Menuju konten utama

Fatwa Halal-Haram PUBG dari MUI Belum Final

MUI belum mengeluarkan fatwa terkait halal-haram gim PUBG.

Fatwa Halal-Haram PUBG dari MUI Belum Final
Warga menghadiri PUBG Global Invitational 2018, turnamen esport resmi pertama untuk permainan komputer PlayerUnknown's Battlegrounds di Berlin, Jerman, Kamis (26/7). ANTARA FOTO/REUTERS/Fabrizio Bensch

tirto.id -

Majelis ulama Indonesia masih belum bisa mengeluarkan fatwa terkait video gim Player Unknown's Battlegrounds (PUBG).

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, fatwa atas gim tersebut masih menunggu hasil rapat lanjutan Komisi Fatwa MUI dengan beberapa stakeholder.

"Soal tindak lanjutnya bentuk fatwa atau penerbitan peraturan Undang-Undang, tergantung di pendalaman Komisi Fatwa," kata Asrorun usai FGD bersama sejumlah stakeholder dan psikolog serta perkumpulan atlet e-sport di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

Wacana untuk mengkaji fatwa terhadap PUBG datang dari MUI Jawa Barat beberapa hari setelah insiden penembakan menembaki jama'ah masjid Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Selandia Baru dua pekan lalu.

PUBG, yang kini tengah populer dimainkan di Indonesia, diduga menginspirasi Brenton Tarrant, sang pelaku teror, melakukan aksi kejinya.

Wacana MUI tersebut direspons oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan komitmen pemblokiran apabila gim battle royal tersebut dianggap memberikan efek buruk.

Meskipun, pembatasan video gim sendiri sebenarnya sudah diatur dalam Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2016. Berdasarkan pasal 8 beleid tersebut, PUBG masuk klasifikasi gim yang menunjukkan tindakan kekerasan dan hanya boleh dimainkan oleh pemain berusia 18 tahun ke atas.

Belakangan, Asrorun menyampaikan bahwa kajian yang dilakukan MUI tidak hanya menyasar PUBG, melainkan juga gim lain yang dinilai dapat memberikan dampak buruk bagi pemainnya.

Karena itu pula, Asrorun mengatakan, pemerintah perlu membatasi video gim lainnya berdasarkan beberapa klasifikasi. Mulai dari usia pemain, konten gim, waktu bermain, dan dampak yang ditimbulkan.

"Pada FGD ini tidak merujuk kepada satu jenis gim, tetapi lebih kepada gim yang berkonten negatif dan kemudian dinilai sejauh mana dampak bagi user dan masyarakat," ujar Asrorun.

Baca juga artikel terkait GAME ONLINE atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH