disebabkan oleh banyaknya tanggung jawab yang harus diselesaikan perempuan, terlebih mereka yang memutuskan bekerja. Tingginya biaya kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak adalah salah satu alasan yang mendorong perempuan untuk terjun di ranah profesional, di samping alasan aktualisasi diri perempuan itu sendiri.

Dalam sebuah acara diskusi, 21 Desember 2017 lalu, peneliti dan aktivis feminis Ruth Indiah Rahayu sempat menyinggung soal kehidupan seks suami istri yang dapat terpengaruh oleh tekanan di tempat kerja. Mengurus rumah tangga sembari mencari nafkah menurutnya adalah hal yang berat bagi istri yang bekerja. "Sampai rumah, [perempuan] ngurus suami, belum lagi di ranjang," kata Ruth.

Ia lalu mengisahkan cerita dari temannya yang bekerja sebagai etnografer di perkebunan sawit tentang para perempuan di sana yang menghabiskan waktu seharian untuk bekerja. Lalu, buruh-buruh laki-laki di sana banyak yang kemudian memilih pekerja seks, meninggalkan istrinya.

"Kalau ditanya kenapa, [mereka menjawab]: ‘Istriku kalau di ranjang cuma tidur membujur saja. Ya sudah kayak boneka gitu aja…' Ya, tentu saja tidak bergairah lagi alias capek karena waktu kerja mereka sudah full di ranah produksi dan reproduksi,” ujarnya.

Baca juga: Konsep Ibu Berpolitik Sekarang adalah Sosok yang Melawan”

Terkait rasa cemas, gairah seks perempuan yang minim bisa merupakan buah dari pikiran-pikiran mengganggu yang menghantui kepala mereka, mulai dari penilaian diri atau citra tubuh yang rendah sampai trauma karena pernah mengalami kekerasan seksual. Kecemasan juga dapat bersumber dari adanya konflik-konflik dalam relasi yang berdampak terhadap gairah dan kenikmatan seks perempuan.

Kecemasan ini pada akhirnya bisa menimbulkan gejala fisik seperti ketegangan otot atau kesulitan bernapas. Dilansir Anxiety.org, perempuan yang mengalami kecemasan mengaku sulit merasakan rangsangan seksual, minim lubrikasi vagina, dan merasakan nyeri saat bersenggama.

Baca juga: Mengapa Perempuan Tak Menikmati Seks?

Gairah seks perempuan juga bisa dipengaruhi oleh konsumsi obat-obatan penyakit tertentu seperti antidepresan dan anti-kejang. Selain itu, penyakit seperti artritis, kanker, diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan penyakit saraf lainnya juga ditulis dalam Mayo Clinic bisa berefek terhadap gairah perempuan di ranjang.

Namun, soal bentuk tubuh—sebagaimana disinggung Hotman soal ‘istri-istri di atas 50 yang berbadan gendut’— ternyata tidak serta merta mempengaruhi kehidupan ranjang suami-istri. Gairah seks perempuan, seperti halnya laki-laki, lebih banyak dipengaruhi oleh frekuensi latihan fisik yang dilakukan.

Saat seseorang rutin berolahraga, ia akan lebih mungkin terhindar dari suasana hati yang buruk, depresi, dan kecemasan. Penulis The Psychology Behind Fitness Motivation, Kim Chronister pun menyatakan, latihan fisik bisa meningkatkan level hormon yang berandil terhadap gairah seks perempuan.

Baca juga: Rajin Olahraga Mendongkrak Kepuasan Bercinta

Pada akhirnya, organ yang paling besar peranannya dalam kehidupan seks adalah otak manusia. Rangsangan atau makanan dan obat-obatan pemicu gairah sebanyak apa pun, jika diberikan kepada perempuan yang tidak siap secara mental untuk berhubungan seks, tidak akan menimbulkan efek positif apa pun.

Infografik ketika wanita lesu di ranjang

Situasi ‘Abnormal’ Kehidupan Ranjang

Wacana tentang gairah seks perempuan tidaklah sederhana. Di samping ragam faktor yang mendorong terjadinya situasi ini, ada kritik-kritik dari sejumlah pakar mengenai konsep gairah seks atau libido yang rendah. Seperti apa takaran seorang perempuan dikatakan memiliki gairah seks yang normal dan siapa yang menetapkannya? Seberapa sering frekuensi perempuan bersenggama sehingga ia tidak disebut abnormal?

Dalam WebMD, asisten profesor dari Harvard Medical School, Jan Shifren, MD, menyatakan, “Tidak ada pakem frekuensi normal atau perilaku tertentu saat membicarakan tentang seksualitas perempuan, dan hal ini terus berubah seiring waktu.”

Generalisasi tentang seksualitas perempuan juga dapat disokong oleh minimnya studi-studi terkait. Menurut Phyllis Greenberg, MSW, presiden Society for Women’s Health Research, sejak tahun 1990 hingga 1999, terdapat hampir 5.000 studi soal fungsi seksual laki-laki yang diterbitkan, sementara studi seksualitas perempuan hanya 2.000. Dari studi-studi soal seksualitas perempuan ini pun, masih banyak celah yang dikritik oleh peneliti-peneliti lain.

Satu contoh studi terkait seksualitas perempuan disoroti oleh Ray Monihan dalam risetnya yang berjudul “The Making of a Disease: Female Sexual Dysfunction” (2003). Ia melihat, definisi tentang disfungsi seksual perempuan, yang dapat dinilai dari gairah seks yang rendah, merupakan akal-akalan kapitalisme.

Pendapat Monihan diperkuat oleh pernyataan Dr. Bella Ellwood-Clayton, antropolog dan penulis Sex Drive: in Pursuit of Female Desire. “Perempuan dengan libido rendah dikatakan memiliki disfungsi seksual yang disebut hypoactive sexual desire disorder (HSDD). Masalahnya, banyak peneliti yang mengatakan hal seperti ini terikat kerja sama dengan perusahaan farmasi,” ujarnya dalam Huffington Post.

Baca juga artikel terkait SEKS atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Maulida Sri Handayani