Menuju konten utama

Fidel Castro Melawan Dunia

Hubungan luar negeri Kuba selalu menarik perhatian dunia. Tercatat di bawah kepemimpinan Fidel Castro yang telah meninggal dunia pada hari ini, Kuba pernah beberapa kali mengalami friksi dengan sejumlah organisasi mulitrateral.

Fidel Castro Melawan Dunia
Presiden Kuba Fidel Castro menyimak pembicara selama parade May Day di Lapangan Revolusi Havana dalam arsip foto tanggal 1 Mei 2005. ANTARA FOTO?REUTERS/Claudia Daut.

tirto.id - Fidel Castro yang meninggal dunia pada usianya ke-90 pada hari ini adalah seorang tokoh yang kontroversial. Pada satu sisi para pemujanya melihat Castro sebagai sosok yang revolusioner, namun di sisi lain, ia tidak segan pula melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) untuk membungkam para penentangnya, sebuah langkah yang kemudian membawa Kuba memiliki hubungan pasang surut dengan beberapa organisasi multilateral di dunia.

Hubungan Kuba dengan Uni Eropa, misalnya, pernah mengalami titik nadir pada Mei 2003. Organisasi supra-nasional itu pernah memberlakukan sanksi terhadap Kuba karena tuduhan pelanggaran HAM oleh pemerintah Kuba yang melakukan penangkapan terhadap sejumlah wartawan dan aktivis. Setidaknya terdapat 75 orang ditangkap, 29 diantaranya adalah jurnalis, dalam sebuah aksi yang kemudian dikenal dengan nama Black Spring tersebut.

Pemerintah Kuba mengklaim jika mereka yang ditangkap dalam dalam insiden Black Spring tersebut adalah orang-orang yang dibayar oleh pemerintah Amerika Serikat dan para diplomatnya, demikian seperti dikutip dari Associated Press. Padahal, para jurnalis yang ditangkap tersebut merupakan bagian dari pergerakan kebebasan berpendapat yang telah muncul sejak pertengahan 1990'an, ketika Raul Rivero membuat sebuah lembaga pers independen bernama Cuba Press.

Sanksi yang dikenakan oleh Uni Eropa salah satunya adalah melakukan pembatasan terhadap kunjungan pejabat tinggi pemerintahan dan partisipasi diplomat-diplomat Uni Eropa dalam acara kebudayaan di Kuba. Kedutaan besar negara-negara Eropa bahkan kemudian mengundang para pemberontak Kuba untuk hadir dalam acara resepsi Uni Eropa. Akibatnya, para pejabat pemerintahan Kuba kemudian menolak untuk menghadiri acara tersebut. Periode ini kemudian disebut dengan istilah Cocktail Wars.

Sanksi Uni Eropa tersebut sempat dibekukan pada tahun 2005 meski tidak sepenuhnya diangkat. Baru pada tahun 2008, Uni Eropa seutuhnya mengangkat sanksi tersebut. Baru pada 2016 lalu, Uni Eropa akhirnya sepakat untuk melakukan normalisasi hubungan termasuk tentang isu HAM dengan Kuba di bawah kepemimpinan Raul Castro.

Jauh sebelumnya, masih di bawah kepemimpinan Fidel Castro pada Oktober 1992, Kuba pernah melakukan penolakan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta Kuba untuk menghormati hak-hak asasi warganya. Selain menolak resolusi itu, pemerintah Kuba juga menolak kunjungan pelapor khusus yang ditunjuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan pemantauan terhadap keadaan HAM di negara tersebut.

Padahal, sebulan sebelumnya, Kuba untuk pertama kalinya mendapat dukungan yang luar biasa dalam rapat Majelis Umum PBB dalam bentuk resolusi yang mengutuk embargo terhadap negara tersebut oleh Amerika Serikat.

Di balik segala friksi yang pernah terjadi, Kuba sendiri merupakan salah satu negara di Amerika Latin yang sangat aktif dalam politik internasional. Salah satunya adalah melalui keterlibatan negara tersebut dalam Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement/NAM), di mana negara ini pernah menjadi tuan rumah bagi pertemuan tingkat tinggi NAM pada tahun 2006.

Hingga saat ini, Kuba memiliki hubungan diplomatik atau konsuler dengan 187 negara. Terdapat 148 perwakilan diplomatik Kuba yang tersebar di 120 negara, dengan 119 kedutaan besar, 21 konsulat, tiga kantor diplomatik, serta empat representasi permanen dalam organisme international.

Baca juga artikel terkait HARD NEWS atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Politik
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Zen RS