Menuju konten utama

Film Dokumenter Musa Dorong Legalisasi Ganja Medis di Indonesia

Orang tua Musa memperjuangkan pengobatan anaknya melalui judicial review UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Film Dokumenter Musa Dorong Legalisasi Ganja Medis di Indonesia
Film Musa (Film Dokumenter Karya Alexander Sinaga). FOTO/Yayasan Sativa Nusantara

tirto.id - Yayasan Sativa Nusantara--organisasi yang fokus untuk memanfaatkan tanaman-tanaman nusantara terutama ganja--bersama dengan sutradara Alexander Sinaga membuat film dokumenter berjudul Musa. Film berdurasi 23 menit itu merupakan yang pertama mengangkat isu ganja medis di Indonesia.

Film ini menceritakan seorang tokoh bernama Musa Ibnu Hassan Pedersen, anak dari Dwi Pertiwi. Musa sempat mendapatkan pengobatan atau terapi menggunakan ganja di Australia pada 2016. Terapi dengan ganja selama satu bulan penuh itu cukup membuahkan hasil signifikan, bahkan dia tak lagi mengalami kejang.

Namun, di Indonesia perawatan tersebut tidak dapat dilakukan karena bertentangan dengan hukum berlaku yakni Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009. Akhirnya, Musa menghembuskan nafas terakhirnya pada Sabtu, 26 Desember 2020, setelah 16 tahun sakit cerebral palsy.

Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Dhira Narayana menyatakan tujuan dari pembuatan film ini agar masyarakat mengenal siapa Musa Ibnu Hassan Pedersen dan mengapa isu ganja medis ini penting untuk anak-anak yang menderita cerebral palsy. DIa mengapresiasi seluruh pihak yang sudah mendukung terciptanya film ini.

"Hal ini menunjukkan banyak pihak yang sebenarnya sudah sepakat agar ganja dapat dimanfaatkan secara legal untuk keperluan medis," kata Dhira melalui keterangan tertulis, Sabtu (12/3/2022).

Saat ini, pemanfaatan ganja secara medis belum legal di Indonesia. Padahal, melalui voting ketat, Komisi Narkotika PBB (The UN Commission on Narcotic Drugs/CND) mencabut ganja dan turunannya dari Golongan IV Konvensi Tunggal Narkotika. Hal itu berarti ganja tidak lagi dianggap sebagai obat-obatan adiktif dan berbahaya.

Dhira menilai ganja medis dibutuhkan sebagai alternatif dari pengobatan. Hal itu tercermin dari orang tua Musa, Dwi yang memperjuangkan pengobatan anaknya melalui judicial review Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mudah-mudahan [Dari film ini] Mahkamah Konstitusi, juga Pemerintah dan DPR, akhirnya juga memiliki kesimpulan yang sama setelah menyaksikan film ini,” ucapnya.

Dwi mendesak para pemangku kebijakan tidak keblinger menafikan manfaat tanaman ganja hanya karena ketakutan akan sesuatu hal yang bisa diregulasi.

"Aku juga berharap suatu saat ganja medis bisa diakses oleh teman-teman Musa untuk bisa lebih sehat dan bisa meningkatkan kualitas hidup mereka dan orang-orang yang merawat mereka,” kata Dwi.

Sementara itu, Sutradara Film Musa, Alexander Sinaga menuturkan dengan menjadi bagian dari produksi film ini adalah caranya mengenang dan mendukung perjuangan "untuk terus berupaya melegalkan ganja medis sebagai pengobatan anak-anak pengidap cerebral palsy".

Baca juga artikel terkait FILM DOKUMENTER atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Film
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan