Menuju konten utama

Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Jatim, Bali, NTT, Papua 15 Oktober

Fenomena hari tanpa bayangan terjadi di beberapa daerah di Indonesia pada 15 Oktober hari ini, termasuk Jatim, Bali, NTT, dan Papua.

Fenomena Hari Tanpa Bayangan di Jatim, Bali, NTT, Papua 15 Oktober
Ilustrasi hari tanpa bayangan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Hari tanpa bayangan adalah fenomena ketika Matahari tepat berada di posisi paling tinggi. Fenomena hari tanpa bayangan terjadi di Jawa Timur (Jatim), Bali, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulwesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua pada bulan Oktober ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatatkan, pada saat itu, Matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat "menghilang", karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Karena itu, hari saat terjadinya kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.

Hari tanpa bayangan bisa terjadi karena bidang ekuator Bumi atau bidang rotasi Bumi tidak tepat berimpit dengan bidang ekliptika atau bidang revolusi Bumi, sehingga posisi Matahari dari Bumi akan terlihat berubah terus sepanjang tahun antara 23,5o LU s.d. 23,5o LS.

Hal ini disebut sebagai gerak semu harian Matahari. Pada tahun ini, Matahari tepat berada di khatulistiwa pada 21 Maret 2019 pukul 05.00 WIB dan 23 September 2019 pukul 14.51 WIB.

Kemudian, pada 21 Juni 2019 pukul 22.55 WIB Matahari berada di titik balik Utara (23,5o LU) dan pada 22 Desember 2018 pukul 11.21 WIB Matahari berada di titik balik Selatan (23,5o LS).

Setiap daerah di Indonesia dapat mengalami hari tanpa bayangan pada waktu yang berbeda-beda. Mengingat posisi Indonesia yang berada di sekitar ekuator, kulminasi utama di wilayah Indonesia akan terjadi dua kali dalam setahun dan waktunya tidak jauh dari saat Matahari berada di khatulistiwa.

Pada 15 Oktober hari ini, hari tanpa bayangan diperkirakan terjadi di Banyuwangi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Secara umum, kulminasi utama di Indonesia terjadi antara 22 Februari di Seba, Nusa Tenggara Timur hingga 5 April di Sabang, Aceh dan 8 September di Sabang, Aceh sampai dengan 21 Oktober di Seba, Nusa Tenggara Timur.

BMKG menyatakan hari tanpa bayangan terjadi di kota-kota Indonesia pada bulan September-Oktober 2019.

"Saat deklinasi matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai kulminasi utama," kata Kepala Bagian Humas BMKG Taufan Maulana kepada wartawan di Jakarta, 10 Oktober, seperti dikutip Antara News.

Pada saat itu, kata dia, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat "menghilang" karena bertumpuk dengan benda itu sendiri.

Karena itu, lanjut dia, hari saat terjadinya kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan. Berikut jadwal hari tanpa bayangan yang terjadi di Indonesia pada 15 Oktober hari ini.

  1. Banyuwangi, Jatim (pukul 11.08).
  2. Amlapura, Bali (pukul 12.03).
  3. Klungkung, Bali (pukul 12.04).
  4. Bangli, Bali (pukul 12.04).
  5. Gianyar, Bali (pukul 12.04).
  6. Tabanan, Bali (pukul 12.05).
  7. Negara, Bali (pukul 12.07).
  8. Bima, NTB (pukul 11.50).
  9. Woha, NTB (pukul 11.51).
  10. Dompu, NTB (pukul 11.52).
  11. Sumbawa Besar (pukul 11.56).
  12. Tanjung, NTB (pukul 12.01).
  13. Kalabahi, NTT (pukul 11.27).
  14. Lewoleba, NTT (pukul 11.32).
  15. Larantuka, NTT (pukul 11.33).
  16. Mbay, NTT (pukul 11.40).
  17. Labuan Bajo, NTT (pukul 11.46).
  18. Merauke, Papua (pukul 11.24).
Sebelumnya, fenomena hari tanpa bayangan juga terjadi di Tulungagung, Jawa Timur. Sejumlah siswa di SMAN 1 Tulungagung pada 14 Oktober kemarin memanfaatkan momentum hari tanpa bayangan untuk mempelajari teori kulminasi matahari, yaitu suatu kondisi di mana posisi matahari berada di titik tertinggi dan tegak lurus di atas kepala sehingga seolah-olah bayangan benda di atas permukaan tanah menghilang.

Pelajaran yang dipandu guru fisika tersebut dilakukan di luar dan dalam kelas untuk melihat langsung fenomena hari tanpa bayangan yang terjadi tepat pukul 11.18:32 WIB.

"Ini kesempatan yang bagus untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa fenomena hari tanpa bayangan ini tidak ada unsur mistis ataupun supranaturalnya, seperti diyakini orang awam terdahulu. Fenomena ini bisa dijelaskan secara keilmuan," kata Guru Fisika SMA Negeri 1 Tulungagung Wahyu Dwi Handari.

Menurutnya, fenomena langka tersebut masuk bagian materi pembelajaran mata pelajaran Fisika, yang bisa dipraktikkan secara langsung.

Ia menjelaskan bahwa tujuannya untuk memberi wawasan baru bagi para peserta didik, apalagi ternyata jika merupakan titik puncak matahari bisa dirasakan di Tulungagung pada pukul 11.18:32 WIB.

Praktik langsung dilakukan dengan mengajak siswa berdiri mengelilingi tiang bendera di tengah lapangan.

Sembari menaruh sebuah botol di atas lantai/tanah, siswa dan guru memerhatikan detik-detik bayangan benda, baik bayangan botol maupun tiang bendera, tidak lagi terlihat di atas permukaan tanah karena posisi matahari yang persis tegak lurus di atas kepala.

"Nah praktik anak-anak di luar kelas tadi, anak-anak mengakui benar tidak menemukan bayangannya. Dan di situ saya menjelaskan jika bayangan tidak terlihat dari dirinya itu bisa dijelaskan secara ilmiah, bukan hal gaib," katanya.

Wahyu Dwi menjelaskan, hari tanpa bayangan terjadi karena bidang ekliptika dan bidang ekuator tidak berhimpit.

Baca juga artikel terkait HARI TANPA BAYANGAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH