Menuju konten utama

Facebook & Twitter Batasi Penyebaran Artikel Tentang Anak Joe Biden

Facebook dan Twitter membatasi penyebaran informasi dan artikel dari New York Post terkait Biden dan anaknya Hunter Biden.

Facebook & Twitter Batasi Penyebaran Artikel Tentang Anak Joe Biden
Ilustrasi Facebook dan Twitter. AP / Martin Meissner

tirto.id - Facebook dan Twitter mengambil langkah tegas dengan membatasi penyebaran artikel kontroversial dari New York Post, yang berisi kritikan terhadap kandidat calon presiden AS asal Partai Demokrat, Joe Biden, Rabu (14/10/2020) waktu setempat.

Langkah tersebut pada akhirnya memancing kemarahan golongan konservatif, utamanya pendukung Donald Trump, serta memicu perdebatan tentang bagaimana platform media sosial seharusnya menangani informasi yang salah menjelang Pilpres AS November mendatang.

Seperti dilaporkan The Guardian, Twitter memblokir pengguna untuk memposting tautan laporan tersebut ke artikel maupun foto. Pengguna, yang coba membagikannya, akan mendapatkan pemberitahuan: "Kami tidak dapat menyelesaikan permintaan ini karena link ini telah diidentifikasi oleh Twitter atau mitra kami sebagai hal yang berpotensi membahayakan."

Sementara pengguna yang mengklik atau me-retweet tautan yang sudah diposting ke Twitter, akan melihat peringatan "link mungkin tidak aman".

Terkait langkahnya itu, Twitter mengatakan pihaknya membatasi penyebaran karena “pertanyaan tentang asal materi yang ada dalam artikel tersebut”. Artikel New York Post sendiri diketahui berisi materi yang diduga diambil dari komputer yang ditinggalkan oleh Hunter Biden, di bengkel komputer Delaware pada April 2019 lalu.

Sedangkan dalam kebijakan Twitter, secara jelas perusahaan melarang "secara langsung mendistribusikan konten yang diperoleh melalui peretasan yang berisi informasi pribadi". Lebih lanjut, raksasa media sosial itu mengatakan bahwa beberapa gambar dalam artikel tersebut berisi informasi personal dan data pribadi, seperti alamat email dan nomor telepon yang artinya melanggar aturan perusahaan.

Hal serupa dilakukan oleh Facebook. Perusahaan yang digawangi Mark Zuckerberg itu kini memberlakukan pembatasan untuk menautkan link dari artikel tersebut. Juru bicara Facebook, Andy Stone, mengatakan bahwa laporan itu perlu dipertanyaankan validitasnya.

"Ini adalah bagian dari proses standar kami untuk mengurangi penyebaran informasi yang salah," katanya dalam sebuah pernyataan kepada The Guardian.

Langkah tersebut menandai, bahwa untuk pertama kalinya, Twitter secara langsung membatasi penyebaran informasi dari situs web berita. Tindakan ini mengikuti komitmen mereka untuk terus menerapkan aturan yang lebih ketat seputar misinformasi dan disinformasi menjelang Pemilu AS 2020.

Pada Rabu malam, Twitter juga dikabarkan telah mengunci akun pribadi sekretaris pers Gedung Putih, Kayleigh McEnany, karena ikut membagikan tautan artikel tersebut.

Menuai Kecaman

Tindakan dua raksasa media sosial pada hari Rabu itu menuai reaksi keras dari tokoh-tokoh politik sayap kanan, utamanya pendukung Trump, dengan menuduh Facebook dan Twitter telah melindungi Biden.

Senator Partai Republik, Ted Cruz, misalnya, yang mengirim surat kepada CEO Twitter Jack Dorsey. Ia menulis, bahwa "sensor Twitter atas cerita ini cukup munafik”. Hal itu mengingat Twitter, menutur Cruz, merupakan platform yang terbuka bagi para pengguna untuk berbagi laporan maupun kritik.

Sementara Direktur Tim Kampanye Trump, Jake Schneider, menyebut pemblokiran McEnany, yang turut membagikan tautan laporan tersebut sebagai sesuatu yang "benar-benar tidak dapat diterima", dan McEnany sendiri selanjutnya mencuit: "Penyensoran harus dikutuk."

Bahkan, politisi non-konservatif juga turut mengkritik langkah Twitter dan Facebook. Menurut mereka, isu ini dapat dengan mudah dipolitisasi dengan narasi bahwa “perusahaan teknologi besar menyensor pandangan konservatif.”

Dalam laporan berjudul “Smoking-gun email reveals how Hunter Biden introduced Ukrainian businessman to VP dad”, yang terbit Rabu (14/10/2020) tersebut, New York Post diketahui memiliki email yang berisi tentang Hunter Biden yang memperkenalkan ayahnya, yang saat itu menjabat Wakil Presiden kepada seorang eksekutif puncak di sebuah perusahaan energi Ukraina, Burisma.

Kejadian itu kurang dari setahun sebelum Biden menekan pejabat pemerintah di Ukraina untuk memecat seorang jaksa penuntut yang sedang menyelidiki perusahaan tersebut.

Hunter juga diketahui menjadi dewan eksekutif Burisma, dengan gaji yang dilaporkan sebesar 50 ribu dolar AS atau Rp737 juta sebulan.

Baca juga artikel terkait PILPRES AS 2020 atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Politik
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora