Menuju konten utama

Gagal Juara, Messi Menutup Copa America 2019 dengan Kritik Pedas

Argentina hanya mampu finis di peringkat tiga dalam gelaran Copa Amerika 2019. Lionel Messi menilai ada "siasat busuk" di balik prestasi buruk Argentina itu.

Gagal Juara, Messi Menutup Copa America 2019 dengan Kritik Pedas
Lionel Messi, dari tim nasional Argentina, ikut memimpin setelah Gabriel Jesús mencetak gol untuk Brasil selama semifinal Copa América pada Selasa, 2 Juli 2019 di stadion Mineirao di Belo Horizonte Vektor R. Caivano/AP

tirto.id - Argentina berhasil finis di peringkat ketiga Copa America 2019 setelah mengalahkan Chili dengan skor 2-1 pada Minggu (7/7/19). Sementara dua gol Argentina dicetak oleh Sergio Aguero (menit ke-12) dan Paolo Dybala (menit ke-22), gol balasan Chili berasal dari sepakan penalti Arturo Vidal pada menit ke-59.

Yang menarik, meski Argentina berhasil menang, Lionel Messi, bintang sekaligus kapten Argentina, kembali memantik perhatian karena dua hal yang kurang menyenangkan.

Pertama, Messi harus mengakhiri pertandingan itu lebih cepat karena mendapatkan kartu merah setelah bersitegang dengan Gary Medel, gelandang bertahan Chili. Dan kedua, pemain Barcelona tersebut memilih memboikot seremoni penyerahan medali.

Messi menerima kartu merah pada menit ke-37. Kartu merah itu berawal dari tindakan berlebihan Messi yang sengaja mendorong Medel meskipun bola sebenarnya sudah ke luar dari lapangan. Medel tak terima, dan kedua pemain langsung saling beradu badan. Untuk meredakan ketegangan, Mario Diaz, wasit yang memimpin jalannya laga itu, lantas mengganjar kedua pemain tersebut dengan kartu merah.

Sebelumnya, Messi dan Medel memang selalu menyuguhkan duel panas saat Argentina bertanding melawan Chili. Penyebabnya, selain karena posisi mereka bersinggungan secara langsung, Chili juga acap memberikan tugas kepada Medel untuk mematikan pergerakan Messi.

Dalam dua pertemuan sebelumnya, yakni pada laga final Copa America 2015 dan Copa America 2017, Chili bahkan berhasil mengalahkan Argentina karena kemampuan Medel dalam mematikan Messi.

Meski begitu, menyoal kartu merah yang mereka terima, kedua pemain tersebut ternyata sepakat bahwa Mario Diaz melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. Baik Messi maupun Medel menilai kartu merah itu terlalu berlebihan.

“Kartu kuning seharusnya cukup untuk kedua pemain,” kata Messi sesudah pertandingan, yang langsung diamini oleh Medel.

Yang menarik, Messi lantas menambahkan bahwa kartu merah yang ia terima itu barangkali merupakan buntut dari kritik kerasnya terhadap Roddy Zambrano, wasit yang memimpin laga semifinal antara taun rumah Brasil melawan Argentina. La Pulga menduga bahwa ada “siasat busuk” dalam pertandingan yang akhirnya dimenangkan Brasil dengan skor 2-0 tersebut. Menurutnya, keputusan Roddy Zambrano mencederai sportivitas.

“Tidak ada yang menghormati kami selama gelaran Copa America (2019) ini,” kata Messi, dilansir dari Washington Post. “Kami seharusnya mampu finis lebih baik, tetapi mereka tidak membiarkan kami lolos ke final. Korupsi dan wasit tidak membiarkan para penonton bisa menikmati sepakbola. Ini merusak sepakbola.”

Maka, berdasarkan asumsinya itu, Messi pun berontak lebih jauh lagi: ia memilih memboikot seremoni penyerahan medali yang dilakukan setelah pertandingan.

Yang menarik, kritik Messi yang bisa bikin telinga merah tersebut lantas memicu perdebatan. Ada yang setuju, beberapa ada yang kontra, dan CONMEBOL, otoritas tertinggi sepakbola Amerika Selatan, justru memilih melancarkan kritik balasan. Menurut mereka, Messi-lah yang justru tidak menghormati kompetisi.

"Tidak dapat diterima, bahwa karena sebuah insiden yang menjadi bagian wajar kompetisi, tempat 12 negara bertarung dalam kondisi yang sama, ada tuduhan tidak berdasar yang tidak merepresentasikan kebenaran dan mempertanyakan integritas Copa America," tulis CONMEBOL dalam situs web resmi mereka pada Minggu (7/7/2019).

"Tuduhan yang disampaikan menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap kompetisi, semua pemain sepakbola yang terlibat dan ratusan profesional CONMEBOL, lembaga yang sejak 2016 telah bekerja tanpa lelah untuk transparansi, profesionalisme, dan pengembangan sepakbola Amerika Selatan," imbuh mereka.

Sementara itu, bagi yang kontra, mereka menganggap bahwa kritik pedas Messi tersebut hanya merupakan wujud dari rasa frustasi. Sejauh ini, Messi boleh meraih segalanya bersama Barcelona. Namun, bersama Argentina, Messi belum mampu meraih apa pun. Sejak memulai debutnya bersama timnas senior Argentina pada 2005, Messi hanya mampu berdiri di atas tumpukan kegagalan.

Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang menilai bahwa kritik Messi tersebut ada benarnya?

Menurut Marca, AFA, otoritas tertinggi sepakbola Argentina, saat ini masih terus melakukan upaya agar CONMEBOl mau melakukan investigasi terhadap kepemimpinan Roddy Zambrano di laga semifinal.

AFA masih mempertanyakan mengapa Zambrano menolak menggunakan bantuan Video Assitant Referee (VAR) mengenai insiden yang menimpa Nicola Otamendi dan Sergio Aguero di dalam kotak penalti Brasil. Mereka ingin tahu komunikasi antara Zambrano dan Leondan Gonzales, petugas VAR, saat kejadian itu terjadi.

Kecurigaan AFA tersebut setidaknya juga diperkuat oleh penelusuran Tancredi Palmeri, jurnalis asal Italia yang bertugas untuk Tutto Mercato Web, yang berada di Brasil selama gelaran Copa America 2019. Ia menilai bahwa ada skandal di balik kekalahan Argentina dari Brasil tersebut.

Menurut Palmeri, bersumber dari blog sepakbola asal Argentina yang dikelola oleh para jurnalis Argentina, saat Otamendi dan Aguero dijatuhkan di dalam kotak penalti Brasil, Leondan Gonzales sebetulnya menyuruh Zambrano untuk me-review kejadian itu melalui VAR. Gonzales menilai bahwa dua insiden itu sebetulnya layak diganjar dengan penalti, tapi Zambrano justru mengacuhkan pendapat Gonzales itu.

Selain itu, masih menurut Palmeri, ada kejadian mencurigakan lainnya. Frekuensi radio yang digunakan wasit dengan petugas VAR ternyata sempat bermasalah sebelum pertandingan.

Globo Esporte, media asal Brasil, lantas melaporkan bahwa masalah itu terjadi karena frekuensi radio tersebut ternyata berbenturan dengan frekuensi radio yang digunakan para pengawal Jail Bolsanaro, Presiden Brasil, yang datang untuk menonton pertandingan.

Namun, masalah itu rampung sebelum pertandingan. Itu berarti, saat insiden yang menimpa Otamendi dan Aguero terjadi, Zambrano seharusnya bisa tetap berkomunikasi dengan para petugas VAR.

Dan, meski agak melenceng dari kasus yang menimpa timnas Argentina, menjelang laga final antara Brasil melawan Peru yang digelar pada Senin (8/7/19) waktu Indonesia, media Chili ternyata menemukan fakta lain yang bisa memperkuat kecurigaan terhadap pergelaran Copa Amerika 2019: Roberto Tobar, wasit yang memimpin laga final, pernah bersinggungan dengan kasus korupsi.

Pada 2012-2013, Tobar pernah dilarang memimpin pertandingan sepakbola selama tujuh bulan. Penyebabnya, bersama para wasit Chili lainnya, ia sering melakukan pertemuan diam-diam, main kartu, mabuk-mabukan, sekaligus menentukan siapa yang bakal mendapatkan jatah untuk memimpin sebuah pertandingan yang sudah "diatur" hasilnya. Parahnya, mereka juga harus menggunakan biaya perjalanan pribadi untuk memimpin pertandingan tersebut.

Baca juga artikel terkait COPA AMERICA 2019 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Abdul Aziz