Menuju konten utama

Faisal Basri Nilai Jokowi Tak Garap Serius Industri Manufaktur

Pertumbuhan industri manufaktur melambat pada 2018. Hal ini dinilai ekonom terlupa dari program pemerintah yang selama ini disuarakan terus-menerus seperti soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Faisal Basri Nilai Jokowi Tak Garap Serius Industri Manufaktur
Pekerja menyelesaikan perakitan unit sepeda motor di pabrik AHM, Karawang, Jawa Barat, Kamis (3/11). PT Astra Honda Motor mulai memproduksi motor sport terbaru kelas premium all New Honda CBR 250 RR dengan menerapkan teknologi manufaktur tercanggih saat ini. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/16.

tirto.id - Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengungkap ada yang luput dari perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mengelola ekonomi Indonesia.

Jokowi dan jajaranya, kata Faisal, selalu membangga-bangkan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di atas 5 persen. Kemudian, soal inflasi rendah dan berbagi capaian pemerintah lainnya.

Menurut Faisal, masih ada yang terlupakan dalam pemerintahan, sehingga, masih punya banyak pekerjaan rumah terutama di sektor manufaktur.

"Hari ini saya mendengar kampanye, seolah-olah kita hidup di surga. Tapi, kalau betul di surga, kenapa elektabilitas Jokowi mandek di 53 persen. Kalau benar ekonomi kita di surga, harusnya tidak perlu sampai seorang menteri ikut kampanye. Jadi menurut saya ada sesuatu yang hilang, dan tugas saya menghadirkan yang hilang," kata dia di The Westin Hotel, Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).

Faisal melanjutkan, hal yang dilupakan Jokowi adalah menggenjot pertumbuhan industri manufaktur. Buktinya, pertumbuhan industri manufaktur mengalami perlambatan yang cukup dalam.

"Makanan-minuman yang biasa tumbuh 9-10 persen, tahun lalu [2018] hanya tumbuh 7 persen," jelas dia.

Penyebab perlambatan tersebut, kat dia, adalah sulitnya pelaku usaha membangun industri manufaktur.

Akibatnya pelaku usaha industri manufaktur RI memilih membangun pusat produksinya di luar negeri baru menjualnya ke Indonesia.

"Luwak White Koffie punya orang Semarang pabriknya di Korea. Ting ting punya Pak Sudhamek (pemilik GarudaFood), pabriknya di Guangzhou. Kenapa? Karena makin susah orang Indonesia bikin pabrik manufaktur," ujar dia.

Sebelumnya, Menteri PPN/Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, sekitar 99 persen dari perusahaan manufaktur di Indonesia berukuran mikro atau kecil.

Ia menjelaskan, kondisi ini tercermin dari sektor manufaktur Indonesia yang saat ini belum terdiversifikasi dan masih mengekspor produk dengan variasi yang relatif sedikit.

Ekspor utama Indonesia saat ini juga masih didominasi oleh komoditas mentah dan barang manufaktur sederhana.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali