Menuju konten utama

Faktor Risiko Kanker Serviks Bukan Cuma Seks

Selain harus "bersih seksual", kita juga harus menjaga kebersihan lingkungan.

Faktor Risiko Kanker Serviks Bukan Cuma Seks
Seorang remaja di Dallas, Texas, menerima vaksin virus HPV. FOTO/REUTERS

tirto.id - Lazimnya, orang hanya mengetahui penyebaran human papillomavirus (HPV) lewat aktivitas seksual. Tapi ternyata, virus yang paling banyak menyebabkan ragam penyakit menular seksual ini juga bisa menginfeksi melalui aktivitas non-seksual, termasuk karena lingkungan kotor.

HPV mempunyai jenis beragam, masing-masingnya dapat memicu penyakit kelamin yang berbeda. Yang paling terkenal adalah si pemicu kanker serviks, yakni jenis HPV 16 dan HPV 18. Mereka bertanggung jawab atas 70 persen kasus kanker serviks secara global. Di luar kedua jenis itu, terdapat HPV lainnya yang dapat menyebabkan penyakit herpes, kutil kelamin, kanker vulva, kanker vagina/penis, dan kanker anal.

Baca juga: Perempuan Lajang dan Risiko Kanker Ovarium

Kanker serviks adalah kanker paling umum keempat yang menyerang wanita. Sebagian besar, sekitar 85 persen kanker serviks melanda para wanita di wilayah tertinggal. Ia menyumbang hampir 12 persen dari semua kanker yang diderita wanita. Sayangnya, meskipun jumlah korbannya tinggi, kebanyakan infeksi HPV tanpa gejala. Akibatnya, seringkali korban datang ke pusat kesehatan ketika sudah berada di stadium tinggi.

Kejadian itulah yang terjadi pada Julia Perez (Jupe). Selepas menikah dengan pesepakbola Gaston Castano, ia pernah berkonsultasi kepada seksolog Boyke Dian Nugraha dalam upaya memiliki momongan. Saat itu, dr. Boyke bertanya mengenai gejala-gejala yang berkaitan dengan infeksi virus HPV, misalnya keputihan tak wajar. Namun, Jupe dengan tegas mengatakan tak mengalami gejala tersebut.

“Selang beberapa hari, saat berada di Singapura, dia mengabari saya sambil menangis. Kankernya sudah di stadium dua,” cerita dr Boyke.

Baca juga: Menekan Risiko Buruk Kanker Serviks Sejak Dini

Kebanyakan orang mengira, infeksi virus HPV hanya melalui aktivitas seksual semata. Misalnya melalui kontak langsung dengan kulit kelamin, membran mukosa, pertukaran cairan tubuh, serta seks oral dan anal. Cara-cara tersebut, lanjut dr. Boyke, memang menyumbang 85 persen infeksi virus HPV. Sedang 15 persen lainnya disebarkan melalui aktivitas nonseksual.

Penularan HPV dapat terjadi akibat sentuhan langsung kulit ke kulit dengan pengidap, atau diturunkan saat persalinan. Sementara penularan jalur nonseksual di luar kelamin dapat terjadi akibat pemakaian toilet umum, pakaian dalam yang tak higienis, dan tidak sterilnya alat kedokteran.

“Jadi, bersih secara seksual belum tentu tidak kena HPV.”

Baca juga: Mencegah Penyakit Mematikan yang Mengancam Perempuan

Faktor Lingkungan Kotor

Di dunia, dilaporkan frekuensi infeksi HPV pada wanita dewasa yang aktif secara seksual sebanyak 6-10 persen, sedangkan pada perempuan sehat sebanyak 3,3 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Kirti Sharma pada 2015 mengungkapkan penyebaran HPV lebih tinggi di daerah kesukuan di India.

Sebabnya, masyarakat kesukuan cenderung kurang memiliki wawasan kesehatan dan kebersihan memadai. Frekuensi infeksi HPV pada gadis pra-remaja di kesukuan ditemukan dua kali lebih tinggi dari pada gadis seumuran mereka di kota Delhi.

Secara keseluruhan, di India, prevalensi HPV meningkat seiring bertambahnya usia. Pada perempuan pra-remaja, prevalensinya sebesar 6,6 persen. Jumlah ini naik ketika mereka pada remaja, menjadi 11,4 persen. Dan pada usia 18-25 tahun, prevalensi tertinggi, yakni 19,2 persen.

Baca juga: Banyak Bakteri pada Botol Minum

Infografik HPV

Sebanyak 65 persen gadis kesukuan India tersebut positif terinfeksi HPV berisiko tinggi. Lalu, 50,4 persennya merupakan HPV tipe 16 yang menyebabkan kanker serviks. Alasan tingginya prevalensi infeksi HPV pada wanita suku India diduga karena gaya hidup dan perilaku seksual. Mereka mengalami haid terlalu awal pada usia kurang dari 12 tahun dengan aktivitas seksual tinggi.

Banyak pasangan seksual berkontribusi pada kehamilan multipel, paritas tinggi, kekurangan gizi, dan imunodefisiensi. Imunodefisiensi merupakan kondisi dimana sistem imun melemah saat melawan penyakit dan infeksi. Akibatnya, mereka rawan terkena berbagai infeksi atau timbulnya sel tubuh yang ganas termasuk menyebabkan peningkatan infeksi HPV. Risiko infeksi HPV meningkat pada perempuan yang terpapar aktivitas seksual karena organ genitalnya belum matang, sehingga lebih rentan tertular infeksi.

HPV juga terdeteksi pada spesimen kuku dan ujung jari wanita muda yang aktif secara seksual. Penularan bisa saja terjadi saat mencuci area genital. Ini menunjukkan perempuan kesukuan India kurang memperhatikan kebersihan anggota tubuhnya sehingga HPV masih menempel di kuku.

Karena penularan HPV bisa melalui berbagai cara, perlu antisipasi berupa pemberian vaksin HPV. Pemberian vaksin pada wanita dilakukan dalam tiga kali dosis. Jarak antara dosis pertama dengan dosis kedua adalah 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis pertama.

“Pemberian vaksin HPV saat anak berusia 9-25 tahun memiliki efektivitas proteksi sebesar 90 persen.

Ketika diberi di usia 26 tahun, maka efektivitas vaksin turun jadi 80 persen,” papar dr Boyke.

Baca juga: Lambatnya Deteksi Dini Kanker Serviks

Baca juga artikel terkait KANKER SERVIKS atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Aditya Widya Putri