Menuju konten utama

Erick Thohir: Tekan Impor Obat, RI akan Bangun Pabrik Paracetamol

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan Indonesia akan memproduksi sendiri bahan baku obat jenis paracetamol, demi menekan impor obat.

Erick Thohir: Tekan Impor Obat, RI akan Bangun Pabrik Paracetamol
Erick Thohir tengah melakukan koordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (3/9/2020). (FOTO/Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan PEN)

tirto.id - Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan Indonesia akan memproduksi sendiri bahan baku obat jenis paracetamol. Ia mengatakan hal ini akan dicapai melalui pembangunan pabrik di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat impor.

“KAEF fokus ke kimia dan menekan kebutuhan impor dari obat-obatan. Kami akan bangun pabrik paracetamol yang selama ini diimpor,” ucap Erick dalam HSBC Economic Forum, Rabu (16/9/2020).

Erick juga menambahkan pemerintah akan membagi tugas BUMN farmasi untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan di Indonesia. Jika Kimiafarma bertugas pada obat seperti Paracetamol, ada Indofarma yang akan fokus pada obat herbal.

Di samping itu, ia juga memaparkan rencana pemerintah melakukan konsolidasi BUMN kesehatan. Misalnya, menggabungkan Bio Farma dan melakukan penyesuaian fokus Kimia Farma dan Indofarma. Ia juga meminta BUMN farmasi bersinergi dengan grup BUMN rumah sakit yang totalnya ada 70 perusahaan.

Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi Gabungan Pengusaha GP Farmasi Vincent Harijanto sempat menyatakan kalau mayoritas bahan baku obat Indonesia memang berasal dari impor. Impor bahan baku dari Cina dan India bahkan sempat menyentuh 95 persen dan sisanya baru dari Eropa.

Namun, pada masa pandemi besaran itu berubah. Sekitar 10-15 persennya berasal dari Eropa. Lalu sisanya berasal dari Cina dan India. Porsi Cina berada di kisaran 60-65 persen dan sisanya berasal dari India.

Asosiasi farmasi pun sempat mengalami kesulitan memperoleh bahan baku. Pertama, karena penurunan aktivitas produksi dari Cina sebagai imbas berhentinya aktivitas sekitar 1-2 minggu lalu. Hambatan kedua terkait syarat dokumen BPOM dan Bea Cukai. Untungnya hambatan ini berhasil diatasi dan sebagian farmasi masih memiliki stok untuk bertahan beberapa bulan.

“Pesan yang ingin saya sampaikan kita tidak perlu panik. Sebenarnya stok yang kita punya kita bicarakan di asosiasi. Stok obat masih bisa sampai Maret dan April 2020,” ucap Vincent dalam diskusi di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Baca juga artikel terkait PRODUKSI OBAT atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri