Menuju konten utama

Fraksi Demokrat DPR RI Sepakat Revisi UU KPK, tapi dengan Catatan

Fraksi Demokrat menyetujui rencana Revisi Undang-Undang KPK, tetapi dengan catatan dalam penerapan Dewan Pengawas KPK.

Fraksi Demokrat DPR RI Sepakat Revisi UU KPK, tapi dengan Catatan
Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani (kanan) berjabat tangan dengan Ketua DPR Bambang Soesatyo seusai menyerahkan berkas tanggapan Komisi pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.

tirto.id -

Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Selasa (17/9/2019). Pernyataan tersebut disampaikan setelah DPR mengesahkan revisi Undang-undang KPK.

Meski sepakat, Fraksi Demokrat DPR RI memberikan catatan dalam poin Dewan Pengawas KPK (Dewas KPK). Demokrat khawatir ada potensi penyalahgunaan wewenang presiden jika pemilihan Dewas KPK di tangan presiden.

"Fraksi Demokrat mengingatkan abuse of power apabila dewan pengawas dipilih presiden. Fraksi demokrat memandang hematnya dewan pengawas ini tidak kewenangan presiden," ujar Anggota Fraksi Demokrat DPR RI Erma Suryani Ranik usai sidang Paripurna pengesahan Revisi UU KPK di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2019).

"Fraksi Demokrat menolak dengan tegas upaya pelemahan KPK dalam bentuk apapun," tambah perempuan yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR itu.

Fraksi Demokrat meminta agar pengesahan revisi UU KPK bisa memperkuat KPK dalam upaya pemberantasan korupsi dengan hati-hati dan baik.

Erma juga menegaskan, Fraksi Demokrat akan tetap berkomitmen dan konsisten untuk memperkuat penegak hukum lain, termasuk KPK.

"Selama 17 tahun perjalanan KPK menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Fraksi Demokrat memdengar aspirasi yang pada pokoknya ditemukan adanya penyempurnaan dan penguatan [Melalui UU KPK]," pungkasnya.

DPR resmi mengesahkan Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai undang-undang, Selasa (17/9/2019). Pengesahan dilakukan setelah seluruh peserta rapat paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dan dihadiri 102 anggota DPR RI berdasarkan hitung kepala pukul 12.18 WIB sepakat dengan usulan revisi.

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Fahri di ruang rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).

"Setuju," jawab anggota DPR serempak.

Sebelum dilakukan pengesahan, Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas lebih dulu membacakan laporan pembahasan revisi UU KPK di Baleg. Ia menjelaskan tujuh fraksi menerima tanpa catatan revisi UU No 30 tahun 2002 itu. Tujuh fraksi itu adalah PDIP, Golkar, NasDem, Hanura, PPP, PKB, dan PAN.

"Setelah rapat intensif dengan pemerintah, fraksi-fraksi memberikan pandangan mininya. 7 fraksi menerima tanpa catatan, 2 fraksi belum dapat menerima atau menyetujui terutama soal dewan pengawas," ujar Supratman.

Adapun dua fraksi yang tidak setuju itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra. Kedua fraksi itu memberikan catatan terkait tak setujunya keberadaan dewan pengawas yang dipilih langsung presiden tanpa adanya fit and proper test. Sementara satu fraksi yakni Partai Demokrat belum memberikan pendapatnya.

"Satu fraksi yakni Partai Demokrat belum memberikan pendapatnya karena menunggu konsultasi dengan ketua fraksi," ujar Supratman.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Andrian Pratama Taher