Menuju konten utama

Faktor Penyebab Milenial Hong Kong Terlibat di Demo UU Ekstradisi

Demo UU Ekstradisi Cina di Hong Kong kebanyakan didominasi oleh para milenial. Lalu apa faktor yang mendorong mereka untuk terlibat dalam aksi?

Faktor Penyebab Milenial Hong Kong Terlibat di Demo UU Ekstradisi
Demonstran anti-uu ekstradisi mengadakan aksi protes di ruang kedatangan Bandara Internasional Hong Kong, di Hong Kong, China, Jumat (9/8/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter/djo/foc

tirto.id - Kota Hong Kong telah dihebohkan oleh aksi demonstrasi soal UU Ekstradisi Cina selama dua bulan terakhir.

Ratusan ribu demonstran telah menduduki jalan-jalan kota, gedung-gedung pemerintah, dan bahkan bandara utama.

Semua penerbangan yang berangkat dibatalkan pada hari Senin (12/8/2019) dan membuat perjalanan macet.

Dalam aksi protes tersebut, orang-orang muda Hong Kong berada di garis depan. Banyak pemimpin demonstran yang masih berusia 20-an, mereka menuntut perubahan besar yang dapat mengubah masa depan seluruh generasi mereka.

Melansir dari CNBC berikut beberapa faktor yang mendorong milenial Hong Kong turun langsung dalam demonstrasi.

Demokrasi

Protes Hong Kong berawal dari bulan Juni dipicu oleh RUU yang memungkinkan adanya ekstradisi ke daratan Cina.

Para penentang RUU khawatir itu adalah tanda pengaruh Partai Komunis yang semakin besar terhadap Hong Kong, yang ditetapkan sebagai Daerah Administratif Khusus Cina yang beroperasi secara independen.

Meskipun pemerintah Hong Kong menangguhkan RUU tersebut sebagai tanggapan terhadap reaksi yang meluas, protes terus berlanjut.

Demonstran telah memanfaatkan momentum untuk mengadvokasi kebebasan demokrasi yang lebih luas secara keseluruhan.

Joshua Wong dan Agnes Chow, keduanya berusia 22 tahun, dan Nathan Law, 26, adalah tiga dari pemimpin Demosisto, sebuah kelompok aktivis pemuda pro-demokrasi di Hong Kong yang berada di garis depan demonstrasi.

Wong dan Law berada di antara beberapa orang yang dijatuhi hukuman penjara pada tahun 2017 karena peran mereka dalam Umbrella Movement, gelombang protes pro-demokrasi lainnya pada tahun 2014 yang dipimpin sebagian besar oleh mahasiswa.

Tetapi mereka tidak membiarkan kasus hukum sebelumnya dapat menghentikan mereka mendukung protes kali ini.

Melansir dari CNBC tentang Umbrella Movement, Wong, Law dan Chow ditangkap pada 26 September 2014, ketika mereka mencoba untuk merebut kembali situs protes populer yang dijuluki Civic Square, di luar markas pemerintah, yang telah ditutup oleh pemerintah, dengan alasan keamanan. Protes itu berakhir dengan aktivis menyerbu gedung, dan bentrok dengan polisi.

“Anak muda macam apa yang dihasilkan Hong Kong? Cerdas, efisien, penuh perhatian, dan mencintai kebebasan, " begitu bunyi tweet Wong setelah pengunjuk rasa menyerbu markas besar legislatif kota. "Aku bangga pada mereka."

Ketimpangan ekonomi

Hong Kong dikenal sebagai salah satu pusat ekonomi utama dunia. Tetapi juga rumah bagi ketidaksetaraan yang ekstrim.

Kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat mengejutkan. Menurut laporan sensus terakhir, 10 persen rumah tangga terkaya menghasilkan 44 kali lebih banyak daripada 10 persen yang termiskin.

Harga rumah di wilayah ini juga termasuk yang tertinggi di dunia bahkan melampaui New York dan London.

Untuk menghemat uang, banyak penduduk memilih untuk tinggal di kamar-kamar bergaya asrama yang sempit dengan tempat tidur susun dan kamar mandi bersama, yang dikenal sebagai "rumah peti mati".

Setengah dari pengunjuk rasa berstatus sebagai kelas menengah, menurut survei lapangan yang dilakukan oleh universitas lokal.

Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa demo pada akhirnya akan merugikan ekonomi Hong Kong secara keseluruhan.

Apalagi, jika berbagai perusahaan memutuskan untuk pindah karena kerusuhan yang terjadi.

Identitas Hong Kong

Hong Kong dikenal sebagai salah satu pusat ekonomi utama dunia. Tetapi juga rumah bagi ketidaksetaraan yang ekstrim.

Kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat mengejutkan. Menurut laporan sensus terakhir, 10 persen rumah tangga terkaya menghasilkan 44 kali lebih banyak daripada 10% yang termiskin.

Harga rumah di wilayah ini juga termasuk yang tertinggi di dunia bahkan melampaui New York dan London.

Untuk menghemat uang, banyak penduduk memilih untuk tinggal di kamar-kamar bergaya asrama yang sempit dengan tempat tidur susun dan kamar mandi bersama, yang dikenal sebagai "rumah peti mati".

Setengah dari pengunjuk rasa berstatus sebagai kelas menengah, menurut survei lapangan yang dilakukan oleh universitas lokal.

Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa demo pada akhirnya akan merugikan ekonomi Hong Kong secara keseluruhan.

Apalagi, jika berbagai perusahaan memutuskan untuk pindah karena kerusuhan yang terjadi.

Baca juga artikel terkait HONG KONG atau tulisan lainnya dari Arinta Wijaya Murti

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Arinta Wijaya Murti
Penulis: Arinta Wijaya Murti
Editor: Yandri Daniel Damaledo