Menuju konten utama

FITRA Sebut Ada Tiga Masalah Besar di Penganggaran Daerah

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menemukan ada tiga masalah besar yang membuat kualitas penganggaran di banyak daerah masih buruk.

FITRA Sebut Ada Tiga Masalah Besar di Penganggaran Daerah
(Ilustrasi) Mendagri Tjahjo Kumolo (kiri) bersama Sekjen Kemendagri Yuswandi A Temenggung (tengah) dan Dirjen Otda Sumarsono (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/2/2017). Raker tersebut membahas penataan daerah, daerah otonom baru dan wilayah perbatasan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto menyatakan terdapat tiga masalah besar yang masih memperburuk kualitas penganggaran semua pemerintah daerah di Indonesia.

Masalah pertama, menurut Yenny, masih kuatnya aspek teknokrasi di penganggaran mayoritas Pemda. Akibatnya, banyak perencanaan anggaran di daerah yang tak sinkron dengan pemerintah pusat. Ujungnya, laju serapan anggaran di daerah menjadi lamban.

Sementara masalah kedua berkaitan dengan mekanisme administrasi tender pengadaan yang tidak memperhatikan kebutuhan percepatan realisasi anggaran. Yenny mencatat banyak pemda belum berinisiatif menggelar tender di awal tahun, padahal prosesnya biasa memerlukan waktu hingga berbulan-bulan.

"Tender bagian dari masalah penyerapan anggaran yang tidak maksimal. Tender memang butuh waktu panjang sebulan atau dua bulan. Tetapi kenapa tidak dilakukan di awal Januari saja (awal tahun anggaran)," kata Yenny di Peluncuran Hasil Local Budget Study (LBS) dan Portal Info-Anggaran yang diselenggarakan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), di Hotel Arya Duta, Gambir Jakarta pada Kamis (16/3/2017).

Adapun masalah ketiga, menurut Yenny, berkaitan dengan minimnya transparansi anggaran di hampir semua daerah. Situasi ini mengakibatkan tingkat partisipasi publik dalam penganggaran pemda belum terbangun maksimal.

"Kontrol masyarakat penting, (terutama di proses perencanaan dan pembahasan, agar anggaran tidak kemudian dimanfaatkan oleh elit-elit politik (korupsi)," ujar dia.

Persoalannya, Yenny berpendapat, selama ini tidak ada sanksi jelas bagi pemda yang belum menerapkan transparansi anggaran. Semestinya, dengan perkembangan pesat internet, semua pemda kini mudah memakai beragam medium penyampai informasi anggaran ke publik.

Yenny mencatat, dari 70 daerah yang diteliti oleh lembaganya, baru 60 persen yang menjalankan komitmen transparansi anggaran secara serius.

"Tetapi kemudian tidak hanya dalam transparansi saja. Tapi tindak lanjutnya apa. Apakah kemudian masyarakat diikutsertakan terhadap transparansi anggaran atau tidak," kata dia.

Di tempat yang sama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan kini kementeriannya sedang berfokus untuk mengerek kualitas pengelolaan anggaran di kalangan aparatur pemerintahan desa.

"Fokus saya memperkuat struktur aparatur desa. Bagaimana aparat desa mampu merencanakan pembangunan desa, mampu mengurus peraturan desa," ujar dia.

Menurut Tjahjo melanjutkan, pemerintahan desa, yang kini memiliki kewenangan besar dalam penggunaan anggara, juga perlu memahami pentingnya menjalankan pembangunan yang selaras dengan strategi nasional.

Baca juga artikel terkait ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH atau tulisan lainnya dari Chusnul Chotimah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Chusnul Chotimah
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Addi M Idhom