Menuju konten utama

Sejarah Hari Aksara Internasional yang Diperingati Tiap 8 September

Sejarah Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 September dan tema peringatan tahun ini.

Sejarah Hari Aksara Internasional yang Diperingati Tiap 8 September
Ilustrasi Pelajar membaca buku yang dibawa mobil perpustakaan keliling milik Badan Arsip dan Perpustakaan Kota di Banda Aceh, Aceh. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

tirto.id - Hari Aksara Internasional diperingati setiap tanggal 8 September dan bertepatan dengan besok, Selasa (8/9/2020). Pada tanggal tersebut, seluruh dunia akan memperingati hari yang juga disebut sebagai Hari Literasi Internasional.

Peringatan tahunan ini bertujuan untuk mengingatkan publik akan pentingnya literasi sebagai masalah martabat dan hak asasi setiap manusia.

Peringatan Hari Aksara Internasional terus dilakukan untuk menjaga kesadaran pentingnya melek huruf bagi manusia sehingga dapat terus memajukan agenda literasi menuju masyarakat yang lebih melek huruf dan berkelanjutan.

Dengan begitu, penting bagi masyarakat seluruh dunia untuk terus membawa nilai-nilai penting dari Hari Aksara Internasional.

Awal Mula Hari Aksara Internasional

Peringatan yang kerap pula disebut sebagai Hari Melek Huruf Internasional ini muncul sejak diadakannya konferensi tentang Pemberantasan Buta Huruf, di Teheran, Iran, pada tanggal 8-19 September 1965.

Hal tersebut dilakukan untuk mewujudkan komitmen dan mengajak seluruh masyarakat untuk peduli terhadap penuntasan buta aksara.

"Sejak penyelenggaraan Hari Aksara Internasional (HAI) pertama pada tahun 1966, peringatan ini terus dilakukan oleh dunia setiap tahun sebagai wujud memajukan agenda keaksaraan di tingkat global, regional, dan nasional,” jelas Dirjen Harris Iskandar yang tertulis dalam laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemdikbud).

Berdasarkan data UNESCO, meskipun ada kemajuan, tantangan dan masalah literasi di berbagai dunia tetap ada. Setidaknya, sebanyak 773 juta orang dewasa di seluruh dunia saat ini mengalami kekurangan keterampilan keaksaraan atau literasi dasar.

Literasi dasar sendiri terdiri dari berbagai jenis, seperti literasi baca tulis, finansial, numerasi, digital, dan yang lainnya.

Seseorang yang mengalami kekurangan literasi dasar berarti kurang mampu atau tidak mengerti tentang literasi-literasi tersebut.

Di Indonesia, masalah tersebut pun masih ditemukan, walaupun sudah terjadi penurunan angka.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara di Indonesia turun menjadi 3,29 juta orang atau hanya 1,93 persen dari total populasi penduduk.

Sebelumnya, pada tahun 2017, jumlah penduduk buta aksara di Indonesia tercatat sebanyak 3,4 juta orang. Hal tersebut tidak luput dari segala upaya yang telah pemerintah lakukan.

”Kami melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Harris Iskandar dikutip dari Kemendikbud.

Kemendikbud juga memfokuskan program-program keaksaraan pada daerah yang penduduknya banyak mengalami buta huruf, Papua, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan beberapa lainnya.

Sementara dalam rangka memperingati Hari Aksara Internasional tahun ini, UNESCO, sebagai inisiator peringatan tahunan ini, akan mengadakan webinar atau seminar berbasis online.

Isu Hari Aksara Internasional 2020 akan fokus pada pengajaran dan pembelajaran literasi dalam krisis COVID-19 dengan fokus pada peran pengajar dan perubahan pedagogi atau strategi dalam mengajar.

Selain itu, UNESCO juga akan membahas dampak pandemi ini terhadap proses pembelajaran, strategi yang dapat ditempuh untuk melakukan pemulihan, dan lain-lain.

"Krisis Covid-19 baru-baru ini telah menjadi pengingat akan kesenjangan yang ada antara wacana kebijakan dan kenyataan, yaitu sebuah celah yang sudah ada di era pra-Covid-19 dan secara negatif memengaruhi pembelajaran anak muda dan orang dewasa yang tidak memiliki atau memiliki tingkat melek huruf yang rendah sehingga cenderung menghadapi banyak kesulitan," tulis UNESCO di situs resminya.

Baca juga artikel terkait HARI AKSARA INTERNASIONAL atau tulisan lainnya dari Fatimah Mardiyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Fatimah Mardiyah
Penulis: Fatimah Mardiyah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno