Menuju konten utama

Festival Yulin dan Lemahnya Perlindungan Terhadap Binatang

Warga Yulin di Cina memiliki tradisi menyembelih puluhan ribu anjing untuk dijadikan berbagai sajian masakan. Di Indonesia, penganiayaan terhadap hewan hanya didenda Rp4.500.

Festival Yulin dan Lemahnya Perlindungan Terhadap Binatang
Penduduk setempat dan pelancong sedang makan daging anjing di Yulin, Cina. [Foto/kurasi.co]

tirto.id - Warga Yulin, Provinsi Guangxi, Cina memiliki tradisi tak lazim. Pada musim panas, mereka membuat pesta yang aneh bin ajaib. Selama sepuluh hari, puluhan ribu anjing akan disembelih dan dijadikan aneka masakan. Pesta itu dinamai Festival Yulin.

Sejak awal diselenggarakan pada 2009, Festival Yulin sudah mendapat banyak penolakan dari sejumlah aktivis penyayang binatang di dunia. Namun, berbagai macam protes yang dikumandangkan tidak pernah membuat warga Yulin menghentikan festival itu.

Pada Juni 2016 , festival ini kembali digelar. Menurut catatan Animal Hope and Wellness, sebuah organisasi nirlaba pecinta binatang, sedikitnya ada 15 ribu anjing yang dibantai untuk memenuhi hajatan tersebut.

Marc Ching, aktivis Animal Hope and Wellness, merupakan sosok yang keras melakukan penolakan terhadap festival tersebut. Sebelum festival dilaksanakan, Ching berupaya menyelamatkan anjing yang ada di tempat jagal. Dengan berpura-pura sebagai pengekspor daging anjing, dia mengeluarkan uang untuk menyelamatkan sekitar 1.000 anjing.

Aksi Ching pun menjadi sorotan dunia. Tekanan terhadap pemerintah Cina agar menghentikan Festival Yulin semakin kuat. Sayang, tekanan itu tidak memberikan dampak signifikan. Festival tetap digelar. Puluhan ribu anjing tetap harus meregang nyawa dan menjadi sajian di festival.

Lemahnya Perlindungan Hewan

Hewan juga memiliki hak asasi. Konsep hak asasi hewan diperkenalkan oleh World Society for Protection of Animals (WSPA). Ada lima hak asasi hewan yang diakui secara internasional. Pertama, hak bebas dari rasa lapar dan haus. Kedua, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit. Ketiga, bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan dan penyalahgunaan. Keempat, bebas dari rasa takut dan tertekan, serta kelima, bebas mengekspresikan perilaku alaminya.

Sayangnya. hak asasi hewan seringkali tidak dijadikan rujukan untuk pembuatan undang-undang di banyak negara. Akibatnya, aturan yang melindungi hewan di banyak negara pun menjadi lemah.

Festival Yulin menjadi gambaran bagaimana lemahnya perlindungan terhadap anjing. Festival itu juga membuktikan tidak adanya hukum yang bisa membuat para pelaku pelanggaran hak asasi hewan menjadi jera.

Di Indonesia sendiri, aturan semacam itu juga masih sangat lemah. Pada tahun 2014, Animal Defender, sebuah organisasi nirlaba penyayang binatang di Indonesia, melaporkan Danang Sutowijoyo, warga Berbah, Sleman, ke polisi lantaran melakukan penyiksaan terhadap kucing.

Aksi Danang menembak kucing dengan senapan angin menyebar luas di media sosial. Atas aksinya itu, Danang dilaporkan dengan tuduhan pelanggaran pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pasal 302 mengatur tentang penganiayaan terhadap hewan peliharaan. Pada ayat 1 disebutkan, “Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.”

Aktivis Garda Satwa Indonesia, Jonatan Wegiq, mengatakan bahwa aturan hukum yang lemah seperti itu, membuat banyak pelaku penganiayaan hewan lepas dari jerat hukum. “Kalau denda cuma Rp 4.500, ini kan juga nggak bener. Lemah sekali hukumannya. Padahal hewan dianiaya ini urusannya nyawa,” tegasnya.

Masih menurut Jonatan, perlindungan terhadap hewan seharusnya bisa dibuat undang-undang tersendiri. Jika ada undang-undang yang mengatur tentang hewan ternak, seharus juga ada undang-undang yang mengatur tentang hewan peliharaan.

Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Di dalam UU tersebut diatur tentang kesejahteraan hewan, tidak terbatas pada hewan peliharaan atau pun hewan ternak.

UU tersebut menjabarkan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan, yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

“Aturan soal kesejahteraan hewan itu kan sudah ada. Tapi memang belum ada penerapan. Kita lihat masih banyak kok hewan yang diterlantarkan. Ini yang juga akan jadi fokus kita ke depan,” tambah Angelina Pane dari Animal Friends Jogja.

Lagi-lagi, aturan tentang kesejahteraan hewan pun hanya terhenti pada kata-kata di undang-undang. Belum ada jaminan dan sanksi tegas bagi para pelaku penganiyaan terhadap hewan.

“Apalagi untuk anjing. Itu jelas bukan hewan ternak. Sudah pasti tidak bolehlah. Kita tahu soal Festival Yulin dan itu mengerikan,” ungkapnya.

Jangankan untuk membuat dan menegakkan hukum untuk melindungi hewan, di Indonesia, terkadang hak asasi manusia pun masih sering dilanggar.

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Hukum
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti