Menuju konten utama

Fahmi: 1,1 Juta Peserta Tak Bayar Iuran BPJS Tapi Tetap Dilayani RS

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) temukan ada 1,1 juta peserta BPJS Kesehatan yang tak membayar iuran kepesertaan, tapi tetap dilayani petugas di RS atau puskesmas.

Fahmi: 1,1 Juta Peserta Tak Bayar Iuran BPJS Tapi Tetap Dilayani RS
ketua kpk agus rahardjo (kanan) berbincang dengan dirut bpjs kesehatan fahmi idris dalam penandatanganan nota kesepahaman di gedung kpk, jakarta, senin (25/7). nota kesepahaman tersebut mencakup pemberian informasi dan penerapan sistem pencegahan korupsi antara kementerian kesehatan, kemendagri, dan bpjs kesehatan. antara foto/rosa panggabean/aww/16.

tirto.id - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengungkap sejumlah temuan atas audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap sistem kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) 2018.

Dalam rapat bersama komisi IX dan XI DPR RI, ia manyampaikan, BPKP menemukan adanya 1,1 juta peserta BPJS yang tak membayar iuran kepesertaan, namun tetap mendapatkan fasilitas kesehatan.

Meski demikian, menurut Fachmi, angka tersebut belum tentu akurat. Sebab, terdapat perbedaan pandangan antara BPJS dan BPKP terhadap status aktif peserta BPJS.

"Sesuai dengan rapat kami di Kemenko PMK akan menelusuri ini dan seberapa banyak angka ini yang dapat diterima karena ada perbedaan kami dengan BPKP dalam hal ini. Jadi BPKP melihat tidak aktif pada saat kami membayar. Kalau data yang kami miliki bahwa peserta itu aktif pada sat menggunakan," ujar dia di kompleks parlemen, Senayan, Selasa (27/8/2019).

Di samping itu, BPKP juga menemukan adanya kelebihan pembayaran ke fasilitas kesehatan akibat belum meadainya karena lemahnya pengawasan administrasif rumah sakit.

"Kami akui ada kelebihan pembayaran ke faskes akibat administrasi yang belum sesuai. Misalnya ada RS atau fasilitas kesehatan yang surat ijin praktiknya kedaluwarsa. Faktanya memang pelayanan terjadi di situ tapi, saat BPKP datang ke situ izin dokternya sudah keduluwarsa," imbuhnya.

Kemudian temuan BPKP lainnya adalah belum efektifnya sistem rujukan BPS Kesehatan.

Fachmi mengatakan, pihaknya sepakat atas rekomendasi BPKP untuk memperbaiki hal tersebut ke depan, sehingga semua peserta BPJS harus terlebih dahulu melewati puskesmas atau klinik untuk dirujuk ke Kelas C atau Kelas D.

"Jadi ini dalam rangka sistem rujukan dan rujuk balik kalau sudah stabil kasusnya," ujar dia.

BPKP juga mendapati adanya inefisensi akibat kesalahan dalam mereview fasilitas kesehatan atau rumah sakit.

Fachmi bilang, ada sekitar 615 rumah sakit yang tidak sesuai kelasnya, berdasarkan temuan BPKP.

"Artinya kelasnya D. Tapi begitu lihat standarnya standar C, tapi izin diberikan. Tentu kami berkontrak berdasarkan kelas yang ada dengan demikian akan direvisi lebih lanjut. Kalau RS tersebut kelasnya tidak sesuai, maka kami akan melakukan tindakan pengembalian uang dari rumah sakit tersebut. Ini kami proses dengan Kemenkes," kata dia.

Terakhir, adalah dana kapitasi yang kami bayarkan kepada puskesmas yang selama ini dinilai belum sesuai.

"Kapitasi ini diharapkan juga semakin tajam terhadap indikator yang diharapkan, jadi ada kapitasi berbasis pelayanan, kami ingin nilai kapitasi di fases tidak sama tergantung sdm yang ada, fasilitas yang dimiliki dan komitmen layanan yang diberikan," kata Fahmi.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali