Menuju konten utama

Formappi Kritik Kinerja DPR Arogan soal Copot Hakim Aswanto

DPR dinilai kerap membuat keputusan arogan, salah satunya adalah pemecatan Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto.

Formappi Kritik Kinerja DPR Arogan soal Copot Hakim Aswanto
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-14 DPR Masa Persidangan III Tahun 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym.

tirto.id - Peneliti Formappi Yohanes Taryono menyebut DPR kerap membuat keputusan arogan dan sewenang-wenang, salah satunya adalah pemecatan Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto. Menurut Yohanes, langkah tersebut memiliki kecacatan dalam logika.

Hal itu sebagai bentuk kritik kepada DPR jelang akhir masa reses dan akan kembali ke Senayan pada 1 November 2022 mendatang.

"Saat ini DPR telah menunjukkan sikapnya yang arogan," kata Yohanes dalam konferensi pers secara daring pada Kamis (27/10/2022).

Menurutnya, DPR telah melampaui batas dengan mengintervensi ranah yudikatif. Padahal, DPR tak memiliki kewenangan apapun untuk melantik atau memberhentikan hakim MK.

"Saya kira itu logika yang sesat. DPR secara kelembagaan pun tidak bisa punya kewenangan," jelasnya.

Sebelum Formappi, Indonesia Coruption Watch (ICW) juga menyebut tindakan DPR memecat Aswanto adalah hal yang serampangan.

"Langkah DPR terhadap MK ini semakin memperlihatkan sikap otoritarianisme dan pembangkangan hukum," kata ICW dalam rilis tertulis.

ICW juga meminta MK untuk mengabaikan pernyataan Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Menurut ICW, pernyataan Bambang Pacul yang menyebut Aswanto sebagai representasi legislatif adalah salah dan tidak sesuai norma hukum.

"Jadi pemikiran Bambang itu mestinya diabaikan saja," tegas ICW.

Menanggapi kritik dari Formappi dan ICW tersebut, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani menyebutkan tidak ingin larut dalam perdebatan dengan koalisi masyarakat sipil perihal pemecatan Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto. Walau disebut sewenang-wenang dan arogan baginya hal itu akan kembali diserahkan kepada masyarakat sebagai catatan dan rapor di Pemilu 2024 mendatang.

"Parameter bahwa DPR itu sewenang-wenang atau tidak itu nanti ada Pemilu yang akan datang. Apakah masih terpilih atau tidak," kata Arsul saat dihubungi Tirto pada Jumat (28/10/2022).

Menurutnya, apa yang disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil seperti Formappi dan ICW tidak perlu ditanggapi oleh DPR secara serius. Cukup menjadi bahan diskusi dan diskursus percakapan masyarakat.

"Ini negara demokrasi. Jadi kalau ada koalisi masyarakat yang menilai masyarakat bahwa DPR itu sewenang-wenang tidak dilarang," terangnya.

Dirinya juga menyebutkan bahwa para pengambil keputusan perihal pemecatan Hakim Aswanto notabene berasal dari partai besar. Sehingga menurutnya keputusan DPR yang dianggap tidak populer di mata koalisi masyarakat sipil disukai oleh warga lainnya.

"Barangkali tidak populer hanya di kalangan aktivis masyarakat saja," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KINERJA DPR atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri