Menuju konten utama

Fauka Noor Farid: Bekas Tim Mawar, Setia Bersama Prabowo

Fauka Noor Farid mantan anak buah Prabowo di Kopassus. Kini ia orang penting Gerindra.

Fauka Noor Farid: Bekas Tim Mawar, Setia Bersama Prabowo
Fauka Noor Farid. FOTO/dok. Fauka Noor Farid

tirto.id - Kolonel Fauka Noor Farid sudah cabut dari jabatannya sebagai komandan kelompok khusus Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Statusnya kini purnawirawan, dengan reputasi pengamat dan praktisi intelijen. Tapi ia sudah terkenal sejak berpangkat Kapten. Namanya ikut menghiasi koran-koran nasional pasca-reformasi terkait penculikan aktivis 1998 yang dilakukan oleh Tim Mawar.

Waktu itu, ketika masih disidangkan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta 1999, Fauka baru hitungan tahun berdinas di Angkatan Darat, dalam Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Kapten (infanteri) Fauka Noor Farid, anggota Grup IV Kopassus, kala itu dikenai hukuman 16 bulan penjara tanpa pemecatan.

Lulus dari AKABRI pada 1992, Fauka lama ditempatkan di bagian intel tentara. Grup IV Kopassus (Sandi Yudha) yang berbasis di Cijantung ini sendiri adalah kesatuan yang dikenal dengan kemampuannya sebagai intel tempur. Beberapa tokoh yang pernah menjadi komandan di kesatuan ini adalah Sintong Panjaitan, Luhut Binsar Pandjaitan, Edy Sudrajat. Ketika Fauka Noor Farid masih terlibat kasus, komandannya adalah Kolonel Chairawan Kadarsyah Nusyirwan.

Tidak banyak informasi yang bisa diketahui tentang Fauka Noor Farid, demikian menurut peneliti politik Made Supriatma dalam "Melacak Tim Mawar" yang terbit pada Mei 2014 di laman IndoProgress. Minimnya informasi publik menjadikan Fauka sosok misterius. Menurut Made Supriatma, di antara yang perwira Kopassus yang kena kasus pada 1998, Fauka termasuk yang termuda.

Karier militernya berlanjut setelah dibui. Pada 2005, namanya disebut sebagai komandan Detasemen Pemukul Satu Raider di Aceh dengan pangkat mayor. Ketika berpangkat letnan kolonel di BAIS, Fauka kembali masuk pengadilan sebagai saksi terkait kasus kepemilikan senjata api politikus Lampung bernama Harmonis Siaga Putra. Sang politikus tak mengantongi surat izin dari polisi, namun punya izin dari BAIS. Tanda tangannya? Dari Fauka.

Beda nasib dengan rekan-rekannya yang dulu disidang dalam Mahmilti II 1999, Fauka tak pernah jadi jenderal. Berkat sidang banding, beberapa rekannya yang nyaris dipecat itu kini sudah masuk golongan jenderal. Fauka, yang mentok di pangkat kolonel, nampaknya rela tidak beken dan memilih jadi semacam king maker di belakang layar.

Belakangan nama Fauka kembali dikaitkan dengan Prabowo Subianto Djojohadikusumo. Waktu kasus penculikan, status Prabowo adalah Komandan Jenderal Kopassus dan Fauka adalah salah satu personelnya. Kali ini, Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Fauka Noor Farid punya posisi sebagai salah satu juru kampanyenya.

“Prabowo menampung Fauka,” kata Glenny Kairupan kepada Tempo (30/06/2014). Fauka mengaku sengaja mundur dari TNI agar bisa membantu Prabowo. “Sebagai atasan, beliau (Prabowo) sudah mengorbankan pangkat dan jabatannya untuk anak buah. Ya saya juga berkorbanlah,” katanya kepada Tempo.

Dalam Pilpres 2014 itu, Fauka menggalang dukungan untuk pasangan calon Prabowo-Hatta di Banten. Kemampuan intelijennya tentu berguna untuk Prabowo.

Pada 2019, Fauka Noor Farid masih setia dengan Prabowo. Jelang Pilpres 2019, ia sudah menjadi anggota Dewan Pembina Gerindra. Bekas perwira intelijen tentara ini kritis kepada pemerintah yang juga punya jaringan intelijen. Ia berharap orang-orang di pemerintahan dan juga badan intel negara mengam,bil sikap netral.

"Semua aparatur negara, termasuk intelijen, jangan sampai terseret dan terjebak dalam berpolitik praktis di ajang Pilpres 2019. Hal ini tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) intelijen," kata Fauka Noor Farid seperti dikutip Antara. “Intelijen negara itu harusnya netral."

Infografik Fauka Noor Farid

Infografik Fauka Noor Farid. tirto.id/Quita

Fauka termasuk orang yang curiga akan permainan pihak intelijen jelang Pemilu 2019. Baginya hal semacam itu sangat berbahaya. Ia juga tidak suka tuduhan khilafah yang melekat pada kubu Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019.

Soal khilafah, menurut Fauka Noor Farid sebagai orang intelijen, adalah hal yang tidak perlu dibesar-besarkan. Menurutnya, dalam perjanjian pakta integritas Capres 02 Prabowo Subianto dengan Ijtima Ulama, tak ada maksud untuk mengarahkan masa depan Indonesia untuk cita-cita Khilafah seperti yang diidamkan orang-orang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Bagi Fauka, isu Khilafah dan HTI hanya dihembuskan untuk mengimbangi isu PKI di kubu Jokowi-Ma’ruf Amin.

Mayor Jenderal Purnawirawan Glenny Kairupan mengonfirmasi keterlibatan bekas anak buah Prabowo di pilpres. “Kini hampir semua bekas anak buahnya membantu Prabowo,” kata Glenny Kairupan, seperti dikutip Tempo (30/06/2014). Bukan hanya yang ikut di Timor-Timur, tapi juga yang desersi atau yang sudah pensiun. Kata Glenny, Prabowo dekat dengan anak buahnya dan tidak pernah mau memotong 'uang beras' bawahannya. "Mereka semua," tulis Made Supriatma, "kini masih berhubungan dengan Prabowo dan Chairawan.”

Jika dulu cuma perwira bawahan, Fauka kini bukan orang sembarangan di Gerindra. Ia masuk jajaran Dewan Pembina partai. Dengan kata lain, 'ring satu' Prabowo Subianto.

Baca juga artikel terkait TNI atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Windu Jusuf