Menuju konten utama

Mahasiswa Unnes Gugat Permendikbud Keringanan UKT ke MA

Enam mahasiswa Unnes mempersoalkan kewajiban membayar UKT secara penuh dan masih adanya pungutan uang pangkal selama pandemi COVID-19.

Mahasiswa Unnes Gugat Permendikbud Keringanan UKT ke MA
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. FOTO/Mahkamah Agung

tirto.id - Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengajukan gugatan uji materi Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbud. yang diteken Mendikbud Nadiem Makariem pada 18 Juni lalu.

Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 menjadi pedoman bagi perguruan tinggi dalam memberikan keringanan UKT kepada mahasiswa yang ekonominya terdampak Covid-19.

Gugatan itu diajukan ke Mahkamah Agung oleh enam mahasiswa. Mereka adalah Frans Josua Napitu, Ignatius Rhadite Prastika Bhagaskara, Franscollyn Mandalika, Michael Hagana Bangun, Jonasmer Simatupang, dan Machmud Alwy Syihab.

Mereka mempersoalkan kewajiban membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara penuh selama pandemi COVID-19, serta adanya pungutan iuran pengembangan institusi (uang pangkal).

Para mahasiswa mengajukan permohonan hak uji materi terhadap pasal 9 ayat 1 dan Pasal 10 ayat 1 huruf d Permendikbud No.25 Tahun 2020.

Franscollyn Mandalika, salah satu mahasiswa yang ikut di dalam gugatan, mengatakan dampak multisektor yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 termasuk sektor pendidikan, memantik gerakan demonstrasi maupun gerakan melalui media sosial di banyak kampus dalam beberapa bulan terakhir. Semua mahasiswa menuntut adanya pembebasan atau minimal pengurangan biaya kuliah selama pandemi Covid-19.

"Hal tersebut tentu saja dinilai wajar, pasalnya selama pandemi Covid-19 ini mahasiswa melakukan pembelajaran secara daring, yang menyebabkan tidak dinikmatinya hak berupa fasilitas yang sepadan dengan kewajiban pembayaran UKT secara penuh, apabila dibandingkan dengan kondisi normal," kata Franscollyn lewat keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto, Selasa (21/7/2020).

Tak hanya itu, Franscollyn menilai pungutan uang pangkal seharusnya tidak layak untuk diterapkan, karena negara seakan lepas tangan dalam urusan pendidikan.

Apalagi, kata dia, dalam Permendikbud tersebut tidak diatur mengenai batasan persentase maksimal perguruan tinggi dapat memungut Uang Pangkal dari mahasiswa baru jalur seleksi mandiri.

"Hal ini tentu saja dikhawatirkan akan menyebabkan kampus memungut uang pangkal secara sewenang-wenang, mengingat tidak ada rambu-rambu memgenai batas maksimal dapat dipungutnya uang pangkal," katanya.

Dengan situasi seperti, lanjut Franscollyn, kampus selalu berdalih bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing rektor dilegitimasi oleh Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 tersebut.

"Sehingga kami para pemohon memiliki inisiatif untuk melakukan Permohonan Uji Materi terhadap aturan tersebut," katanya.

Pasal yang Bermasalah

Para mahasiswa tersebut menyatakan bahwa pasal 9 ayat 1 Permendikbud No. 25 tahun 2020 yang tertulis bahwa “mahasiswa wajib membayar UKT secara penuh pada setiap semester” telah bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan.

Beberapa di antaranya adalah pasal 47 ayat (1) UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 3 huruf e, pasal 7 ayat 2, pasal 63 huruf c UU Pendidikan Tinggi (Dikti), dan pasal 26 ayat 2 dan Pasal 48 huruf d UU Penanggulangan Bencana.

"Apabila tetap diberlakukan, maka secara nyata-nyata menciptakan pendidikan yang tidak berkeadilan dan jauh dari kata menyejahterakan serta menegaskan bahwa kampus memberikan layanan pendidikan dengan mengejar laba, yang secara jelas dilarang dan bertentangan dengan UU Dikti," kata Franscollyn.

Menurut Franscollyn dalam kondisi tidak normal yang disebabkan karena bencana alam atau non-alam seperti saat ini, seluruh mahasiswa seharusnya tidak perlu membayar kewajiban berupa UKT secara penuh pada tiap semesternya.

"Ibi Jus Ibi Remedium--di mana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar," katanya.

Pasal yang bermasalah lainnya adalah pasal 10 ayat 1 huruf (d) Permendikbud 25 tahun 2020 yang berbunyi : “(1) PTN dapat memungut iuran pengembangan institusi sebagai pungutan dan/atau pungutan lain selain UKT dari Mahasiswa program diploma dan program sarjana bagi: d. Mahasiswa yang masuk melalui seleksi mandiri”.

Kata Franscollyn, pasal itu banyak bertentangan dengan pasal-pasal di undang-undang lainnya yang lebih tinggi.

"Pemohon menganggap pasal itu telah mengakibatkan secara langsung kerugian terhadap Pemohon karena secara nyata-nyata telah menciptakan pendidikan yang tidak berkeadilan, diskriminatif, tidak terjangkau, dan tidak berdasar pada prinsip nirlaba serta bertujuan komersial," katanya.

Adapun isi petitum dari para pemohon adalah:

1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (Legal Standing) untuk mengajukan Permohonan Uji Materi Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

3. Menyatakan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menghukum Termohon untuk membatalkan atau sekurang-kurangnya merevisi ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan mempertimbangkan berdasarkan aspek kerugian yang diterima oleh mahasiswa akibat bencana non alam (Pandemi Covid-19) terutama mengenai hak dan fasilitas yang tidak didapatkan secara penuh selama (Pandemi Covid-19) oleh mahasiswa;

5. Menyatakan Pemohon VI memiliki kedudukan hukum (Legal Standing) untuk mengajukan Permohonan Uji Materi Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

6. Menyatakan Pasal 10 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 9 tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

7. Menghukum Termohon untuk membatalkan atau sekurang-kurangnya membatalkan secara sementara (selama masa Pandemi Covid-19) Pasal 10 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

8. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara;

"Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono)," tutup Franscollyn.

Baca juga artikel terkait UANG KULIAH TUNGGAL atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto