Menuju konten utama

Gagal Tender Obat & Ironi Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS

Para pengidap HIV/AIDS sedang gusar karena stok obat ARV jenis TLE menipis. stok obat yang relatif aman hanya ada di dua rumah sakit.

Gagal Tender Obat & Ironi Program Nasional Penanggulangan HIV/AIDS
Penderita HIV/AIDS menunjukan obat Antiretroviral (ARV) yang biasa diminum untuk terapi pengobatan di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (1/12). dari seluruh penderita HIV di Indonesia hanya sekitar 17 persen saja yang mendapatkan terapi pengobatan Antiretroviral (ARV) dimana obat ini tidak membunuh virus, tapi memperlambat pertumbuhan virus. ANTARA FOTO/Lucky R

tirto.id - Para pengidap HIV/AIDS sedang gusar. Stok obat yang biasa mereka konsumsi kini mulai menipis lantaran pemerintah gagal menyediakan obat setelah tender obat dengan dua perusahaan farmasi batal pada 2018.

Stok obat yang dimaksud adalah Antiretroviral (ARV) Fixed Dose Combination jenis Tenofovir, dan Lamivudin, Efavirens (TLE).

“Proses pengadaan obat ARV Fixed Dose Combination jenis TLE ini dinyatakan gagal pada 2018, sehingga alokasi dana APBN tidak bisa tersalurkan untuk membeli obat tersebut,” kata Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana di Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Berdasarkan data yang dihimpun IAC, stok obat yang relatif aman hanya terdapat di RS Ananda Bekasi dan RS Elisabeth Bekasi. Sedangkan pada sejumlah rumah sakit lain di Jabodetabek, Jawa Tengah, Deli Serdang, Makassar, Palembang, dan Medan, mayoritas tercatat kosong.

Jika pun tersedia, Aditya mengatakan, rumah sakit yang terdata hanya memiliki stok obat yang terbatas. Bahkan sebagian hanya menyediakannya dalam bentuk pecahan saja. Kondisi seperti ini sudah terjadi sejak 4 bulan hingga 6 bulan lalu.

Kegagalan tender ini, kata Aditya, disinyalir karena PT Kimia Farma dan Indofarma tak sepakat dengan harga yang ditawarkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Pemenang juga tak didapat saat Kemenkes menggelar lelang terbatas.

Sebagai perbandingan, kata Aditya, ARV Fixed Dose Combination jenis TLE di pasar internasional bisa didapatkan dengan harga Rp112 ribu, sedangkan harga jual Kimia Farma ke pemerintah disebut mencapai Rp404 ribu.

Butuh Blueprint Pengadaan Obat

Selepas tender gagal, Aditya menyebut Kemenkes memang berupaya memenuhi ketersediaan obat dengan melakukan pengadaan darurat lewat donor dari Global Fund. Dana donor itu lantas digunakan Kemenkes untuk membeli 220 ribu botol ARV Fixed Dose Combination jenis TLE ke India, pada awal Desember 2018.

“Tapi obat itu hanya cukup sampai Maret 2019,” ucap Aditya.

Aditya pun meminta Presiden Jokowi segera mengeluarkan blueprint pengadaan obat. Kegagalan tender ini dinilai ironis lantaran pengendalian HIV/AIDS merupakan program nasional. Dalam strategi dan rencana aksi nasional, pemerintah mencanangkan Implementasi peningkatan jumlah tes HIV dan akses pengobatan ARV. (PDF)

Tak hanya itu, Aditya juga meminta Kemenkes dan Kementerian BUMN duduk bersama untuk mengatasi menipisnya stok obat HIV/AIDS, karena Kimia Farma dan Indofarma merupakan perusahaan BUMN.

“Kementerian BUMN harus berani untuk tidak menjadikan ini [obat HIV/AIDS] sebagai ladang keuntungan,” ucap Aditya.

Jika Kimia Farma terus menolak menekan harga obat, Aditya menyebut regulasi yang ada memungkinkan pemerintah menggandeng swasta. Hanya saja, perlu investasi yang relatif besar jika hendak bermitra dengan perusahaan farmasi yang dapat memproduksi ARV Fixed Dose Combination jenis TLE.

Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Engko Sosialine Magdalene mengakui tender obat HIV/AIDS gagal dilakukan pada 2018. Akan tetapi, Engko menegaskan pemerintah telah mengantisipasi ketersediannya bagi yang membutuhkan.

“Yang gagal lelang itu adalah Fixed Dose Combination, jadi masih bisa menggunakan alternatif (dosis) lepasan,” kata Engko di Kantor Kemenkes, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Engko mengakui Kemenkes telah mengupayakan ketersediaan obat dengan mengimpor. Obat-obat ini, kata Engko, bisa digunakan hingga 10 bulan ke depan. Keterangan ini menampik pendapat Aditya yang menyebut obat hanya tersedia hingga Maret mendatang.

“Empat bulan bisa menggunakan fitur equation, sementara enam bulan menggunakan obat lepasan. Jadi secara umum untuk ketersediaan ARV tidak menjadi masalah,” ujar Engko.

Sementara itu, Corporate Strategy Kimia Farma Ganti Winarno tak merespons panggilan telepon maupun pesan singkat yang dikirim reporter Tirto, hingga laporan ini diterbitkan, Jumat siang.

Baca juga artikel terkait AIDS atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Mufti Sholih