Menuju konten utama

Fahri Minta Lembaga Survei Terbuka Jika Dibiayai Kandidat Capres

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyatakan, lembaga survei yang mengaku independen harus direformasi ke depannya, seperti harus terbuka jika memang dibiayai oleh salah satu kandidat.

Fahri Minta Lembaga Survei Terbuka Jika Dibiayai Kandidat Capres
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kiri) memberikan sambutan pada kegiatan Orasi dan Dialog Kebangsaan Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) di Kota Gorontalo, Gorontalo, Minggu (10/2/2019). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/nz

tirto.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah menanggapi pernyataan capres nomor urut 01, Prabowo Subianto yang mengatakan lembaga survei banyak yang bohong dan dibayar.

Menurutnya, memang banyak lembaga survei yang salah. Sehingga kata Fadli, lembaga survei yang mengaku independen harus direformasi ke depannya. Seperti harus terbuka jika memang dibiayai oleh salah satu kandidat.

"Sebaiknya dia mengumumkan bahwa dia bukan lembaga survei independen, tetapi dia lembaga survei yang bekerja untuk kandidat [capres]. Karena kan kemudian tiba-tiba lembaga survei ini dibayar semua oleh kandidat tertentu, akhirnya punya core, begitu," ujarnya saat di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2019).

Inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) bahkan mengaku, pernah melakukan penelitian. Kemudian, beberapa lembaga survei memang memiliki asosiasi yang menaungi lembaga tersebut.

Dirinya pun menduga, data hasil survei itu digunakan oleh lembaga-lembaga tersebut yang bernaung dalam sebuah asosiasi. Sehingga perbedaan hasil survei antara lembaga satu dengan lainnya tak jauh berbeda.

Oleh karena itu, Fahri menyarankan lembaga-lembaga survei tersebut memerlukan semacam Undang-undang (UU) untuk mengatur pekerjaannya agar lebih bertanggung jawab dan tidak menjadi partisan partai maupun paslon.

"Kalau mau partisan, diumumkan bahwa dia partisan. Jangan kemudian atas nama sains dan ilmu pengetahuan ternyata dia partisan," jelasnya.

Fahri juga menyebutkan, kritik capres nomor urut 02 itu merupakan bagian dari misinya, yaitu untuk mengatur lembaga-lembaga survei yang ada di Indonesia.

"Sebetulnya untuk menyelenggarakan satu proses pemilihan yang lebih fair, dengan cara mengatur lembaga survei," terangnya.

Dia pun mengaku kesal dengan dengan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang menyatakan pemilih Prabowo kabanyakan radikal. Dirinya pun mempertanyakan alasan LSI membuat survei tersebut.

Bahkan ia menduga LSI mendiskreditkan Prabowo dengan melakukan propaganda melalui hasil surveinya.

"Nah itu yang saya bilang. Jadi atur moralnya, atur etiknya, atur juga regulasinya supaya jangan gitu. Dia niatnya memang nyerang. Ya terang aja masyarakat kan terbelah," jelas Fahri.

Apalagi, tambahnya, jika opini pemilih Prabowo radikal terus dikembangkan. Ia khawatir masyarakat banyak yang ketakutan.

"Itu bukan kerjaan ilmuwan itu, pekerjaannya provokator. Ya makanya kalau mau jadi provokator, provokator beneran. Jangan bilang surveyor, karena itu nggak independen," tutupnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno