Menuju konten utama

Cara Cegah Munculnya Klaster Baru Corona Menurut Satgas COVID-19

"Jadi tidak heran bahwa klaster tersebut terjadi karena adanya kerumunan di masyarakat. Dan masyarakat akan sulit menjaga jarak," kata Prof. Wiku.

Cara Cegah Munculnya Klaster Baru Corona Menurut Satgas COVID-19
Polisi mengatur pengendara sepeda motor untuk berhenti di belakang garis untuk menjaga jarak antarpengendara saat sosialisasi penerapan jaga jarak di Kota Lhokseumawe, Aceh, Rabu (15/7/2020). (ANTARA FOTO/Rahmad/aww)

tirto.id - Satgas COVID-19 mengimbau pada masyarakat untuk menghindari kerumunan lantaran berpotensi melahirkan klaster Corona baru.

"Berdasarkan data nasional, terdapat berbagai kegiatan kerumunan yang berdampak pada timbulnya klaster penularan COVID-19," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (26/11/2020), seperti dikutip dari Covid19.go.id.

Prof. Wiku menyebut beberapa kasus, yang di antaranya yaitu GPIB Sinode yang menghasilkan 24 kasus pada 5 provinsi, dan klaster kegiatan Bisnis Tanpa Riba yang menghasilkan 24 kasus di 7 provinsi.

Klaster GPIB Sinode kata Prof. Wikuini berawal dari kegiatan agama yang dilakukan di Bogor, Jawa Barat, yang diikuti 685 peserta. Kasus ini lalu berkembang dan menyebar ke provinsi lainnya yakni Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.

Kasus lain yaitu klaster kegiatan Bisnis Tanpa Riba disebut Prof. Wikuini menimbulkan korban jiwa sebanyak 3 orang atau case fatality rate kasus ini mencapai 12,5 persen.

Tidak jauh berbeda dengan klaster GPIB Sinode, klaster kegiatan Bisnis Tanpa Riba berawal dari kegiatan yang ada di Bogor yang diikuti 200 peserta. Kasusnya berkembang dan menyebar ke berbagai provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua.

"Jadi tidak heran bahwa klaster tersebut terjadi karena adanya kerumunan di masyarakat. Dan masyarakat akan sulit menjaga jarak," kata Prof. Wiku.

Beberapa pengalaman tersebut menurut Prof. Wiku seturut riset dari Ibrahim dan Memish tahun 2020 yang menyatakan bahwa kemungkinan adanya hubungan dua arah antara kerumunan dan penyebaran penyakit menular.

"Dan ini penting untuk menjadi perhatian publik bahwa kondisi kerumunan itu harus dihindari," imbuhnya.

Terjadinya kerumuman berpotensi besar menjadi 3T (pemeriksaan, pelacakan, perawatan) yang mesti segera ditindaklanjuti secara menyeluruh. Pasalnya, periode inkubasi antara terpapar virus dan gejala rata-rata hanya 5 hari. Dan gejala dapat muncul 2 hari kemudian.

Pentingnya Menjaga Jarak

Menjaga jarak, bagian dari 3M selain mencuci tangan dan memakai masker, adalah gerakan yang terus digaungkan pemerintah di berbagai negara termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Anjuran ini berkaitan erat dengan sifat virus Corona jenis baru yang menular antar-manusia dan penularan bisa terjadi melalui percikan.

Virus Corona ini dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya melalui tetesan kecil atau droplet dari hidung atau mulut pada saat batuk, bersin, atau berbicara.

Bisa juga seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita. Inilah sebabnya mengapa masyarakat terus diimbau untuk disiplin dalam menjaga jarak di setiap aktivitas.

Droplet tersebut dapat juga jatuh pada benda di sekitarnya, kemudian jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, dan orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut (segitiga wajah), orang itu dapat terinfeksi COVID-19.

Oleh karenanya mengapa kita penting untuk mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air mengalir atau membersihkannya dengan alkohol.

---------------

Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Ibnu Azis

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Ibnu Azis
Editor: Agung DH