Menuju konten utama
26 Juli 1952

Eva Peron dan Jasad Para Pemimpin yang Berusaha Diabadikan

Jasad sejumlah pemimpin negara dibalsem agar abadi, padahal keabadian yang pasti adalah kematian itu sendiri.

Header Mozaik Eva Peron. tirto.id/Tino

tirto.id - “Saya tak mau mati. Tolong jangan biarkan saya mati.”

Ucapan itu keluar dari mulut pemimpin revolusioner sosialis Venezuela, Hugo Chavez. Ia bukan sedang ditodong senjata ataupun menghadapi regu tembak. Chavez sedang menghadapi sakaratul maut. Bibirnya sudah sulit bergerak, tubuhnya juga sudah sangat lemah akibat digerogoti kanker. Kematian tak terhindarkan lagi.

Permintaan terakhir Chavez menjelang ajalnya diungkapkan oleh Kepala Pasukan Khusus Pengamanan Presiden Venezuela, Jose Ornella. Ia menirukan pesan Chavez menjelang tutup usia di Caracas pada 5 Maret 2013. Meski ucapan Chavez sudah tak jelas, tetapi Ornella tahu persis apa pesan yang disampaikan sang commander. Ya, Chavez menginginkan sebuah keabadian.

Ide mengabadikan jasad Chavez kemudian muncul. Masyarakat Venezuela juga sangat menginginkan pemimpinnya bisa diawetkan di peti kaca layaknya jasad Lenin, Stalin, hingga Mao Zedong.

Sayangnya, keputusan pemerintah Venezuela telat karena baru ditetapkan dua hari setelah sang pemimpin besar menutup mata. Para ahli pengawetan mayat dari penjuru dunia termasuk Rusia angkat tangan. Mereka tak bisa berbuat banyak menghadapi kondisi jenazah Chavez yang sudah terlanjur rusak. Ia pun batal masuk dalam daftar pemimpin dunia yang sempat diawetkan melalui pembalseman.

Mengawetkan Para Pemimpin Negara

Di era modern, sejumlah pemimpin negara, agama, dan ilmuwan, jasadnya berhasil diawetkan. Sembilan di antaranya adalah tokoh komunis. Mereka adalah Lenin, Stalin, Mao Zedong, Kim Jong-Il, Kim Il-sung, Ho Chi Minh, Georgi Dimitrov, Klement Gottwald, dan Khorloogiin Choibalsan. Namun, tak semuanya masih dalam bentuk mumi, sebagian sudah dimakamkan.

Vladimir Ilyich Lenin jadi pemimpin komunis Soviet pertama yang diabadikan jasadnya dengan cara dibalsem. Riwayat pembalseman Lenin berawal ketika penemuan mumi Tutankhamun di Mesir pada 1922. Temuan ini turut menginspirasi para tokoh komunis Soviet untuk membalsem Lenin yang meninggal berselang dua tahun setelah penemuan mumi sang Firaun.

Jika Chavez yang menginginkan keabadian, tidak demikian dengan Lenin. Pada sahabatnya mengungkapkan Lenin ingin dikebumikan sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Sementara berdasarkan laporan setelah kematian Lenin, terungkap sekitar 10.000 telegram dari publik Soviet yang menghendaki pengawetan jasad Lenin. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk memamerkan jasad sang pemimpin kepada generasi berikutnya, agar tetap abadi.

Rusia menambah daftar mumi modern setelah Stalin meninggal pada 1953. Sama seperti pendahulunya, Stalin juga dibalsem dan ditempatkan berdampingan dengan Lenin. Namun, sejak 1961 ada upaya memudarkan jejak pengaruh Stalin. Sejak itu, jasad Lenin dan Stalin terpisah di lokasi yang berbeda.

Setali tiga uang dengan Lenin adalah pemimpin Vietnam, Ho Chi Minh. Ketika masih hidup, Ho Chi Minh ingin dikremasi. Namun, jasad pendiri Vietnam ini justru diabadikan mayatnya di dalam sebuah peti kaca di sebuah tempat bernama Ho Chi Minh Mausoleum di Hanoi.

Pendiri Cina, Mao Zedong justru yang cukup ironis. Saat masih hidup, Mao orang pertama yang meneken proposal tentang ketentuan para pemimpin bersedia dikremasi setelah mati. Kini, jasadnya justru abadi disemayamkan dalam sebuah peti kristal di kawasan Lapangan Tiananmen, Beijing. Proses pembalseman Mao dikabarkan tak terlalu sukses. Karena itu, hanya keluarga dan orang terdekat yang boleh menjenguk tempat persemayamannya.

Tempat persemayaman Mao memang dibuat eksklusif sehingga tak semua orang bisa melihat langsung. Kondisi serupa terjadi pada pendiri Korea Utara Kim Il-Sung yang ditempatkan di sebuah istana memorial di Pyongyang. Lokasi ini disebut-sebut sebagai bangunan super megah dengan julukan “megalomaniac communist fascist".

Dua presiden Taiwan, yaitu Chiang Kai-shek dan putranya Chiang Ching-kuo juga mengalami nasib yang sama. Sejak awal mereka ingin dimakamkan di Fenghua, sebuah tempat di provinsi Cina daratan. Permintaan kedua sang pemimpin tentunya sulit dipenuhi karena Cina rival politik utama Taiwan. Jalan tengah ditempuh, dengan mengawetkan jasad keduanya sebelum ada keputusan dari kedua negara.

Pemimpin negara lain yang diabadikan jasadnya adalah mendiang Presiden Filipina, Ferdinand Marcos, yang meninggal pada 1989 di pengasingan. Sang istri diktator, Imelda Marcos terus mengupayakan agar jasad sang suami dikuburkan oleh pemerintah Filipina. Marcos akhirnya dikuburkan pada November 2016.

Beberapa pemimpin dunia lainnya sempat diabadikan, tetapi akhirnya dimakamkan secara normal. Georgi Dimitrov misalnya, pemimpin komunis Bulgaria ini meninggal pada 1949 saat berada di Soviet. Jasadnya dibalsem oleh pemerintah setempat. Setelah dipulangkan ke negaranya, jasad Dimitrov ditempatkan di Sofia. Raga sang pemimpin sempat dikremasi pada 1999, dan abunya dikubur.

Nasib serupa juga dialami oleh jasad tokoh komunis dan mantan presiden Cekoslovakia, Klement Gottwald yang sempat dibalsem pada 1953. Kematiannya tak terpaut jauh dari waktu kematian Stalin. Selama hampir 10 tahun jasadnya abadi. Pada 1962, keabadian jasadnya berakhir dengan kremasi. Penyebabnya adalah proses pembalseman yang kurang sukses.

Sementara nasib tragis dialami oleh istri presiden Argentina Juan Peron, Eva Peron atau Evita Peron yang meninggal pada 26 Juli 1952, tepat hari ini 70 tahun lalu karena kanker. Jasad ibu negara ini sempat diabadikan dan dipindahkan ke berbagai negara pasca lengsernya sang suami. Jasadnya menjadi misteri selama hampir 20 tahun. Evita akhirnya dikubur di Buenos Aires, Argentina pada 1974. Nama lainnya adalah mantan presiden AS Abraham Lincoln, yang juga sempat diawetkan.

Infografik Mozaik Eva Peron

Infografik Mozaik Eva Peron. tirto.id/Tino

Biaya dan Pesan Sebuah Keabadian

Tidak sembarang orang bisa diawetkan jasadnya. Tidak hanya masalah kondisi jasad, tetapi juga biayanya yang besar. Media Rusia pravdareport.com sempat menulis laporan tentang anggaran 200.000 dolar AS untuk membiayai jasad mumi Vladimir Lenin pada 2016. Uang 200.000 dolar AS setara dengan Rp 3 miliar harus dirogoh pemerintah Rusia agar jasad Lenin tetap terawat. Biaya perawatan itu mencakup kebutuhan untuk proses medis, biologis, hingga zat-zat kimia, termasuk kebutuhan setelan jas baru untuk sang pemimpin. Dalam situasi tertentu, saat ekonomi Soviet sedang resisi, Lenin harus memakai pakaian yang sama selama 6 tahun tanpa diganti.

Saat Kim Jong-Il meninggal pada 17 Desember 2011, sempat dikabarkan Korea Utara tak akan melakukan pembalseman terhadap jasad Kim karena persoalan anggaran. Sang ayah, Kim Il Sung lebih dahulu abadi sebagai mumi sejak 1994. Isu mahalnya biaya untuk mengabadikan sang pendiri Korut sempat muncul. Media atlasobscura menulis soal rumor biaya yang harus dikeluarkan Korut hingga 1 juta dolar AS (sekitar Rp13 miliar) untuk pembalseman jasad Kim Il Sung. Sebuah angka yang cukup besar saat itu, terlebih Korut sedang menghadapi persoalan kemiskinan.

Kepastian pembalseman jasad Kim Jong-Il akhirnya terungkap, tepat setelah satu tahun kematiannya. Pada 17 Desember 2012, jasad pemimpin besar Korut itu ditampilkan ke publik di Pyongyang. Mumi Kim Jong-Il terlihat lengkap mengenakan sebuah setelan baju khasnya. Tubuh sang diktator komunis ini diselimuti kain merah menyala yang terbungkus rapi di sebuah kotak kaca.

Daftar pemimpin dunia yang berhasil diawetkan jasadnya tak bertambah sejak gagalnya pembalseman Chavez 2013 lalu. Para mantan penguasa yang abadi jasadnya mayoritas meninggal di abad ke-20. Bagaimana dengan abad ke-21? Hanya Kim Jong-Il yang tercatat.

Pertengahan April 2016, tokoh komunis Fidel Castro muncul dalam sebuah tayangan video saat di depan para anggota partai komunis Kuba. Ia terlihat sehat di usianya yang menginjak 90 tahun. Castro yang sudah jarang tampil ini sempat menyinggung soal kematiannya yang sudah dekat. Ia tidak ingin diawetkan layaknya pemimpin komunis lainnya. Namun, pesannya tegas dan jelas yakni agar ideologi komunisme Kuba tetap abadi di planet Bumi.

“Waktu kematian akan datang kepada kita semua, tapi gagasan-gagasan komunis Kuba akan tetap membekas sebagai bukti di planet ini, dengan kerja dan semangat yang membara,” kata Castro dikutip dari mirror.co.uk

Kuba bisa saja mengikuti jejak negara-negara komunis lainnya yang mengabadikan jasad para pemimpin besarnya. Jasad pemimpin diabadikan agar ajaran dan pemikirannya juga abadi hingga generasi demi generasi. Itu harapan para pemujanya. Padahal, sejatinya rumus keabadian yang pasti adalah kematian itu sendiri. Fidel Castro tahun persis hal ini. Itulah mengapa dia tak menginginkan keabadian jasad.

==========

Artikel ini terbit pertama kali pada 6 Agustus 2016. Redaksi melakukan penyuntingan ulang dan menayangkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait PEMBALSEMAN atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti & Irfan Teguh Pribadi