Menuju konten utama

Epilepsi Bukan Penyakit Kutukan dan Tidak Menular

Pada 26 Maret lalu, Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) menggelar Seminar Awam Memperingati Hari Epilepsi dengan tema “Kupas Tuntas Mitos dan Pengobatan Epilepsi” dalam rangka memperingati Hari Epilepsi Dunia (World Purple Day).

Epilepsi Bukan Penyakit Kutukan dan Tidak Menular
Ilustrasi Epilepsi. Foto/Istock

tirto.id - Dokter Jeffry Oeswadi, MARS, vice CEO SHLV mengatakan epilepsi tidak termasuk dalam penyakit menular dan bukan penyakit kutukan.

“Sebenarnya epilepsi dapat dikontrol dengan minum obat teratur serta rutin kontrol pengobatan yang baik sesuai kondisi pasien. Penyandang epilepsi juga dapat hidup dan bekerja seperti orang kebanyakan, “ kata dr. Jeffry Oeswadi, MARS di Jakarta, Senin (10/4/2017).

Sebelumnya, dilaporkan Antara, pada 26 Maret lalu, Siloam Hospitals Lippo Village (SHLV) menggelar Seminar Awam Memperingati Hari Epilepsi dengan tema “Kupas Tuntas Mitos dan Pengobatan Epilepsi” dalam rangka memperingati Hari Epilepsi Dunia (World Purple Day).

Lebih lanjut Jeffry menjelaskan, sebagian masyarakat masih belum paham apa itu epilepsi dan bagaimana seharusnya penanganannya, bahkan pasien dan keluarga masih malu dan menutupi bila ada anggota keluarga yang terkena epilepsi.

Untuk itu, kata dia, seminar tersebut turut memperlengkapi informasi kepada masyarakat awam mengenai strategi pengobatan dan motivasi agar jangan memberi stigma negatif terhadap penyandang epilepsi.

Jeffry menjelaskan epilepsi adalah penyakit neurologis atau terjadi gangguan pada otak. Sayangnya, serangan epilepsi seperti kejang terkadang dianggap bukan suatu penyakit. Selain itu, menurut dia, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit tersebut menyebabkan penderita epilepsi terlambat ditangani dan mendapat stigma negatif di masyarakat.

Sementara itu, Dr. dr. Vivien Puspitasari, Sp.S., ahli spesialis saraf dari SHLV mengatakan, di seluruh dunia terdapat 4 - 10 penduduk penyandang epilepsi per 10.000 penduduk pertahun.

Ia menambahkan, untuk di Indonesia, dari sekitar 250 juta penduduk, terdapat 1,5 juta jiwa hingga 2,4 juta jiwa penyandang epilepsi yang memerlukan pengobatan.

Tekait dengan proses penanganan pasien, kata dia, tidak cukup hanya dengan menangani pasien saja, akan tetapi yang paling penting yaitu orang terdekat yang tinggal serumah dengan pasien, seperti orang tua, anak, keluarga terdekat.

“Penting karena mereka yang selalu ada bersama penyandang epilepsi setiap hari agar tidak panik setiap kali ada serangan terhadap pasien epilepsi,” kata Vivien.

Serangan epilepsi, kata dia, dapat berbeda-beda pada setiap kasus karena tergantung pada fungsi otak mana yang terganggu, selain berupa kejang-kejang serangan epilepsi dapat pula berupa hilang kesadaraan sesaat seperti ‘bengong’, tiba-tiba menjatuhkan atau melempar benda yang dipegang.

Ia mengatakan, hal inilah yang harus dan perlu diketahui baik keluarga terdekat maupun khalayak ramai. "Kami sebagai salah satu rumah sakit swasta terkemuka di Propinsi Banten, siap melayani pasien dengan epilepsi," demikian Vivien.

Baca juga artikel terkait EPILEPSI atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Kesehatan
Reporter: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto