Menuju konten utama

Gabungan LSM Gugat Pemerintah dan DPR Soal Terjemahan Resmi KUHP

Ketiadaan terjemahan resmi membuat adanya penafsiran berbeda terhadap KUHP antara para pakar hukum.

Gabungan LSM Gugat Pemerintah dan DPR Soal Terjemahan Resmi KUHP
Menkumham Yasonna Laoly, salah satu pihak yang digugat oleh gabungan LSM terkait terjemahan resmi KUHP. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama LBH Masyarakat dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana atau Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menggugat pemerintah. Mereka dinilai lalai menerjemahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dari bahasa Belanda ke Indonesia.

Gugatan itu telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (8/6/2018). Dalam pokok gugatan, ketiga LSM berargumen bahwa ketiadaan terjemahan resmi membuat adanya penafsiran berbeda terhadap KUHP antara para pakar hukum.

"Bagaimana kita dapat memiliki kepastian dan keselarasan hukum, khususnya penerapan hukum pidana yang bersifat sangat materil. Padahal sejak disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, telah mengamanatkan para Tergugat bahwa setiap peraturan perundang-undangan wajib menggunakan bahasa Indonesia," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhamad Isnur di PN Jakarta Pusat.

Pihak yang digugat YLBHI, ICJR, dan LBH Masyarakat adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Ketua DPR Bambang Soesatyo.

Menurut Isnur, ketiadaan terjemahan resmi KUHP semakin berdampak pada masyarakat karena saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan KUHP. Pembuatan kitab besar hukum pidana itu ditargetkan selesai pada Agustus mendatang.

Isnur menyatakan sebelum gugatan dilayangkan tim advokasi ketiga lembaga sudah melayangkan somasi tertulis pada 11 dan 28 Maret 2018. Akan tetapi, para Tergugat tidak merespon somasi.

"Tragisnya, RKUHP yang saat ini dibahas dan disusun para Tergugat tidak memiliki cantolan KUHP yang memiliki terjemahan resmi bahasa Indonesia. Adanya fakta ini, penggugat menilai Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak dipatuhinya UU Nomor 24 tahun 2009," ujar Isnur.

Ketiga LSM itu menuntut PN Jakarta Pusat menerima permohonan mereka. Mereka ingin pembahasan RKUHP yang sedang berjalan ditunda hingga adanya terjemahan resmi KUHP lama. Selain itu, penggugat juga ingin pemerintah dan DPR menyatakan permohonan maaf karena lalai menerjemahkan KUHP hingga kini.

Baca juga artikel terkait KUHP atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari