Menuju konten utama

Dugaan Perkosaan Kadinkes Papua: IDI & Mendagri Didesak Menindak

Aloysius Giyai, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua diduga melakukan perkosaan terhadap siswi SMA di Jakarta.

Dugaan Perkosaan Kadinkes Papua: IDI & Mendagri Didesak Menindak
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Aloysius Giyai. (FOTO ANTARA/Musa Abubar)

tirto.id - Saga, bukan nama sebenarnya, seorang anak perempuan berusia 18 tahun berdarah campuran Papua-Jawa tengah menghadapi masalah serius. Ia baru saja melaporkan dugaan perkosaan yang menimpanya ke Polres Jakarta Selatan.

Setelah peristiwa memilukan itu, hari-hari Saga tak lagi sama. Psikolog dan psikiater mendampinginya agar bisa tetap menjalani hidup dan terlepas dari trauma kekerasan seksual.

Di sekolah, Saga tampak murung. Namun, ia tetap berusaha melanjutkan kehidupannya di sekolah menengah atas di Jakarta seperti biasa.

Ia telah berjanji kepada rekan satu sekolahnya untuk menjalankan program kerja organisasi siswa intra sekolah yang dipimpinnya.

Kondisi pasca-kekerasan seksual terhadap Saga disampaikan oleh kuasa hukumnya, Pieter Ell kepada Tirto, Jumat (7/2/2020).

“Korban sudah dilarang sekolah oleh orang tuanya. Tapi dia kan ketua OSIS jadi ngotot aja ke sekolah. Ingin bertemu dengan teman-temannya,” kata Pieter.

Kronologi Dugaan Perkosaan

Pieter bilang, dugaan perkosaan terjadi di sebuah hotel di daerah Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari 2020, pukul 17.00 WIB. Terlapor diketahui bernama Aloysius Giyai, seorang ASN di Provinsi Papua menjabat Kepala Dinas Kesehatan.

Orang tua Saga dan terlapor sudah jadi bagian dari keluarga. Giyai merupakan wali dari bapak pelapor saat menikah dengan seorang perempuan. Keduanya merupakan teman saat kuliah di Semarang, Jawa Tengah.

“Pelapor menyapa terlapor itu tete [kakek],” kata Pieter.

Hubungan yang lama terjalin kini jadi renggang diawali saat Giyai berdinas ke Jakarta akhir Januari lalu. Salah satu tujuan Giyai ke Jakarta rupanya ingin bertemu dengan korban yang tinggal bersama orang tuanya di Jakarta.

“Terlapor minta nomor telepon korban ke orang tuanya. Tidak ada curiga apapun, karena mereka teman lama dan su seperti keluarga,” lanjutnya.

Usai pulang sekolah, Giyai diduga mengajak korban bertemu di hotel, tempat terlapor menginap. Lalu dengan alasan akan berbicara hal tertentu, Saga diajak ke dalam kamar dan diduga terlapor memberi minuman yang diberi obat, sehingga membuat korban tak sadarkan diri.

“Patut diduga saat dalam kondisi tak sadar terjadi perkosaan,” kata dia.

Berselang sehari setelah peristiwa memilukan, korban bersama keluarganya datang ke Polres Jakarta Selatan melaporkan Giyai. Laporan teregistrasi nomor LP/199/K/I/2020/PMJ/Restro Jaksel 29 Januari 2020.

Tanggapan Polisi dan Terlapor

Kasat Reskrim Polres Jaksel, AKBP Mochammad Irwan Susanto mengatakan, telah menerima laporan tersebut dan masih dalam proses penyelidikan. Polisi telah memanggil korban untuk diperiksa.

Pieter menambahkan, Polres Jaksel telah meminta menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi korban. Namun, Irwan belum tahu apa respons dari LPSK.

Sedangkan terlapor, Aloysius Giyai enggan menjawab saat ditanya dugaan perkosaan yang dilakukannya. Ia menyerahkan kasusnya kepada penasihat hukumnya.

“Ada data dan kronologi sendiri nanti yang bicara. Silakan ke penasihat hukum saya saja. Silakan cari,” katanya saat dihubungi Tirto, Jumat.

Menurut Pieter apa yang dialami oleh korban menimbulkan teror bagi Saga dan keluarganya. Telepon korban telah disita sebagai barang bukti sekaligus agar tidak ada teror lagi.

Sedangkan orang tua korban terus-terusan diajak seseorang bertemu untuk mendamaikan kasus lewat pesan WhatsApp.

“Ada nomor telepon berbeda-beda menghubungi nomor hp korban. Tidak ada pesan apa-apa. Tapi sangat mengganggu. Patut diduga itu termasuk teror,” ungkapnya.

LPSK dan Komnas Perempuan, kata Pieter, disebut telah menghubungi orang tua korban dalam rangka perlindungan dan advokasi.

Desakan Koalisi

Kasus perkosaan tersebut menjadi perhatian Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual yang terdiri atas 32 organisasi dan 48 individu dari berbagai daerah di Indonesia.

Dalam siaran pers ada sejumlah desakan. Di antaranya, meminta Kementerian Dalam Negeri agar menonaktifkan Giyai dari jabatannya, karena rawan konflik kepentingan dengan jabatan yang disandang.

Terlapor yang juga berprofesi sebagai dokter, menurut koalisi, agar jadi perhatian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk memeriksa etik karena ada dugaan penyalahgunaan obat terhadap korban. Polisi juga didesak mengusut kasus secara profesional, independen hingga tuntas.

“Terduga pelaku telah menggunakan obat bukan untuk kepentingan medis, tapi untuk kejahatan,” sebut keterangan koalisi yang diterima Tirto, Jumat.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Restu Diantina Putri