Menuju konten utama

Fahri Hamzah Bersedia Jadi Penjamin Ratna Sarumpaet di Kasus Hoaks

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah mengungkapkan alasannya sebagai penjamin permohonan terdakwa kasus hoaks, Ratna Sarumpaet sebagai tahanan kota.

Fahri Hamzah Bersedia Jadi Penjamin Ratna Sarumpaet di Kasus Hoaks
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kiri) memberikan sambutan pada kegiatan Orasi dan Dialog Kebangsaan Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) di Kota Gorontalo, Gorontalo, Minggu (10/2/2019). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin.

tirto.id - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah mengungkapkan alasannya sebagai penjamin permohonan terdakwa kasus hoaks, Ratna Sarumpaet sebagai tahanan kota.

Fahri mengaku, pengajuannya menjadi penjamin yaitu setelah membaca sepucuk surat yang ditulis Ratna dari dalam penjara.

"Dia berumur 70 tahun, kebetulan saya mendapat surat. Kasihan sekali itu keadaannya itu ya, karena saya tahu, dalam usia seperti itu ya, kemudian dia melakukan kesalahan dan diakui," ujarnya saat di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2019).

Fahri juga menceritakan telah bertemu kuasa hukum Ratna. Ia pun merasa prihatin dengan kondisi Ratna yang berada di balik jeruji penjara. Kemudian, atas dasar kemanusiaan, Fahri pun merasa ingin menjadi penjamin Ratna.

"Lawyer-nya membaca kepada saya sepucuk surat ya, terus terang itu, saya juga menjadi menyesal. Kenapa kok sekarang kita baru sadar bahwa apa yang terjadi pada Bu Ratna itu keterlaluan. Come on ya, hentikanlah itu," kata Fahri.

Fahri juga membantah jika isi surat tersebut merupakan permintaan Ratna agar dirinya bersedia menjadi penjamin.

"Nggak [diminta], tapi saya [yang bersedia jadi penjamin]. Surat itu bukan surat permintaan, surat itu surat untuk membaca keadaan beliau aja di dalam," ucapnya.

Fahri pun mempermasalahkan pasal yang dipakai untuk menjerat Ratna Sarumpaet. Apalagi Ratna dijerat dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang Undang (UU) nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan lasal 28 UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Menurutnya, jika Ratna hanya terjerat UU ITE saja dengan ancaman di bawah lima tahun, ia tidak semestinya ditahan. Namun, Fahri mengatakan, penggunaan UU Nomor 1 tahun 1946 itu terkesan dipaksakan agar Ratna ditahan, karena ancamannya melebihi lima tahun.

Apalagi, kata Fahri, pasal yang dijerat kepada Ratna merupakan zaman purba. Karena UU tersebut sudah diatur sejak 73 tahun lalu.

"Kita juga udah nggak pernah tahu ada itu undang-undang [nomor 1 tahun 1946], dan juga nggak pernah dipakai selama ini. Tiba-tiba gara-gara yang dipakai [untuk menjerat Ratna], karena kalau pakai [UU] ITE, Ibu Ratna nggak bisa ditahan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Maya Saputri